Kira-kira apa ya yang ada di pikiran orang lain saat tahu kita bekerja di dunia perikanan?
Dulu saat kantornya masih di Dago sering sekali disangka kerja di cafe, lalu saat saya bilang itu kantor teknologi perikanan, abang ojol dengernya periklanan. Gak sekali saya ditanya “ngiklanin apa biasanya teh?”, “ngiklanin pakan sama alat buat ngasih makan ikan/udang gitu sih Pak banyaknya” jawaban saya seperti itu pada akhirnya. Kalau sekarang beberapa kali pulang ngantor di Malabar, kalau ditanya sama bapak ojol itu kantor apa saya jawabnya “oh, itu tempat budidaya pinguin Pak”, mengingat suhu ruangan di kantor sering disetel teramat dingin.
Ada hal yang saya maknai berbeda setelah menjadi efisherian, sebetulnya hal ini jelas sudah pernah jadi bagian di hidup saya namun saya anggap hal ini hanya bagian dari ilmu pengetahuan umum saja. Bukan karena efishery betulan buka kantor di kutub. Bukan juga saya merasa jadi lebih memahami dunia perikanan. Setelah dijalani beberapa waktu ke belakang, menjadi bagian dari wawasan yang bertambah bagi saya semenjak menjadi efisherian yaitu ilmu pengetahuan sosial. Ada 200++ points live efishery sekarang tersebar di banyak provinsi di tanah air beta ini. Berkat hal tersebut perbendaharaan nama kota — kabupaten saya bertambah.
Ada nama-nama daerah yang bagi saya masih terdengar asing seperti Mukomuko, Tapung, Sidenreng Rappang, sebetulnya jangankan nama-nama tersebut saya dengar Pamijahan pertama kali saja rasanya seperti bertanya-tanya tempat untuk apa itu. Dulu saat efishery baru ekspansi ke beberapa provinsi saya sempat mendapat pertanyaan aneh dari rekan kerja, kala itu ia ingin memastikan rute pengiriman “Mong, kira-kira dari Bengkulu ke Manado satu arah ga?”, ku tercengang “searah kalau ngirimnya dari planet Merkurius”. Untuk ukuran manusia yang gak pandai-pandai banget Geografi, rasanya pertanyaan itu tetaplah ajaib. Lalu akhirnya kami membuka gmaps bersama, memastikan letak-letak provinsi kemana pengiriman feeder akan dilakukan. Nampak sepele namun rasanya saya jadi tersadar bahwa pengetahuan saya tentang daerah-daerah ini mulai saat itu akan segera bertambah.
Selain itu, secara tidak langsung kita juga turut mempelajari antroplogi sosial yang ada pada daerah- daerah baru. Di waktu-waktu awal saya sering mendengar cerita lucu dari teman-teman di lapangan yang ditugaskan ke kota/kabupaten yang nun jauh dari daerah asal. Selain cerita banyak anak kolam yang nangkring dekat control box karena mengira ada wifi gratis yang bisa dipakai internetan. Ada cerita salah satu teman saya, sebut saja Andrian, beberapa tahun lalu ia sempat bertugas ke Bulukumba, Sulawesi Selatan. Selesai mengerjakan pekerjaannya seperti biasa berbincang-bincang dengan pembudidaya sudah menjadi tradisi efisherian. Ia bertanya kepada bapak pembudidaya dengan polos, “Pak kenapa disini masih banyak rumah panggung?”. Dijawab pula dengan santai oleh si bapak, “oh Mas kan karena memang rumah adat orang sini begini, selain itu disini juga masih banyak macan kumbang Mas”. Andrian tertegun, membayangkan nasibnya karena hari sudah gelap dan dia hanya menggunakan motor beat karbu ke rumah si bapak.
Ada pula pemahaman bahwa pengetahuan tentang arah mata angin bisa jadi penting jika kita berada di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur. Di sana penggunaan kanan — kiri sering digantikan dengan arah mata angin seperti wetan (timur), kulon (barat), lor (utara) dan kidul (selatan). Jadi saat pergi menuju kolam/rumah/gudang pembudidaya kita bisa saja mendapat arahan, “Mba nya luruuuus 500 meter nanti ketemu perempatan belok ngetan, lurus dikit terus ngulon pas ada pos hansip sebelah tenggara rumahnya”. Yang akan dibalas dengan manggut-manggut bingung.
Jadi itulah bagi saya serunya berkisah kasih sebagai efisherian, selain jadi tau jenis-jenis ikan, pengetahuan geografi juga ikut bertambah. Sekarang misalnya saat nonton berita “…terjadi kasus perampokan di Lubuklinggau…”, itu rasanya langsung, “wiiihh akuu tauu, aku pernah kesanaaaa”, tidak jadi membantu kasusnya memang.
