Can i?

shaf
3 min readMay 28, 2022

--

cw // kiss

Shiloh sebenarnya terkejut bukan main ketika mendapatkan kabar bahwa Nakula ternyata ikut datang meramaikan pertandingannya yang baru saja usai. Dan entah ide gila darimana, Shiloh mengajak Nakula masuk ke dalam locker room para pemain saat semua orang sudah kembali ke kediamannya masing-masing. Jujur saja, ini tidak terasa canggung sama sekali. Nakula tidak henti-hentinya menghujani Shiloh dengan berbagai macam pujian, yang tentu saja membuat Shiloh merasa senang bukan main.

“Serius, Shil. Tadi tuh keren abis sumpah. Apalagi gol kedua, lo kayak santai gitu tapi tiba-tiba gol aja. Gue rasa kipernya juga ga expect lo bakal shooting di sana, sih.” Ucap Nakula sambil menepuk-nepuk bahu Shiloh, mereka kini sedang duduk bersampingan pada bangku berbentuk L yang ada di sana.

Shiloh tersenyum senang, “Thank you, Na. Jangan dipuji terus tapi, nanti gue gede kepala.”

Nakula tertawa mendengar ucapan Shiloh, “Ya gapapa kali, Shil. Lo pantes banget buat dipuji, keren seduniaaa!” Nakula mengatakannya sambil membentuk sebuah lingkaran dengan kedua tangannya, membuat Shiloh tak tahan untuk tidak mencubit pipinya yang gembil.

Nakula memundurkan kepalanya, berusaha menghindar dari Shiloh sambil berlari ke arah belakang, ia kini menyenderkan punggungnya pada salah satu loker yang ada di sana.

Sepertinya itu adalah gerakan yang salah, karena kini Shiloh justru dengan leluasa mengurung tubuh kecil Nakula dengan kedua tangannya yang ia letakkan pada kedua sisi bahu Nakula.

Shiloh tersenyum hingga kedua matanya nyaris menghilang, “Gabisa kabur, hayoo.”

Nakula ikut tersenyum sambil meletakkan kedua tangannya di atas pundak Shiloh, “Congratulations, Capt! You did great!

Thank you,” Shiloh lalu merentangkan tangannya, seperti meminta sesuatu. “Can i get a hug as a reward for today’s match?”

Senyuman Nakula kini berubah menjadi sebuah senyuman tipis, “Yang lain juga boleh, Shil.”

Ucapan Nakula membuat Shiloh total berdebar akan antisipasi kejadian selanjutnya, “Like what?

Nakula menunduk, sedikit merasa malu padahal ia yang mulai memancing Shiloh untuk mengarah ke sini. Nakula menempelkan jari telunjuknya pada permukaan bibirnya, ia kemudian melakukan hal yang sama kepada bibir Shiloh.

Sama halnya dengan Shiloh, Nakula juga ikut berdebar akibat atmosfer di antara mereka yang total berubah. Tatapan Shiloh kepadanya semakin memuja. Shiloh pun kini menangkup wajah Nakula sembari mengelus permukaan pipinya dengan ibu jari.

Are you sure, Na?” Ucap Shiloh yang tatapannya kini berpindah secara bergantian dari mata ke bibir Nakula.

Nakula mengangguk, “100% sure.”

Shiloh tersenyum mendengar jawaban Nakula. Dunia sepertinya sangat mendukung momen ini, karena kini terputarlah lagu See You Again dari speaker locker room yang ternyata masih menyala.

I can only see your face when i close my eyes..” Nyanyian Shiloh membuat Nakula tersenyum, pasalnya kedua tangan Shiloh kini sudah melingkar sempurna pada pinggangnya.

So can i get a kiss?” Shiloh melanjutkan nyanyiannya yang memang berupa pertanyaan.

Tanpa menunggu lama, Nakula memajukan wajahnya sehingga kini hidung keduanya bersentuhan. Nakula lalu membalas dengan sedikit perubahan pada liriknya, “But can you make it last forever?

Senyuman Shiloh semakin merekah mendengar balasan Nakula yang terkesan menantang. Tidak ada suara apapun yang menyauti ucapan Nakula, namun yang Nakula rasakan setelahnya adalah sapaan hangat dari bibir tipis milik Shiloh tepat di atas bibirnya. Nakula juga dapat merasakan sensasi dingin dari lip ring yang Shiloh kenakan, bercampur dengan hangatnya terpaan nafas beraroma mint darinya.

Tautan itu sama sekali tidak terburu-buru, tidak berdasarkan nafsu yang menggebu-gebu. Shiloh memagut bibir Nakula secara perlahan namun pasti, mengabsen setiap ini mulut dan bibirnya layaknya itu adalah sesuatu yang ia nanti-nanti selama ini.

Nakula merasakan perutnya mulai tersengat sesuatu, yang tentunya sangat ia sukai. Pagutan bibir mereka terasa sangat imbang, tidak telalu lamban maupun terburu-buru.

Kalau boleh jujur, tautan seperti ini membuat Nakula benar-benar ingin menangis. Entah apa yang Shiloh lakukan kepadanya, tetapi ia selalu merasa seperti dijaga dan disayangi kala berada di genggamannya. Nakula selalu merasa aman bersama Shiloh.

Untuk mengejar napas masing-masing, keduanya pun melepaskan tautan mereka yang begitu berharga. Nakula refleks memeluk Shiloh sambil membenamkan wajahnya pada dada Shiloh. Shiloh pun memeluknya, ia lalu mengangkat Nakula agar berada pada gendongannya.

“Kenapa, kok disembunyiin mukanya?”

“Maluuuu.”

Shiloh tertawa kecil, “Boleh deh sekarang malu, tapi nanti harusnya gak malu lagi sih. This won’t be the last time, Sayang.”

--

--