All Day, All Night — 5

Alister A.
2 min readMar 16, 2023

--

Jam nunjukin pukul 13.40 tanda waktu ngerjain soal remedial sisa 10 menit lamanya.

“Saya keluar sebentar ya anak-anak, waktunya tinggal 10 menit. Pukul 13.50 sudah harus dikumpulkan.”

Pak Wijaya tinggalkan ruangan dengan terburu-buru, mungkin ada hal penting yang harus segera ditangani. Sementara mereka, kegirangan sebab akan bebas bergerak karna tidak ada pengawas yang menjaga.

“Ric, Eric!”

“Nomer 24 apa?”

Kebetulan, Eric baru aja ngerjain nomor 24, spontan dia angkat jempol yang berarti jawabannya adalah A.

Bukan sekedar tanya, mereka saling tukar-menukar lembar soal satu sama lain untuk dapatkan jawaban yang sesuai. Tiba kertas milik Zidan ditangan Eric, ada tulisan tangan berisi satu kalimat yang langsung ambil alih sorot mata miliknya.

“Ajakin dia makan bro, mie ayam atau yang lain. Mumpung ada kesempatan kata gue, kurang-kurangin gengsi lo nyet.”

“Lo tumben remed, Ric?”

“Lo juga tumben, biasanya engga kan?”

Basa-basi, gak lucu misal mereka makan bareng tapi canggung kan. Emang aneh kalau Eric tiba-tiba ngajakin Vano makan, temen juga bukan. Nyatanya mereka saling suka tapi dikelilingi tembok gede yang ga jauh dari kata 'gengsi’. Persis sama apa yang ditulis Zidan tadi.

“Gue yakin scanner-nya ini yang rusak, udah butut juga dari tahun berapa dah,”

“Bisa jadi, udah lama pasti.”

Mie ayam yang dipesen udah jadi. Punya Vano mie ayam normal, punya Eric extra daun bawang.

“Suka daun bawang?”

“Suka, lebih lagi bawang goreng.”

“Gue gak suka.” Daun bawangnya diambil satu-satu pake sumpit, dipindah ke mangkuk punya Eric.

“Padahal enak, jadi lebih gurih rasanya.” Vano gelengkan kepala, tak setuju dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Eric.

“Sebenernya gue tim bakso daripada mie ayam.”

“Lo gak suka mie ayam? Kenapa gak bilang tadi? Gue pesenin bakso aja?”

“Gak usah, gue sukaaaa”

“Lo lucu, Van.”

“Eh?”

--

--