every part of a person must have crucial hours in theirs life.
--
POV Casshia.
Sabtu, 06/03/22
Another day that makes me give up
Katanya, masa-masa paling berkesan di bangku sekolah adalah masa SMA, betul sih gue juga setuju sama statement yang dibikin entah sama siapa itu. Terima kasih sebelumnya, tapi yang menjadi bencana bagi gue sekarang adalah masa-masa kelas dua belasnya. Demi tuhan, gue agak gak kuat ngejalanin akhir dari masa sekolah gue ini. Dari mulai intensitas tugasnya yang bikin ngelus dada, ujian-ujian yang akan mendatang gak lupa juga tekanan dari orang-orang yang bertanya tentang mau lanjut perkuliahan di mana.
ps. Sebenarnya masih kuat buktinya sekarang gue masih hidup, cuma ya emang guenya aja yang mendramatisir keadaan.
Sewaktu awal kelas sepuluh, gue udah banyak dengar spoiler-an dari kakak kelas gue yang udah alumni lebih tepatnya inisiatif gue yang bertanya dengan harapan gue bisa lebih mempersiapkan diri nantinya. Katanya lagi, temannya kakak alumni gue ini ada yang sampe stress gara-gara drama per-snmptn dan sbmptn. Gila se krusial itu kah??? reaksi gue saat itu.
Dengan penuh percaya dirinya gue mencoba mengenyahkah pikiran-pikiran itu dan nyoba lebih menikmati masa kelas sepuluh dan sebelas yang hanya akan gue alami sekali seumur hidup, biar gue gak merasa terbebani dan enjoy aja ngejalaninnya.
Memang seharusnya gue menikmati hal-hal yang gak akan keulang lagi untuk kedua kalinya, bukan? Segala sesuatu akan lebih terkesan dan bermakna ketika kita mampu menikmatinya. Dan gue berharap begitu saat gue kelas sepuluh dulu.
Waktu demi waktu yang gue lalui berjalan sesuai planning gue diawal yaitu menikmati masa-masa kelas sepuluh dan juga sebelas. Ketika memasuki semester ganjil alias semester terakhir kelas dua belas, drama hidup gue seketika muncul.
Gue nggak bisa bohong dengan bilang gue gak apa-apa karena nyatanya gue nggak baik-baik aja. Kalau ada orang yang bilang ke gue, “Seez, ko segini aja lo udah banyak ngeluh sih? Gimana lo mau menghadapi kuliah nantinya?” sumpah gue udah bodo amat sama pernyataan konyol itu.
Kenapa tingkatan beban tiap orang harus diukur dulu untuk mencapai kriteria ‘mengeluh’ yang tepat atau nggaknya? Emangnya kalau gue kelas dua belas nggak boleh ada beban dan gak boleh mengeluh? Orang-orang yang kaya gitu kenapa nggak ngurusin diri dia sendiri aja sih dibanding ngurusin tingkatan beban orang lain? Nggak ada kerjaan.
Udah tiga harian gue nggak bisa tidur dengan nyenyak, selalu ada hal-hal lain yang singgah di otak gue. Ngomong-ngomong soal dunia kelas dua belas gue pengen tau apa orang-orang punya ‘waktu-waktu penting’ dalam hidupnya? Kaya sekedar untuk ‘menyendiri’.
Kalau gue kan jam dua pagi adalah waktu krusial gue,
Dan gue lagi ngerasain itu sekarang.