Room 143 ☆

strawberry smoothiee
4 min readApr 3, 2023

--

Kim taerae as Liam Ganeswara

‘Bip bip bip’ suara pin berbunyi. Nada membuka pintu asrama yang ia tinggali bersama Liam. Waktu menunjukkan pukul 18.20, jauh dari waktu sekolah dibubarkan.

“Tumben lama.” Ucap Liam.

“Ngambil makanan.” Liam menyadari bahwa Nada terdengar kesal, entah apa alasannya. Nada menuju ke dapur, lalu mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan didalam kantong plastik yang ia bawa. Ia mengentakkan makanannya, itu membuat Liam semakin yakin bahwa Nada sedang kesal. Ia menghampiri Nada yang masih mengeluarkan bahan makanannya di dapur.

“Lo kenapa?” Liam menyenderkan tubuhnya di counter table yang berada tepat disebelah Nada. Tidak ada respon dari Nada, akhirnya Liam mengulangi pertanyaannya.

“Lo kenapa, Nad?”

“I’m fine, Iam.” Nada tidak menengok ke arah Liam, karena ia masih sibuk mengeluarkan makanan.

“Liat sini, gue tau lo kesel.” Nada akhirnya membenarkan posisi badannya agar menghadap kearah Liam.

“I told you, i’m fine.”

Nada selesai mengeluarkan makanan, ia membuang kantong plastiknya lalu menuju ke kamarnya. Liam tidak percaya dengan perkataan Nada, jadi ia memutuskan untuk mengikuti Nada ke kamarnya. Menyadari hal itu, Nada melarang Liam mengikutinya.

“Lo ngapain ikut-ikut?”

Liam tidak memberikan respon dan tetap mengikuti Nada. Ia memasuki kamarnya dan membuka blazer sekolahnya, lalu duduk di kasur. Liam duduk di karpet, tepat dihadapan Nada.

“Kenapa lo disini?” Tanya Nada.

“Ada apa? Gue tau lo lagi bad mood.”

“Nothing, Iam. Gak ada apa-apa.”

“Nad, are you serious? I know you for 1 year and a half now. There’s something wrong with you, i know it. Mau cerita ga?” Liam berusaha untuk membuat Nada cerita padanya. Nada menghela nafasnya, lalu mulai berbicara.

“Gue tadi masuk bk.” Liam sangat kaget dengan ucapan yang baru saja Nada lontarkan, karena Nada jarang sekali masuk bk.

“Kok bisa?”

“Gue hampir berantem sama Gaza.”

“Aslinya, Nad? Dia ngapain emang?”

“Dia ganggu gue mulu, pasti selalu ngajak balikan. Udah gue tolak berkali-kali tapi dia tetep maksa. Dia tadi hampir nonjok gue, untung ada guru. Kalau ga, udah abis gue, haha.”

“Lo gak ngelawan?”

“Gue udah ngelawan, anjir. Makanya dia makin marah.”

“Wow. Tapi lo gak apa-apa, kan?”

“I’m okay, tenang aja.”

“Syukur deh kalau gitu. Btw, dia udah sering ngeganggu lo?”

“Baru 2 mingguan ini, sih.”

“Itu udah lumayan lama, Nad.”

“Iya, sih. Gue juga capek, anjir. Diganggu mulu sama Gaza.”

Liam berdiri, lalu ia duduk disebelah Nada.

“Ada gue, Nad. Lo bisa minta bantuan gue.”

Nada menengok kearah Liam, “Thanks, Iam.”

Liam membalasnya dengan senyum, ia berdiri lalu mengelus kepala Nada.

“My pleasure. Sekarang, lo mending bersih-bersih. Abis itu ngerjain tugas, udah gue simpem contekan di meja lo.”

Nada menatap Liam dan mengangguk.

“Gue ke kamar dulu, ya. Bye!” Liam berjalan keluar kamar Nada.

2 days later

Hari ini Nada merasa pusing dan temperatur badannya juga lumayan tinggi, tetapi ia tetap masuk sekolah karena ada tes bahasa. Ia sangat ingin kembali ke dorm, tetapi ia masih memikiki tugas yang harus di selesaikan. Sekarang sudah jam 17.21, dan Nada sudah mengerjakan tugasnya. Ia berjalan di koridor yang sepi, karena para murid sudah bubar 1 jam yang lalu. Nada berjalan dengan pelan, karena ia merasa sangat lelah. Ia daritadi hanya sendirian, tiba-tiba ada yang merangkulnya.

“Hai, sayang.” Sudah tertebak bahwa orang itu adalah Gaza. Entah mengapa ia belum pulang. Nada hanya lanjut berjalan dengan Gaza yang masih merangkulnya.

“Lo kenapa? Sakit?”

Nada tidak memberikan respon. Gaza pun mengecek suhu tubuhnya, dengan menempelkan punggung tangannya ke dahi Nada.

“Lo panas.” Ucapnya.

“Iya, Za, gue tau. Lo mending pergi aja, gue mau balik ke dorm sekarang.”

“Kata siapa lo bakal ke dorm lo?”

“Gaza..”

“Udahlah, anjing. Lo ke dorm gue, jangan protes.”

Nada tahu apa yang sudah Gaza rencanakan. Tetapi ia sudah sangat lelah, jadi ia hanya bisa pasrah dirangkul oleh Gaza. Mereka berdua berjalan sampai ujung koridor, sampai ada seseorang yang menyapa Gaza.

“Oi, Gaza!” Suara berat itu sangat familiar bagi Nada, suara itu milik Liam. Gaza pun sontak menoleh kearah Liam, dan menyapa balik.

“Nada sama gue aja.” Ucap Liam.

“Lah? Lo siapanya, anjir? Pacarnya? Kalau bukan siapa-siapa, gausah sok-sokan.”

“Gaz, jangan bikin gue emosi. Gue se-dorm sama Nada.”

“Tapi dia maunya ke dorm gue, gimana dong?”

Liam berbisik pada Gaza,

“Nih, Rp 400.000. Lo tinggalin Nada, kalau lo mau uang ini.”

“Woww, Deal.”

Liam memberikan uang tersebut kepada Gaza, lalu Gaza pergi.

“Let’s go, Nad.” Ia pun langsung merangkul Nada, dan lanjut berjalan ke dorm. Nada hanya berjalan dengan lemas, sedangkan Liam menggendong tas miliknya dan milik Nada.

Liam membukakan pintu kamar Nada, lalu mengantarnya ke ranjang.

“Duduk dulu, gue ambilin obat.”

Liam langsung pergi ke dapur dan mulai mencari obat di kotak p3k. Ia mengambil obat untuk meredakan pusing dan merendam kain di air hangat untuk mengompres. Setelah semua siap, ia langsung saja kembali ke kamar Nada.

“Nih, minum dulu obatnya. Baru nanti gue kompresin.”

“Gausah dikompres, Iam. Minum obat juga udah cukup.”

“Lo demam tinggi, Nad. Lo perlu dikompres.”

Nada tidak memberikan respon apapun, dan langsung saja meminun obat. Ia lalu merebahkan badannya di kasur, Liam pun memeras kain tersebut lalu meletakkannya di dahi Nada.

“Thanks, Iam.”

“My pleasure, Nad. Sekarang lo istirahat, ya.”

Nada mengangguk sambil tersenyum, ia senang karena Liam sangat memperhatikannya dan merawatnya.

“Gue matiin lampunya, ya. Good night!” Ucap Liam sambil berjalan keluar kamar Nada.

--

--