Pelajaran yang Bisa Kita Petik dari Adu Domba

Syamsul Badri Islamy
3 min readSep 19, 2018

--

Cara meledek lawan

Sebagai gamer receh, saya tidak sampai punya kemampuan memainkan game yang masuk di e-Sport Asian Games 2018 laiknya AoV atau League of Legends. Maksimal saya main PES, itu pun yang ada di PlayStation 2. Ketahuan, kan, generasi berapa.

Tapi ada yang cukup menyita perhatian belakangan: Hago. Saya sempat searching ala kadarnya soal kumpulan game yang berada dalam satu platform ini, tapi Google masih minim informasi. Hago jadi mirip foodcourt; satu lokasi kuliner dengan ragam menu yang bisa anda pilih sesuai selera.

Begitulah memang bisnis, semakin satu platform bisa dimanfaatkan untuk banyak konsep sekaligus, maka ia akan punya value lebih. Kenapa mall rame, ya karena di sana ada bioskop, tempat makan, dan tempat belanja. Kebutuhan hiburan orang kota disediakan di satu tempat yang nyaman. Begitu pula Hago; kita bisa bermain Adu Domba, Lempar Pisau, Tambang Emas, hingga ‘game level dunia’, hanya dengan mendownload di satu aplikasi.

Namun di sini saya hanya akan membahas satu game: Adu Domba. Tentang apa-apa yang dapat saya ambil ibrah (pelajaran) selama memainkan game ini.

Pertama, game ini mengajarkan kita untuk punya visi dan prinsip. Newbie Adu Domba secara kalkulatif tidak akan sampai berpikir soal strategi. Setiap pemain lawan yang mengeluarkan domba di sembarang jalur cenderung selalu ingin ia cegat. Kadang ia bergerak tanpa konsep. Lebih sering mengikuti gaya/ alur permainan lawan. Padahal, Adu Domba membutuhkan strategi, kalkulasi, dan jangan sampai permainan kita didikte. Kitalah yang mesti mendikte lawan, jika ingin menang.

Kedua, sabar dan lihai dalam memainkan ritme. Kita adalah arsitek yang mengendalikan domba-domba di layar gawai. Laiknya kesebelasan sepak bola, kita bisa memilih cara bermain ala Liga Eropa atau Liga 2 Indonesia. Dan dalam memilih jalur domba, kita mesti berkepala dingin, tidak emosi, tidak memendam dendam, apalagi terbersit sombong karena telah unggul beberapa kali. Kesombongan adalah awal dari kehancuran, adigum itu 100% bisa anda buktikan di Adu Domba. Contoh memainkan ritme adalah seperti ketika kita menahan mengeluarkan domba saat lawan punya babon. Biarkan saja ia jalan duluan, baru kita mengambil jalur lain.

Ketiga, kalkulatif. Jangan mengeluarkan domba di jalur yang sudah pasti kita kalah. Dan jangan memindahkan domba ke jalur yang sudah pasti kita menang. Saya jadi ingat theme song Asian Games 2018 “Meraih Bintang”. Terus fokus, satu titik. Jangan jadi gamer Adu Domba yang tak punya visi. Main di semua jalur dan malah hancur.

Keempat, meledek lawan. Jika anda sudah cukup profesional dan sedang bermain dengan teman sejawat yang biasa saling meledek, maka sesekali tahanlah domba lawan di beberapa ruas jalur, sehingga opsi jalur lawan untuk mengeluarkan domba semakin kecil. Baru ketika poin lawan tinggal 20 atau 30, atau saat sedang rally; berlomba siapa yang tercepat menjerembabkan lawan, maka saat itulah anda mengeluarkan domba kecil di jalur yang sudah diblok. Begitulah cara menyakiti lawan.

Kelima, sekufu. Ternyata main Adu Domba ada bosannya juga, terutama jika lawan terlalu jago atau terlalu lemah. Saat lawan terlalu lemah, kita jadi malas karena tidak ada perlawanan. Saling salip poin menjadikan Adu Domba semakin seru — begitu maksudnya, jika term yang digunakan di poin kelima terasosiasi dengan hasrat tertentu, harap maklum. Bukankah sudah disinggu soal umur di paragraf pertama?

--

--