The warmth that felt strange

shaf
3 min readAug 13, 2022

--

Acara makan bersama dengan keluarga Shiloh ini sebenarnya sama sekali tidak direncanakan sebelumnya. Namun, karena sudah terlanjur sering mendengarkan cerita Shiloh tentang ibu dan ayahnya, Nakula jadi penasaran. Nakula ingin tahu, seperti apa orang tua Shiloh sehingga bisa membesarkan anaknya dengan baik tanpa terkecuali.

Oleh karena itu di sini lah Nakula dan Shiloh, menempatkan diri di salah satu meja pada sebuah restoran mewah yang begitu luas. Shiloh dan Nakula duduk bersisian, sehingga kedua orang tuanya berada tepat di seberang keduanya. Sudah banyak obrolan kecil yang saling mereka sampaikan selama menikmati hidangan yang ada, sampai akhirnya topik pun tiba di bidang pekerjaan Shiloh dan Nakula.

“Na, tante denger kamu kemarin jadi BA nya Chanel ya pas lagi di Paris? That’s really cool. Mana kamu masih muda lagi ya, you must’ve worked really hard for it. Good job, sweetheart.” Ucap Asti — Ibu Shiloh — sambil menepuk pelan salah satu tangan Nakula yang ia letakkan di atas meja.

Nakula tersenyum lebar, mengelap ujung bibirnya dengan napkin yang telah disediakan sebelum menjawab sang lawan bicara. “Thank you, tante. Tapi.. masih bisa lebih baik lagi harusnya.. Jangan dipuji gitu nanti aku gede kepala.” Ujar Nakula dengan kekehan ringan di akhir kalimatnya.

Asti seketika mengerutkan keningnya dengan senyuman yang masih terukir di bibirnya, menandakan ia kebingungan akan kalimat Nakula barusan. “Kok gitu, sayang?

Sama halnya dengan Shiloh, ia pun seketika menghentikan pergerakan tangannya pada sendok itu dan beralih memfokuskan perhatiannya kepada Nakula. “What’s up, babe?”

Nakula hanya meringis di tempat duduknya, ia sendiri tak tahu kenapa ia mengatakan kalimat tersebut. Ia hanya merasa tak nyaman ketika dirinya dipuji, atau kasarnya, ia merasa tak pantas mendapatkan pujian tersebut.

Seperti mengetahui apa yang sedang terjadi, Asti kembali tersenyum dan kini meraih tangan Nakula untuk ia genggam. “Sayang, denger ya.”

It’s okay to always aim for better, bigger things. Tapi apresiasi diri sendiri juga harus. Serius deh, tante kagum banget anak seumuran kamu udah bolak-balik jadi undangan PFW, sekaligus jadi BA Chanel pula. Banyak pasti anak muda yang mau bisa kayak kamu, Na. That’s a big achievement, don’t forget to give yourself a credit for that. Just because some people don’t acknowledge your hard work, doesn’t mean it doesn’t exist. You’re doing great, Na.” Asti pun mengelus pelan punggung tangan Nakula yang berada di genggamannya, membuat Leonard — Ayah Shiloh — ikut tersenyum menyaksikan pemandangan tersebut.

I agree. I’m a bit shocked that you seemed unsatisfied with all the works you’ve done this far. That’s an achievement, kid. I’d be proud of myself if i were you.” Sahut Leonard, memberikan senyuman yang begitu lembut, sama dengan yang Asti lakukan sedari tadi.

Shiloh yang duduk tepat di sebelah Nakula pun berinisiatif untuk merangkulnya, “See? You did great. Pacarnya aku kerennn, harus bangga sama diri sendiri, oke?”

Tanpa bisa ia tahan, kedua sudut bibirnya pun tertarik begitu saja, menampilkan sebuah senyuman haru setelah mendengar kalimat-kalimat yang begitu berharga baginya dari keluarga Shiloh. “Makasih om, tante..”

“Jangan panggil tante dong, cantik. Panggil mama papa juga aja, samaan kayak Shiloh. Ya kan, Pa?”

Leonard mengangguk, mengacungkan kedua jempolnya tanda setuju dengan perkataan Asti.

“Gaenak sama Shiloh, tan. Nanti gelar only child dia gak berlaku lagi dong.” Ucap Nakula dengan nada bergurau, sengaja ingin meledek Shiloh.

Yang diledek justru mengendikkan bahunya sambil tersenyum miring, “Aku sih gak masalah kamu manggil mama papa juga. Bagus malah, you’ll be an Adelard too someday so it’s nice to start early.”

“Shil, malu tau…” Ucap Nakula setengah berbisik yang justru mengundang tawa dari Asti dan Leonard. Keduanya begitu senang menyaksikan putra satu-satunya begitu menyayangi sosok lain selain keluarga mereka yang cukup kecil.

Berbeda dengan Nakula, di balik perasaan hangat yang menyelimuti hatinya saat ini, ada pula perasaan janggal yang terselip. Memperhatikan bagaimana keluarga kecil Shiloh bisa berkomunikasi dan bercengkrama layaknya keluarga harmonis pada umumnya justru membuat Nakula semakin bertanya-tanya,

Apa yang salah dari dirinya sampai-sampai ia tak dapat merasakan ini dari keluarganya sendiri?

--

--