Manusiawi: Proses Mengenal Diri

MANUSIAWI 1/2024 oleh Fitriah Junita

Umatiqra
3 min readApr 5, 2024
Photo by Ben Sweet on Unsplash

Manusia yang mengisi bumi hingga hari ini berjumlah sekitar enam sampai tujuh miliar. Beragam latar belakang bahkan sampai isi kepala. Tidak ada yang kebetulan tentang mengapa segalanya terjadi — termasuk adanya manusia dengan cakupan persoalannya. Manusia hidup dengan caranya masing-masing. Tak ada sikap tanpa landasannya dan tak ada buah pikir tanpa sumbernya. Keduanya berpadu membentuk pribadi seorang manusia yang berkaitan erat dengan istilah “manusiawi”.

Kata ini tak asing didengar, tetapi pada praktiknya, tak semua tahu dan paham tentang bagaimana cara memaknai kata “manusiawi” itu sendiri. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), manusiawi berarti ‘bersifat manusia (kemanusiaan)’ atau mudahnya ‘bisa berperilaku sebagaimana manusia’. Tak ada batas apakah itu baik atau buruk dan benar atau salah. Bisa jadi, apa yang menurut banyak orang itu benar, belum tentu itu benar di sisi kita — begitupun sebaliknya.

Hari ini, masalah terus muncul di tengah umat manusia. Ini menyasar segala aspek kehidupan, mulai dari persoalan negeri hingga persoalan diri sendiri sebagai pribadi. Dalam konteks ini, kata “manusiawi” pada akhirnya dimaknai secara berbeda dan disikapi dengan berbagai cara. Salah satu persoalan manusiawi hari ini cenderung berfokus pada isu kesehatan mental seputar self-love, quarter life crisis, sampai ke bahasan serius tentang bunuh diri.

Berbagai isu tersebut belakangan kerap terjadi dan dialami manusia di segala usia dan fase kehidupan. Isu-isu tersebut terus bergaung mengingat banyaknya kasus yang bak gunung es: hanya tampak ujungnya saja, padahal di dalam begitu maraknya. Sebagai upaya mencarikan solusinya, sudah tak terhitung lagi berapa seminar/diskusi terkait penanganan preventif dan kuratif soal isu-isu ini. Namun, upaya itu belum mampu menjangkau sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Hanya sampai pada tataran masyarakat yang punya akses lebih dan finansial menengah ke atas.

Ini baru beberapa isu saja. Masih banyak lagi isu-isu lainnya yang mesti segera diselesaikan. Kita tahu betul bahwa setiap hari selalu ada solusi baru. Namun, tak semua solusi itu tak menjamin menyelesaikan masalah sampai ke akarnya. Bisa jadi solusi itu hanya menambal masalah dengan masalah lainnya.

Tak cukup hanya memakan waktu, tetapi bahkan sampai memakan tenaga dan harta. Sudah begitupun manusia masih belum mampu mencapai makna “manusiawi” yang sesungguhnya. Jadi, sebenarnya, di mana letak masalah akarnya?

Jika mau menyelisik lebih dalam lagi, sebenarnya ada hal paling mendasar yang mungkin belum menjadi perhatian secara utuh. Sudah sejauh ini manusia hidup, ternyata masih ada yang lebih jauh lagi, yaitu belum sungguh-sungguh menjadikan Sang Pencipta sebagai sumber solusi bagi kehidupan dan segala persoalan yang menyertainya.

Jadi, jangan terkejut jika pada akhirnya masalah yang nampak rumit dan beragam itu menjadi sangat sederhana jika benar-benar berada di tangan yang tepat dengan cara dan hukum yang sesuai fitrah manusia. Tak cukup sebatas mengandalkan akal dan perasaan yang serba terbatas. Manusia juga butuh referensi utama yang mencakup solusi untuk seluruh perjalanan hidupnya.

Kesimpulan dari ini semua, sudahkah kita bersikap “manusiawi” secara benar?

Tentu, jawaban ini masih membutuhkan proses sepanjang hidup. Dengan catatan, kita bersedia membuka cakrawala diri, memaknai dan mengenali lebih dalam lagi.

Sekarang, sudah siapkah kita membuka diri?

Disunting oleh: Agoy Tama

Jika ingin berkontribusi dalam kebangkitan Islam, sebaiknya mulai dari mana? “Mulai dari membaca!” Bangun kebiasaan membacamu mulai dari buku-buku ini, 100% GRATIS BUAT KAMU!

Berikut daftar bukunya:

1. Buku Hafalan Mentor — Buku karya Qonuun ini dipersembahkan khusus untuk para mentor sebagai upaya kontribusi dan ikut serta dalam kebangkitan Islam.

2. Sambat Februari — Buku karya Greensoul.co.id (Tengku Novenia Yahya, Agoy Tama, Akmal Nurdwiyan). Sebuah narasi lurus untuk cinta yang susah diurus. Dipersembahkan untuk generasi muda agar lebih baik mengenal cinta yang semestinya.

3. Buku Born to be Imam — Buku karya Qonuun dipersembahkan khusus untuk para pemuda/pemudi-muslim/muslimah sebagai upaya kontribusi dan ikut serta dalam kebangkitan Islam.

4. Awaiting The Lit of Gabare — Buku karya Griya Literasi Peradaan. Buku ini akan mengajak kita untuk menengok sejenak ke masa lalu dan menyaksikan, bahwa peradaban-peradaban tersebut sejatinya sedang menanti hadirnya Sang Mercusar Paradaban yang akan membimbing ke arah terang.

DAPATKAN buku-buku tersebut secara GRATIS hanya di sini. Read now, klik link in bio!

Clap, respond, save, and share!⁣⁣
Follow Us: FB/TikTok/X @umatiqra | Instagram @umatiqracom⁣ | medium.com/@umatiqra | Gabung Readers UI

--

--

Umatiqra

Realizing the #umatiqra by being a great reader. Tap the link below to read more about another great article. linktr.ee/umatiqra