Galon.
“Angga, gue marah ya sama lo. Awas aja, kalo mbak Nana kesini gue bakal cepuin!”
“Silakan aja sih, yang penting gak naksir galon.”
Teman-temannya yang lain ikut tertawa, membuat Hyra menghela napas kasar.
“Kalian nih, gak supportive banget. Temen diledekin bukannya ngebela malah ikut ngeledek.”
“Abisnya lo lucu, Ra. Masa calon suaminya galon.”
“Galen versi diplesetin dikit ya kak?”
Semua kompak tertawa, Hyra yang kesal langsung menghentakkan kakinya keluar dari ruangan.
“Marah beneran tuh anaknya.”
Hyra terus berjalan, hingga tiba-tiba sesorang memanggil namanya.
“Pak Galen?”
“Kamu mau kemana?”
“Em.. mau ke toilet pak! bapak sendiri mau kemana?”
“Mau pulang.”
Hyra hanya mengangguk-anggukan kepalanya, sepertinya jadi bos memang melelahkan, harus bolak-balik dari kantor ke rumah.
“Tadi kamu keluar dari ruangan kenapa cemberut? ada yang salah?”
“Ah.. nggak kok pak. Biasa lah, temen-temen suka ngerjain saya.”
Merasa kecanggungan mulai mendominasi mereka, Hyra langsung berpamitan pada bosnya.
Gila, bisa-bisanya ia kepergok kesal di depan bosnya sendiri.