Dear Angkasa
Let me write something about you. I didn’t expect anything, it’s just me writing to release my pain. So, let me start by reminiscing about the days that we’ve spent together.
Namanya Angkasa, biasa dipanggil Asa. Aku pertama kali mengenalnya ditahun 2016 lewat pesan singkat Instagram, sebuah pesan random yang terus berlanjut menjadi serangkai cerita panjang yang mengantar aku dan dia menjadi kita.
Dia Angkasa, manusia yang tidak pernah mau menyusahkan orang dan anehnya dia selalu senang direpotkan orang lain. Asa selalu takut jika orang-orang di sekitarnya merasa kesusahan dan rela melakukan apa saja untuk membantu mereka. Pernah suatu malam Asa bertemu dengan seorang pedang asongan, saat itu sudah hampir tengah malam saat Asa bertemu dengannya, namun karena Asa merasa kasihan pada pedagang tersebut maka Asa menawarkan diri untuk mengantarnya pulang dengan jarak rumah yang cukup jauh saat itu. Aku kagum, ternyata masih ada orang sebaik Asa.
Dia yang selalu memberiku semangat untuk terus maju, dia yang tidak menghakimi kesalahanku, dia yang selalu ada untukku walau keadaannya saat itu juga sedang tidak baik-baik saja, dia yang walaupun sedang kesusahan namun tidak pernah mengeluh padaku, dia anak yang sederhana, tapi dari kesederhanaannya itulah yang membuat segala hal dalam dirinya menjadi istimewa.
Banyak cerita baik yang sudah kami lalui bersama, walau kadang aku mendengar cerita yang tidak menyenangkan tentang dia dari orang lain, namun bagiku apa yang mereka bicarakan tentang Asa, itu karena mereka tidak mengenalnya dengan baik, mereka hanya melihat Asa dari luar saja tanpa tau bagaimana tulusnya hati seorang Angkasa. Aku menyayangi dia seperti aku menyayangi diriku sendiri.
Terhitung sudah 7 tahun berlalu sejak pertama kali aku dan Asa bertegur sapa, 7 tahun bukan waktu yang singkat untuk berproses, banyak hal baik yang berubah dalam diri Asa, si anak SMA itu sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang rendah hati dan bertanggung jawab, aku harap Asa bisa terus seperti itu.
Kini, Asa telah menemukan dirinya sendiri dan hidup penuh sukacita. Aku bersyukur, Asa pernah jadi bagian dari cerita hidupku bahkan sampai saat ini aku bisa berdiri di kakiku sendiri itu semua tidak lepas dari dukungannya untukku, it’s all because of your support Sa. You know it right? And for the first time in my life, I experienced many first times with you.
Satu : Pertama kalinya aku berbagi cerita tentang mimpi-mimpiku kepada orang lain, berbagi cerita sedih hingga sukacitaku. Terima kasih, karena selalu berusaha untuk menjadi pendengar yang baik
Dua : Pertama kalinya aku senyaman ini menunjukkan sisi lain diriku, segala sifat manja dan pemarahku. You accepted me the way I am. Terima kasih, karena kamu sudah menerima aku apa adanya
Tiga : Pertama kalinya aku mengenalkan seorang laki-laki kepada orang tua dan keluargaku. Terima kasih, karena sudah bertahan sampai saat itu
Empat : Pertama kalinya aku berani untuk meninggalkan zona nyamanku. Terima kasih, karena sudah mengajakku pergi jauh untuk menikmati indahnya alam semesta
Lima : Pertama kalinya aku punya seseorang yang mendukung keputusan dan impianku. Terima kasih, karena sudah bertahan walaupun pada akhirnya kita sama-sama menyerah pada keadaan
Maaf kalau aku sempat lupa akan rencana membangun masa depan bersama karena terlalu terlena mewujudkan mimpiku yang lainnya. Maaf aku terlalu serakah karena perasaanku yang besar untukmu, sampai aku lupa kalau kamu juga punya kehidupan lain selain aku, maaf jika itu menyakitimu
Asa, terima kasih sudah mau berproses bersamaku selama 7 tahun ke belakang. Kita mulai semuanya dengan baik dan kita juga mengakhirinya dengan baik. Maafin aku ya Sa, aku belum bisa jadi perempuan seperti yang kamu harapkan
So, this is it, my last letter to you.
The pretties sunshine in my life. The one that i love the most. And this time, I’m ready to let you go.
I Love you always.
Xoxo, Tilly.