The Three Historic Current Of City Planning

Tsabita Aqila Husna
7 min readMay 28, 2023

--

Chapter ini berfokus pada dua aspek di masing-masing bidang, seperti kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bidang. Selain itu, chapter ini juga menjelaskan hubungan atas pendekatan teknis, reformasi social, dan keadilan social yang masing-masing memiliki penjelasan yang berbeda. Tiga pendekatan ini memiliki sifat dan teknis yang berbeda karena menonjol pada waktu dan tempat yang tidak sama. Ketiga pendekatan tersebut seringkali bercampur, terkadang konflik, tetapi berbeda secara signifikan dalam metode dan tujuannya.

Pendekatan teknis, Pendekatan ini berkembang dari keprihatinan atas hambatan pertumbuhan ekonomi dan hambatan fisik (infrastruktur). Reformasi social, Perencanaan sebagai gerakan social merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan dimana lebih menekankan kepada emansipasi kemanusiaan terhadap penindasan social. Keadilan social, muncul dari keprihatinan yang terkena dampak buruk oleh urbanisasi dan industrialisasi.

Tujuan akhir dari pembahasan chapter“The Three Historic Current Of City Planning” untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap arus sejarah perencanaan sebuah kota. Pembahasan chapter ini juga bergantung pada tiga kondisi sejarah perencanaan yaitu Asal Usul Perencanaan Kota Modern yang diiniasi oleh Leonardo Benevolo, Kota di Masa Depan yang ditulis oleh Peter Hall dan Perencanaan Kota Amerika yang ditulis oleh Mel Scott.

2.1 Pendekatan Diferensial/ Teknis dalam Perencanaan Kota

Diferensial atau teknisi adalah istilah yang digunakan di sini untuk perencanaan yang ditujukan untuk memaksimalkan efisiensi sistem yang sedang direncanakan Fungsi perencanaan dalam pandangan ini mirip dengan rekayasa, bukan untuk menanyakan mengapa sesuatu harus dibangun, tetapi bagaimana cara membangunnya dengan baik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah efisiensi. Namun akan menajdi berbeda arti jika suatu perencanaan hanya berfokus pada pemecahan masalah, sehingga meninggalkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Sebab, indicator efisiensi tidak hanya menjadi kriteria untuk menilai kualitas perencanaan.

Dalam perencanaan teknis, terdapat tiga variasi dapat dibedakan yaitu perencanaan “ilmiah”, perencanaan perancang, perencanaan kontrak, dan perencanaan proses.

2.1.1 Scientific Planning

Perencanaan “ilmiah” memandang fungsi perencanaan sebagai kaidah yang tervalidasi secara ilmiah untuk mengelola aktivitas kota. Perencanaan sosial secara teknisi sangat mirip dengan elemen keadilan sosial. Perbedaannya terletak pada ekplisitas kritik, dan pandangan perencanaan ilmiah sebagai elemen sentral dalam menangani masalah sosial. Perencanaan ilmiah merupakan perencanaan normative yang sering kita temukan di banyak kebijakan tertulis dan sering digunakan oleh public policy dan kebijakan pemerintah.

2.1.2 Designer Planning

Perencanaan “desain” lebih menekankan pada keestetikan kota. Perencanaan ini tidak berfokus pada proses melainkan berfokus pada keindahan hasilnya. Contoh dari perencana ini adalah Le Corbuzier, Arsitek dari Swiss yang mendesain konsep Green City di Chandigarh, India.

2.1.3 Contract Planning

Perencanaan “kontrak” lebih menekankan pada perencanaan struktur, bagian, dan substansi kontrak yang dibuat oleh pihak lain. Perencanaan ini berfokus pada perencanaan yang telah tertulis di surat kontrak Perencanaan kontrak tidak hanya relevan di sektor swasta, tetapi juga termasuk aspek perencanaan publik seperti kontribusi konsultan. Contoh nya adalah melakukan perencanaan RDTR yang kontrak dengan Magang Kampus Merdeka (MBKM) Kementerian ATR/BPN.

2.1.4 Process Planning

Perencana kota menggunakan perencanaan sebagai proses untuk merancang lingkungan dalam lingkup yang luas dan dalam topik-topik yang terkait pada satu wilayah perkotaan yang khusus, yang diketahui sebagai perencanaan komprehensif.

2.2 Perencanaan Sebagai Reformasi Sosial (Social Reform)

Perencanaan Sebagai Reformasi Sosial

Reformasi sosial merupakan kebijaksanaan politik dan sosial yang dijalankan dalam rangka mengatasi masalah sosial. Konsep dari perencanaan sebagai reformasi sosial adalah pemerintah sebagai pemegang kekuasaan berhak untuk menentukan arah pembangunan, namun tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Maka, peran perencana perlu mendukung peran pemerintah sebagai penengah dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur jalannya perencanaan. Pemerintah mempunyai peran yang sangat besar dalam penentuan arah pembangunan.

2.3 Perencanaan Sebagai Keadilan Sosial (Social Justice)

Perencanaan dalam pandangan ini berorientasi pada tujuan kesamaan hak/inklusivitas atas ekonomi, social, politik dalam sebuah kota. Tujuan nya adalah untuk memaksimalkan prinsip keadilan bagi semua orang.

Pembagian Konsep Social Justice

2.3.1 Perencanaan Prinsip Budaya

Perencanaan “berprinsip budaya” memandang etika/budaya sebagai prinsip yang harus dijaga. Perencanaan ini merupakan hasil kritik dari perencanaan konvensional, yang berpendapat bahwa pendekatan tertentu bersifat tidak demokratis, buram, atau tidak adil.

2.3.2 Perencanaan Berbasis Masyarakat

Perencanaan “masyarakat” lebih menekankan pada keterilbatan pasrtisipasi masyarakat Keputusan masyarakat dijadikan arah/tujuan utama dalam pembangunan. Perencanaaan berbasis masyarakat menampatkan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pemerintah.

2.3.3 Perencanaan Radikal

Perencanaan “radikal” lebih menekankan pada mengkritik atas kebijakan yang telah dilakukan oleh birokrasi. Tujuannya adalah untuk merubah tatanan social dari system masyarakat.

2.3.4 Perencanaan Utopis

Terdiri dari utopia desain yang menekankan pada visi yang diinginkan oleh masyarakat tetapi tidak terlalu focus dengan bentuk fisiknya, utopia simbolik menggunakan bentuk- bentuk lingkungan binaan hanya untuk menggambarkan konsep sosial yang luas dari masyarakat, utopia fisik menekankan pada fisiknya, dan utopia abstrak sifatnya tidak beraturan.

  1. Pengayaan dan Pembahasan

Perencanaan Wilayah Dengan Skema Forest City Untuk Ibu Kota Baru Indonesia

Perencanaan Wilayah Dengan Skema Forest City Untuk Ibu Kota Baru Indonesia

Ibukota negara baru Indonesia memiliki nama Kota Nusantara direncanakan dengan mengakomodir beberapa konsep yaitu forest city, sponge city, compact dan smart city. Hal ini sesuai dengan prinsip penataan ruang IKN yang didasarkan pada tujuan pembangunan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan mengutamakan kepentingan alam, teknologi dan keberlanjutan lingkungan. Konsep forest city memiliki prinsip nol deforestasi, konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan hutan berkelanjutan, peningkatan stok karbon, pelibatan masyarakat adat dan lokal, perbaikan tata kelola dan tata guna lahan.

Pembangunan IKN dengan mengusung konsep forest city perlu dilakukan dengan strategi yang baik dan matang agar hasil dari pembangunan tersebut dapat sesuai rencana yang telah dirumuskan. Strategi yang dapat dilakukan berdasarkan kondisi eksisting wilayah IKN adalah rehabilitasi hutan dan reklamasi bekas tambang pada beberapa titik lokasi, wanatani atau agroforestri dengan menanam banyak jenis tanaman yang ditanam dalam satu area lahan pertanian atau hutan untuk membantu konservasi tanah dan air. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan lahan secara maksimal agar memberikan kelestarian lingkungan dan dapat memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu, Pada beberapa titik lokasi yang sebelumnya berupa bentang pohon dan hutan perlu adanya peningkatan peran konservasi dan pengurangan deforestasi.

Konsep Forest City dalam paradigma chapter “The Three Historic Current Of City Planning” termasuk dalam pendekatan perencanaan teknis dan dipengaruhi oleh paradigma utopianism (bagian dari pendekatan perencanaan sebagai social justice). Fungsi perencanaan ini adalah untuk mempertahankan atau mengembalikan kesinambungan searah dan lembaga-lembaga kota yang telah dihancurkan untuk kepentingan ekonomi profit.

Hal ini dikarenakan konsep pembangunan IKN yang diusung mengandung elemen utopia. Salah satu nya adalah para penggagas ibu kota abru seolah sedang membayangkan sebuah utopia lingkungan dimana masyarakat IKN hanya butuh jalan kaki selama 10 menit untuk mencapai ruang terbuka hijau. Setiap Gedung yang vertical juga akan menggunakan bahan kontruksi yang 100% ramah lingkungan. 60% ruang hijau akan diimpelentasikan ke setiap blok dan aka nada 50% dari luas wilayah dijadikan sebagai ruang hijau terbuka dengan area seluas 56 ribu ha. Proyek bernilai Rp 500 triliun itu akan dibangun secara bertahan hingga tahun 2045, akan mencakup 2.560 kilometer persegi, sekitar dua kali luas kota New York. Indonesia berharap dapat menciptakan pembangunan kota baru yang modern, hijau dan bebas emisi seperti negara Amerika Serikat, Brasil dan negara-negara lain yang pernah membangunan ibu kota nya sendiri dari awal. Padahl, sector energi terbarukan di Indonesia saat ini hanya menyedikan 11,5% dari energi nasional sehingga dikhawatirkan, Kota Nusantara akan mengandalkan listrik dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada di Kalimantan. Maka dari itu, alih-alih mewujudukan kota yang ramah lingkungan dan forest city, Nusantara akan mengandalkan sector energi tak terbarukann sehingga konsep IKN ini bisa disebut dengan perencanaan yang utopis.

Selain itu , jika disinambungkan dengan teori perencanaan sebelumnya, konsep pembangunan IKN masuk kedalam Theory in Planning. konsep ini diajukan untuk menguraikan permasalahan berkaitan dengan pemindahan Ibu Kota baru karena alasan substantif pemindahan Ibu Kota yang lama telah begitu mendesak.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga pendekatan yang mempengaruhi arus sejarah peencanaan kota pada chapter The Three Historic Current Of City Planning yang meliputi Deferential Planning, Social Reform dan Social Justice memiliki paham dan pandangan yang berbeda, namun 3 pendekatan ini berjalan secara berkesinambungan dalam proses perencanaan kota. Mulai dari teknis hingg aspek sosial, berjalan secara beriringan, bercampur dan seringkali memiliki perbedaan di antara ketiganya. Dengan demikian, chapter ini tidak bisa dijadikan sebagai saran atas kebijakan atau tindakan perencana individu, melainkan hanya sebagai upaya untuk menyoroti perbedaan peran secara historis dalam pembentukan kota.

Daftar Pustaka

Lefebvre, Henri. 2009. State, Space, World. University of Minnesota Press: Minnesota.

Madden, David. 2011. City becoming World: Nancy, Lefebvre, and the Global urban Imagination. Environment and Planning D: Society and Space Vol.30, hal. 779–784.

Marcuse, P. 2011. The Three Historic Currents of City Planning. In The New Blackwell Companion to the City (eds G. Bridge and S. Watson). https://doi.org/10.1002/9781444395105.ch56

--

--