vixen
38 min readJun 17, 2024

Disclaimer :

  • Karakter RYOMEN SUKUNA dari JUJUTSU KAISEN original milik GEGE AKUTAMI.
  • Narasi merupakan hiburan semata. NSFW Plotline, kata-kata kasar & terdapat kegiatan seksual serta mental issue yang mungkin memicu trauma bagi pembaca. Tidak disarankan membaca jika usia masih di bawah 19 tahun 🔞
  • Cerita seluruhnya milik author & enjoy the story ❤️

Silau, matamu mengerjap pelan ketika netramu berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matamu saat sinar matahari menyusup masuk melalui tirai-tirai putih di rumahmu itu. Kamu meregangkan tubuh, rasanya sudah lama sejak kamu tidur nyenyak dan entah sejak kapan rasanya kasur ini nyaman sekali.

Tunggu… Kasur?

Matamu membulat seketika. Benar. Kamu ada diatas kasur yang semalam kamu gunakan untuk merebahkan Sukuna padahal seingatmu kamu sempat bersantai disofa setelah mandi, kamu ingat semalam kamu menyempatkan diri membaca buku diatas sofa living room rumahmu sebelum tidur.

Pastinya kamu ketiduran tapi tidak ingat kapan masuk ke kamar ini apalagi tidur disebelah Sukuna.

Tidak mungkin sleep walking kan?

Kamu bertanya-tanya namun pada saat yang sama matamu kembali membulat ketika kamu baru sadar Sukuna tidak ada disamping mu.

Dia pergi? Sebegitu bencinya dia padamu sampai pergi begitu saja tanpa pamit sekarang?

Hatimu kembali berdenyut sakit, tapi saat netra mu menangkap siluet seorang pria yang tengah berdiri dengan posisi membelakangi dirimu, menghadap pada jendela kamar ini yang sudah terbuka lebar, seketika rasa lega merasuki hatimu.

Punggung lebar itu dan rambut merah mudanya, bahkan bayangannya tampak begitu indah saat dirinya disinari oleh cahaya surya pagi ini.

“Sukuna~” Kamu memanggilnya dengan lirih. Ia mendengarmu kemudian menoleh, hanya sekilas sambil mulutnya menghembuskan asap putih dari rokok yang menyala, terapit di antara dua jarinya.

“Oh? Hai, udah bangun ya? Aku yang mindahin ke kamar. Sorry. Kamu pas tiduran di sofa keliatan gak nyaman soalnya. Tenang, aku gak ngapa-ngapain kok. Jadi gak perlu khawatir kalau…” Ia berucap lebih dahulu seakan bisa membaca isi pikiranmu. Membuatmu lebih dahulu memotong ucapannya.

“Aku, aku minta maaf… Untuk semua hal buruk yang aku ucapkan ke kamu.” Ragu-ragu. Kamu menatapnya saat ia menatapmu dengan sorot mata tak tertarik.

Hmm… Don’t mind it. Maybe you’re right, I was overreacting. Besides that, I was nobody to you. Nothing relationship between us.” Sukuna menyandarkan tubuhnya pada tembok. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun.

“No, you don’t make any mistakes. It’s me, I’m throwing my anger to you and I miss you.” Entah dapat keberanian dari mana akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutmu.

Alis Sukuna terangkat, seulas senyum miring nampak di sudut bibirnya, “Heh…” Ia menghembuskan asap rokoknya lagi. “Yeah, you just miss me ’cause there is no one you can toy with, don’t you?” Ia berujar remeh.

Melihatnya seperti itu entah kenapa rasanya ada sesuatu yang membuatmu merasa tertantang akan kalimat satire yang ia lafalkan.

Jadi kamu bangun dari atas kasur, berjalan menghampirinya dengan tenang. Sebelum ia lebih sulit digapai. Kamu harus menggapainya sekarang, kamu tidak tahu dapat bisikan dari mana tapi kamu kini mencoba mengikuti isi hatimu.

Jadi setelah kalian berhadapan, matamu memandang netranya yang masih terlihat dingin itu, tanganmu mengambil rokok yang terselip di bibir Sukuna.

Kamu menjepitnya diantara jarimu sendiri kemudian menghisapnya dengan tenang, dan menghembuskan asapnya ke samping guna menghindari wajah Sukuna yang ada di depanmu.

Sukuna memandangmu kini dengan raut terhibur.

“Tumben gak ngomel? Biasanya suka banget ngomelin orang lagi sebat.” Celotehnya.

Kamu menghisap rokok itu lagi, “Aku nggak mau ngomelin kamu terus, aku nggak mau kelihatan kayak orang tua yang berusaha ngatur-ngatur hidupmu terus, Na.” Jawabmu yang membuat Sukuna mengerutkan alis.

I don’t wanna act like your older sister now, can I be selfish for once? Aku pengen bersikap kayak perempuan yang jatuh cinta pada umumnya. I know it’s shameful but I am really in love with you, Ryomen Sukuna.”

Suaramu yang lirih, serta wajahmu yang menghindari sorot matanya. Perlahan-lahan kembali memancing rasa antusias Sukuna yang beberapa hari lalu sempat redup karena perkelahian kalian.

Sukuna gantian mengambil langkah mendekatimu. Gantian dia yang mengambil rokok miliknya yang kini tinggal setengah dari belah bibirmu itu.

Ia menghisap rokoknya depanmu dengan kedua pandangannya yang tak lepas memandang lekat. Membaca ekspresi apa yang ada padamu sekarang.

Ah, tapi Sukuna tak ingin semudah itu membiarkan dirimu membuat dia jatuh dalam persuasi yang kamu lakukan. Kini gantian ia yang ingin melihat seberapa keras usahamu untuk membujuknya mengingat selama ini hanya Sukuna yang terus mengejar dirimu.

Sukuna menyukaimu, itu jelas tentang bagaimana dia selalu menunjukkannya terang-terangan padamu, Sukuna tidak peduli pada jenjang usia kalian yang cukup jauh.

Tapi bukan berarti tidak melelahkan bukan melihat wanita yang dia cintai sejak dia masih remaja selalu menutup dirinya, hati dinginnya bagaikan tak tersentuh, berpura-pura buta dan tuli setiap kali Sukuna menunjukkan sinyal ketertarikan padamu sebagai seorang pria normal.

Lalu tiba-tiba saja kamu bilang, kamu baru sadar jika memiliki perasaan yang sama dengannya, bagi Sukuna jika ia langsung luluh dengan mudah padamu sekarang, mungkin suatu saat kamu bisa berpaling darinya lagi dengan mudah.

Rubah betina nakal, yang terus berusaha lari meski sudah dikejar, kini berusaha mendekat sendiri padanya. Begitu ia menganggap mu.

Jadi menurut Sukuna kamu harus dipancing lebih jauh. Sukuna akan membuatmu datang padanya dengan kakimu sendiri, dan ia akan membuatmu mengharap kasih sayang, dan dicintai olehnya hingga tak ada selintas pun dipikiranmu untuk kamu memberikan celah pada laki-laki lain.

Sukuna menahan seringainya. Ia melangkah mundur, kembali menghadap ke jendela dan dihembuskan residu rokoknya miliknya hingga asap putihnya tertiup angin pagi.

“Do you still want to be my girl even though I’m going to Oxford?” Jawabnya dengan sesekali melirik ekspresi terkejut yang kini ia lihat di wajahmu.

“Kenapa… kenapa Oxford?” kamu menggumam yang membuat Sukuna terkekeh remeh.

“See? You can’t even remember your promise to me? How could I believe you, when you said you had the same feeling as mine? Your cold heart is untouchable to me, and maybe you just feel so lonely because your other toy doesn’t give you any pleasure just like I do.”

Sukuna berujar dengan ringan, namun entah kenapa kata-kata menusuk hatimu. Benarkah kamu selama ini sebrengsek itu? Kamu mengutuk dirimu sendiri kali ini.

“Aku bukan anak kecil lagi yang bisa kamu rayu dengan kata-kata manis atau sikap manja mu itu, kak. Aku nggak pernah bilang, bukan berarti aku nggak ngerasain. Aku sakit juga. Bahkan janji kamu sendiri ke aku aja kamu nggak inget.” Ia melanjutkan.

Satu batang rokok Sukuna sudah habis, dia mulai memantik batang rokok lainnya, dan dengan tenang kembali bersandar pada ambang jendela kamarmu.

“Let me give you a clue. Legal and Oxford. I’m twenty one years old now. Come on, remember it.”

Ia terus memancing kamu, melihatmu belum bereaksi apapun, ah… Sebenarnya ia tak sabar sekali, ingin rasanya Sukuna langsung menindihmu di atas ranjang kemudian menunjukkan secara langsung apa yang kamu janjikan padanya lima tahun lalu.

Kamu menggigit bibir bawahmu, memikirkan janji apa yang pernah kamu katakan padanya lima tahun lalu. Sedangkan Sukuna memperhatikanmu dalam diam meski sorot matanya penuh minat.

Lima tahun lalu, kamu sempat memiliki mantan kekasih yang menghamili wanita lain, ya kamu masih ingat jelas yang ini. Lalu tentu kamu bercerita pada Sukuna. Sukuna waktu itu masih 16 tahun, kamu tentu mengadukan semua itu padanya sambil menangis.

“Stop crying over this bastard. I could be a gentleman for you. He doesn’t deserve you. Your ex got a nasty taste on those bitches and none of that is your fault. Let me be your boyfriend, can I? I can show you what true love is.”

Matamu membulat. Kamu mengingatnya, dan kamu juga bisa melihat sorot mata penuh harap dimata Sukuna, ia mengatakannya sungguh-sungguh meski dimatamu itu hanyalah omong kosong dari remaja yang puber.

“Oh, don’t said something nonsense, Na. Kamu aja baru masuk SMA. Lagipula jauh banget tau umur kita. Nanti aku dikira pedofil yang ada.”

“Berarti kalau aku udah legal, boleh?”

“Eh? Maksudnya gimana?”

“Kamu jadi pacarku kalau umurku sudah legal, kak. Bolehkan?”

“Udah deh, Na. Aku curhat tuh cuma biar lega. Malah di tawarin yang aneh-aneh sama kamu.”

“Jadi kalau sayang sama kamu itu aneh?”

“Ya… ya nggak! Maksudnya tuh biar kata nanti kamu udah legal, harus tetap sekolah yang diutamakan. Habis SMA lanjut kuliah di tempat bagus, cari kerja yang bener biar bunda gak uring-uringan terus. Masuk mana kek ntar Oxford atau Harvard gitu.”

Kamu bicara asal saja padanya waktu itu, niatmu hanya untuk mengalihkan pikiran Sukuna tentang bagaimana bocah itu mau memacarimu.

“Jadi kalau usiaku legal, aku bisa masuk ke Oxford atau Harvard berarti aku nggak dianggap bocah lagi sama kamu dan kamu bisa jadi pacarku kan? Okay. I can figure it out.

So you better promise to me, kak. I want you to be my first in everything, and it’s also you in my first sex experience. Even so, I should get great feedback right?”

Dan kamu hanya asal mengiyakan apa yang ia katakan padamu waktu itu karena menurutmu pembicaraan Sukuna mulai nyeleneh dan kamu sedang malas menanggapinya. Jelas waktu itu kamu baru saja putus, belum lagi Sukuna hanyalah bocah remaja bau kencur, menurutmu tak mungkin dia juga serius akan ucapannya.

Tanpa kamu sendiri tahu, ternyata hal yang kamu iyakan itu menjadi sesuatu yang Sukuna ingat-ingat sepanjang waktu setelahnya.

Kamu menutup mulutmu yang menganga dengan tangan, matamu menatapnya dengan sorot tak percaya, kamu ingat semuanya dan ekspresi dari wajahmu membuat senyum Sukuna menjadi lebih lebar.

“Finally someone reminiscing about it.” Ujarnya. Kamu menatap matanya dalam-dalam. “I never know if you are so serious. Padahal maksudku waktu itu, aku iyain aja biar cepet, lho.Kamu berseru, entah kamu hanya tak menyangka Sukuna akan takkan main-main dengan ucapannya. Kamu tak tahu kenapa makin merasa bersalah padanya.

Sesaat kemudian Sukuna melangkah mendekatimu, tangannya yang kini tampak lebih besar dari tanganmu, mulai menyibak rambutmu yang terurai. Jarinya yang terasa hangat membelai pipimu, tubuhmu hanya bisa mematung. Kepalanya menunduk menatap lekat-lekat wajahmu. Membuatmu bisa merasakan helaan nafas panasnya.

“Aku udah nepatin janji ku, sekarang giliran kamu gimana kak. Aku sudah legal dan berhasil lolos seleksi ke Oxford, kamu juga udah sadar kamu sayang sama aku lebih dari sebatas adik. So, can we break the boundaries between us? There is no use looking for a cure if you don’t have any disease. Falling in love is not a mental disease.

Jadi kamu nggak perlu tahan perasaanmu terus-terusan. Lagipula, kenapa mereka mewajarkan age gap yang jauh antara pria yang lebih tua sama perempuan yang lebih muda. Tapi kalau sebaliknya seakan hal itu tabu? You need to stop worrying about how much you care about someone else’s opinion. If you fall in love with me, then let it be. I’ve been fallin for you since I was fifteen, anyway. I fucking don’t care about what people said.”

Kamu bisa merasakan air mata kembali menggenang di pelupuk matamu. Bagaimana bisa kamu terus membuat ia menunggu selama ini, kamu yang selama ini merasa tak pernah dicintai ternyata lagi-lagi tanpa kamu sadari tak pernah kekurangan kasih sayang tak dari Sukuna. Bahkan sampai hari inipun perasaannya masih sama untukmu.

Ya, benar yang ia katakan. Kamu selalu khawatir pada pemikiran orang lain.

Kamu brengsek & arogan, kamu kini menyadari hal itu. Ditambah karena pekerjaanmu sebagai perawat psikiatri terkadang kamu merasa paling tahu akan isi hati orang lain, padahal isi hatimu sendiri kamu tidak tahu pasti. Problematik.

Kamu kembali mengutuk tingkahmu selama ini. Bagaimana bisa, Sukuna yang kamu anggap bocah itu jauh lebih bisa bersikap dan memahami bagaimana perasaanmu yang sebenarnya, tapi kamu tidak.

Padahal selama ini yang menyebabkan kamu selalu menolak laki-laki yang mendekatimu juga karena kamu tidak mau Sukuna menjauhimu, tapi karena kamu terlalu egois pada hatimu sendiri. Kamu terus tak menyadari jika benih-benih rasa cinta itu sudah tersemai dalam kalbu dan terus terus bersemi.

Air mata lolos dipipimu yang masih dibelai sayang oleh Sukuna. “Are you not disgusted with me? After everything I’ve done? Do I deserve to get you?” Matamu menatapnya sayu, sorot mata Sukuna sudah begitu teduh kini.

“Kalau kamu mikir gitu, apa aku harus cari perempuan lain yang seumuran sama aku aja? Noona rela liat aku jalan sama perempuan lain? Rela aku menyentuh orang lain yang bukan kamu?”

Ah, panggilan noona itu kembali lagi. Tapi apa-apain itu pertanyaannya.

“Tidak mau! Tidak boleh!” Kamu berseru posesif ke arahnya

Sukuna terkekeh, tawanya begitu lembut. Sorot mata yang kamu kenal itu kembali, hangat dan selalu menatapmu penuh damba. Tatapan mata kalian yang mengunci satu sama lain, belaian lembut dipipimu dari jarinya, menghantarkan debaran menyenangkan ke tubuhmu.

Ego dalam hatimu yang sedingin es itu kini mencair.

Benar jika kamu memikirkan apa yang orang katakan tentang kalian mungkin takkan ada habisnya, kamu tidak pernah tahu kepada siapa dan bagaimana hatimu memilih. Jatuh cinta bukanlah hal yang bisa direncanakan.

Bahkan jika itu kepada Ryomen Sukuna, rasanya tidak etis jika kamu menyamakan dia dengan ayahmu. Jelas mereka dua individu yang berbeda.

Jadi kali ini kamu ingin mencoba melepaskan dirimu dari segala bayang-bayang suram kedua orang tuamu itu. Kamu ingin percaya bahwa menerima hatimu yang memilih Sukuna menjadi tempat untukmu mencurahkan kasih sayang bukanlah kesalahan. Kamu ingin hidup dalam jalanmu sendiri dan berhenti terbelenggu dalam rasa derita yang mendalam. Kini kamu sepenuhnya yakin jika Sukuna bisa membimbingmu melepaskan trauma mendalam itu dari dalam jiwamu.

“Then, what do you want to be?” Sukuna semakin mengikis jarak dengan perlahan ia rangkulkan lengannya pada pinggang mu.

Can I be yours? Do you still want me to be part of you, Ryomen Sukuna?” Jarimu perlahan pun mulai berani, mengusap bibirnya yang basah itu. Ia mengecup lembut jarimu.

“I’m always desperate to need you, noona. Yes. You can be mine in every aspect of my life.” Kegelisahanmu sirna seutuhnya. Segala kebimbangan dihatimu menguap. Senyuman tulus terpatri di bibirmu, “Then it’s my pleasure to be your woman, my love.”

Detik berikutnya kakimu berjinjit. Tanganmu menarik tengkuk Sukuna terlebih dahulu, bibirmu memagut bibir pria yang lebih muda darimu itu. Tanpa keraguan, hatimu sepenuhnya kamu serahkan padanya.

Sukuna tersenyum hangat sambil membalas pagutan darimu, melumatnya penuh perasaan, merasakan bagaimana rasa lembut dan basah dari bibirmu yang sudah lama ia bayangkan, sungguh rasanya senikmat ini. Hatimu akhirnya berhasil ia leburkan. Pada akhirnya, setelah bertahun-tahun perasaannya tersampaikan kepadamu. Ini ciuman pertamanya, dan kamu juga wanita pertama yang mendapatkannya. Sukuna tak bisa menahan diri, jadi kini tanpa ragu diangkatnya tubuhmu dan dihempaskannya kamu pada kasur, membuatmu sedikit mengerang karena gerakannya yang tiba-tiba.

“Su… Sukuna? Kenapa tiba-tiba?” Matamu membulat saat melihat Sukuna terburu-buru melepas kaosnya.

“Be my woman in every aspect. It means I wanna make love with you too, for the first time. Can I be your first time too, noona?” Sukuna berujar dengan suara seraknya yang terdengar berat itu sambil melompat ke atas kasur dan mengkungkung tubuhmu dengan tubuh setengah telanjangnya namun celana jeans yang ia kenakan sudah di longgarkan.

Kamu agak mundur menjauh, memposisikan diri agar tak terlalu bersentuhan dengannya. Aduh, sial. Pipimu terasa panas melihat garis-garis otot itu, sejak kapan otot tubuhnya terpahat sempurna seperti ini? Sekarang bukanlah kali pertama kamu melihat Sukuna bertelanjang dada, tapi kenapa baru kali ini kamu melihat tubuh maskulinnya bagaikan seorang pria.

Tangan Sukuna meraba pipimu lagi. Diarahkannya wajahmu yang sebelumnya menghindari sorot gairah dari kedua manik terang pria itu.

“I’m your first right? So would you let me?” Jari Sukuna turun, meraba tulang selangka mu, memberikan desiran halus yang membuatmu merapatkan paha. Oh, kamu sudah lama tidak masturbasi tapi hanya disentuh seperti ini rasanya vaginamu terasa .

Bagaimana bisa, semudah itu Sukuna membuatmu terbius hanya dengan sentuhan halus, kalimat manis, serta tatapan memuja darinya. Tubuhmu menginginkan lebih.

Kepalamu mengangguk dengan mudah, Ryomen Sukuna berhasil menghipnotis kamu. Ia tersenyum puas saat akhirnya kamu benar-benar merangkak padanya dengan kedua kakimu sendiri.

“Please make me can’t remember nothing except you, Na.”

Ucapanmu adalah final. Sukuna akhirnya mendapatkan reward yang selama ini dia tunggu-tunggu. Dirimu tak lagi menganggapnya bocah ingusan bahkan kini kamu bahkan memasrahkan diri dalam kendalinya.

Oh, ya…

Dia tak sabar memberikan hukuman apa saja padamu karena sudah membuat Sukuna menunggu selama ini.

“You don’t need to rush. I’m not going anywhere.” Kamu mendekatkan dirimu padanya, mengecup pipi Sukuna dengan lembut.

Ini adalah saat pertama kalian, jadi artinya kalian harus membuat pengalaman ini jadi sebaik mungkinkan. Bagaimanapun hal ini harus bisa dinikmati oleh dua belah pihak, jadi kamu memberanikan diri untuk menunjukkan padanya jika kamu sudah benar-benar rela untuk dimiliki Sukuna.

Jantungmu perlahan berdegup lebih kencang saat melihat senyuman kekasihmu itu. Kekasih ya? Rasanya menyenangkan ternyata bisa mengakui perasaanmu yang sebenarnya pada Sukuna. Jauh lebih baik daripada yang kamu bayangkan.

Oh, tak pernah kamu bayangkan jika kamu akan mengalami pagi seperti ini. Berada diatas ranjang, dengan kekasihmu yang sibuk mengecup lehermu sembari tangannya menggerayangi tubuhmu, membuat kamu menggeliat kegelian serta mengerang nikmat oleh sentuhan-sentuhannya yang memantik api gairah itu.

Sukuna sendiri menyeringai, sepanjang bibirnya yang bermain-main di lehermu kemudian turun ke bagian dadamu. Dengan telaten ia mulai melepas satu persatu kancing piyama putihmu yang perlahan mulai mengekspos bra mu yang memiliki warna senada, terlihat menangkup payudara milikmu yang nampak penuh itu.

Sukuna tau. Sukuna sering memperhatikannya, dan ini bukan kali pertamanya melihat wanita telanjang, ia sudah pernah lihat dari video porno, tapi jelas melihat milikmu yang selalu ia bayangkan bisa Sukuna sentuh, tentu adalah pengalaman yang berbeda.

Ditambah mata mu yang menatap sayu namun penuh gairah, rasanya ia ingin memproyeksikan apa-apa saja yang ia tonton dari video porno itu pada tubuhmu.

Tapi dia pun berusaha menahan diri. Sama sepertimu Sukuna berpikir jika saat pertama adalah pengalaman yang harus memberikan kesan baik bagi satu sama lain dan bagi Sukuna tubuhmu yang setengah mati tak tersentuh itu, terlalu berharga jika hanya diperlakukan bagaikan bintang porno hanya demi memuaskan egonya.

Sukuna sadar jika dia masih muda, tapi bukan berarti dia akan semudah itu mengikuti pikiran bodohnya hanya untuk kepuasan selangkannya semata.

Noona, kamu harus bilang ya sama aku kalau kamu nggak nyaman atau ada hal yang nggak mau aku lakukan, jujur ya? Okay? I need your consent, it’s our first time after all. I wanna make you feel good.”

Kamu tertawa kecil mendengar penuturan nya. “You have grown up so well, young man. Thank you for caring so much on me, sayangku.” Tanganmu mulai menangkup pipinya.

Sekali lagi kamu yang berinisiatif memulai ciuman basah itu. Bibir kalian saling memagut dan berbagi dominasi satu sama lain, Sukuna bahkan sudah tidak malu lagi untuk ikut menggigit bibir bawahmu dengan gemas, membuatmu mengerang dan membuka mulut.

Lidahnya menginvasi mulutmu. Permukaan lidahnya yang kasar menyusuri lidahmu, melilitnya sambil sesekali ia menggelitik langit-langit mulut. Panas, basah, dan geli. Apalagi rasa dari sisa rokok yang ikut memberikan sensasi aneh namun nikmat itu membuatmu hanya bisa mengerang sambil meremas rambut merah muda Sukuna yang sudah acak-acakan.

He is such a good kisser. Hanya itu yang bisa kamu pikirkan, nafas mu sudah terengah. Dadamu sudah naik turun karena berusaha meraup oksigen, tapi Sukuna terlalu menikmati pagutan bibir kalian, membuatmu harus menepuk-nepuk dadanya hingga akhirnya ia mau melepaskan bibirmu dari lumatannya.

Benang saliva yang terhubung di mulut kalian membuat sesuatu di bawah perut Sukuna berdenyut-denyut.

“Damn, I’m really wondering what the rest of your body tastes like.” Ditutupnya wajahmu penuh puja oleh Sukuna, bibirmu yang membengkak dikecup nya sekali lagi.

“Then, why don’t you try to find it by yourself?” Jawabmu provokatif, tanganmu menurunkan piyama dress mu yang sebelumnya masih menggantung pada pundakmu. Kini kain itu sudah lolos, menyisakan kamu dalam balutan bra, dan celana dalam.

Darah didalam tubuh Sukuna seakan berdesir kencang melihat pemandangan ini. Tidak bohong jika selama bersamamu dia sering memikirkan hal-hal nakal atau sekadar melirik ke tubuhmu. Kadang paha, kadang perut, atau memang dadamu yang selalu nampak menonjol dari balik pakaianmu.

Bagaimanapun tidak bisa dipungkiri Sukuna adalah laki-laki normal dengan hasrat menggebu karena baru memasuki usia dewasanya. Dia tak bisa menghindari pemikiran itu jika bukan hanya sekali dua kali ia pernah tanpa sengaja melihatmu mengekspos tubuhmu tanpa sadar didepannya.

Sekarang kamu ada dihadapannya, hanya dengan sepasang pakaian dalam tak berarti itu setelah kalian resmi menjadi kekasih. Bibir Sukuna menyeringai, sungguh, ada gunanya juga jual mahal kemarin.

“Why so quiet? Nggak kayak yang kamu bayangin ya?” Kamu bertanya ragu-ragu. Matamu menilik ke manik matanya. Sukuna menggeleng.

Yeah… Nggak kayak yang aku bayangkan. Soalnya… fuck, are you goddes or an angel? You wanna know my answer, noona? Come here. Feel it by yourself.” Sukuna menarik tanganmu dan tiba-tiba ia tempelkan telapak tanganmu pada bagian ditengah selangkangannya yang berkedut-kedut.

“Terlalu indah sampai rasanya aku pengen ngerusak kamu biar nggak ada yang berani nyentuh noona. Selain aku nggak boleh ada!” Sukuna menggeram, dan itu bagaikan sebuah peringatan sekaligus caranya menunjukkan bahwa kini kamu adalah miliknya. Ia tak memberikan kesempatan kepadamu untuk berpaling.

Kamu semakin merasakan adrenalin mu meningkat, ini pertama kalinya sikap posesif Sukuna terlihat begitu seksi dimatamu.

“Then wreck me, do what you wanna do. Make me your beloved slave, young man. My dearest one…” Kamu menggigit bibir bawahmu dengan jari tanganmu perlahan mulai meremas bulge itu dari balik celana.

“Watch out about what you said, fuck! BTW, noona punya kuota cuti kan?” Tanya Sukuna tiba-tiba yang membuatmu mengerutkan kening.

“Ada. Kenapa?” Tanyamu penasaran.

“Ambil cuti 3 hari ya, sayang? Aku nggak janji aku bisa bikin kamu jalan besok. Soalnya aku nggak berniat going easy on you after everything you did to me. This baddie foxies need a punishment ’cause his master is waiting too long.”

Matamu membulat, kamu belum mengiyakan apa yang baru Sukuna ucapkan tapi ia sudah lebih dahulu menenggelamkan wajahnya dalam ceruk lehermu dengan tangan yang sudah meremas-remas daging gemuk di dadamu dalam satu tangkupan tangannya.

“Lepas semuanya ya?” Nafasnya terasa panas di lehermu.

Bibir, lidah, dan giginya mulai sibuk menandai bagian itu dengan kissmark yang membuatmu sesekali meringis karena gigi taring Sukuna yang memang nampak seperti taring macan setiap kali ia tersenyum, kini beberapa kali tertancap di kulit leher dan bahu mu.

Kamu hanya mengangguk pasrah saat tangan Sukuna membuka kait pada bra dan menarik turun celana dalammu hingga kini kamu sepenuhnya memamerkan setiap inci bagian intim mu pada pria muda ini. Tatapan lapar Sukuna juga ikut membakar hasrat dirimu yang semakin ingin didominasi olehnya.

Indah. Sukuna kembali terpesona oleh paras jelita wanita matang yang ada di bawah kendalinya.

“Cantik, cantik, cantik. Kenapa semuanya cantik banget, hmm? Bahkan sampai ketiak sama belly button punya noona juga cantik.”

Oh, sial. Kalimat pujiannya hanya bisa membuatmu mendesah manja, bersemu merah, dan menggelinjang bagaikan Sukuna baru saja menyuntikkan candu ke aliran darahmu. Sukuna mengangkat tanganmu ke atas kepala. Menahan keduanya dalam satu cengkraman tangannya sedangkan tangan satunya sibuk menguleni payudaramu, menyentil putingnya sambil sesekali mencubitnya dengan gemas.

Mulutnya sendiri sibuk mengecupi bagian dadamu, mengendus aroma tubuhmu yang begitu memabukkan, lembut namun sensual disaat bersamaan.

“Naaa~ Ah! Geli eummhh…” Kamu menggeliat pelan saat kamu rasakan mulutnya menyusuri area bawah lenganmu. Awalnya hanya kecupan ringan, lama kelamaan berubah menjadi jilatan basah serta gigitan-gigitan gemas yang ia lakukan pada bagian ketiak mu itu. Kamu merinding merasakannya.

“Kenapa sih, hmm? Orang cantik kayak gini kok nggak boleh aku rasain?” Sukuna mengakat kepalanya, ia membelai bagian tubuhmu dengan tangan panasnya. Bulu halus di permukaan kulitmu seakan meremang.

“B… Belum mandi kan, belum waxing juga?” Kamu menjawab malu-malu. Dia terkekeh nakal. “Masih wangi kok, natural scent kamu enak banget malah. Ya sudah, nanti mandi sama aku bantuin waxing juga ya?” Manis, kamu tidak tahan. Hanya anggukan yang kamu bisa jadikan jawaban akan pertanyaannya itu.

“Lanjutin.” Kamu mencicit malu-malu. Sukuna terkekeh lagi begitu mendengarnya, ia melepaskan tanganmu. Ia kembali menciumi area payudara mu lagi. Putingmu yang sudah tegang dimainkan oleh lidahnya. Lidah panas Sukuna mengelilingi sekitar areola milikmu sambil sesekali ia gelitiki bagian puncaknya kemudian Sukuna gigit gemas dan ia hisap sampai bagian payudaramu kini mengkilat karena lidahnya membasahi bagian puting mu yang kini sudah mengacung.

Jangan tanya bagian bawahmu sekarang bagaimana, jelas sudah becek padahal belum disentuh olehnya. Sekalipun kamu masturbasi dengan jarimu sepertinya takkan sebecek saat ini ketika Sukuna menyentuhmu.

“Enak mmhh? Dari dulu nggak mau, sekarang malah ketagihan diajak kawin.” Dicubitnya gemas satu putingmu yang juga sama tegangnya. Kamu menggelengkan kepala.

“Ya… Ya kamu, ngghh! Masih sekolah!” Protesmu. Kamu mencebikkan bibir.

“Hari Minggu kan libur, noona. Tapi kamu masih nggak mau tuh.” Sukuna berceloteh jenaka. Membuat kamu menepuk bahu lebarnya yang kokoh itu.

If you wanna know, it’s such a torture all I can do just imagine you when I got horny, but I can’t believe you are really under my skin yet. God, I’m so in love with you.”

Tutur Sukuna pada dirimu, penuh pujaan dalam setiap bait kalimatnya.

Rasanya tubuhmu kembali meleleh, mendengar segala hal yang Sukuna katakan tentangmu sekarang bagaikan bisa membuatmu diabetes hanya karena kata-kata manisnya itu.

“I’m sorry if I was too late, thank you for loving me in the way I am. I promise to love you as much as you want me too…” Jawabmu penuh ketulusan, tanganmu terulur mengelus rambut Sukuna. Mengusap sayang kepalanya yang kini ada di perutmu, ia tengah sibuk menciumi bagian perut serta pinggulmu. Meninggalkan jejak kepemilikannya lagi disana.

Yeah, you better do it. There is no second chance if you dare run away from me, I’ll wreck you so freaking badly and drag you everywhere I go.” Sukuna menandaskan kalimatnya sambil meniup bagian vaginamu yang sudah nampak ranum dan basah. Membuatmu otomatis menggeliat kegelian dan merapatkan paha mulus milikmu namun ia dengan cepat menahannya.

Kamu merinding rasanya, kalimat itu lumayan menyeramkan tapi disaat yang sama hal itu juga membakar gelora adrenalin dalam dirimu.

Di elusnya bagian luar daging labia mu sebelum jari panjangnya membelah daging lembut yang masih nampak rapat, kemerahan, serta ditumbuhi rambut-rambut pubis halus.

“Buka pahanya, noona. Katanya ini punyaku.” Nada suaranya pelan, berat, namun dominasi yang tak terelakan seakan memberimu tanda jika apapun yang ia perintahkan sekarang, harus kamu lakukan.

Jadi kamu membuka lebar pahamu didepan wajahnya. Sukuna tersenyum puas. “What a clever foxies.” Ditiupnya lagi lubang vaginamu yang sudah ia buka dengan jarinya, kamu kembali menggelinjang nikmat.

“Mau di colmekin apa di jilat meki nya?” Tanya Sukuna padamu dengan suara serak dan beratnya. Membuatmu rasanya semakin tak tahan oleh api gairah yang berkobar-kobar di dalam dirimu.

“Anything you want… Eung!” Jawabmu pasrah. “Dua duanya aku juga mau.” Kamu bergumam malu-malu.

Tawa ringan Sukuna kembali terdengar di telingamu.

Such a greedy foxies. Looks like someone in heat now.” Nadanya terdengar merendahkan tapi tak ada protes darimu. Justru pinggulmu yang bergoyang-goyang seolah menandakan kamu tak sabar ingin segera disetubuhi olehnya.

Jadi menuruti permintaanmu. Sukuna kini akhirnya menciumi bagian bibir labia milikmu. Sama, bagaikan ia tengah menciumi bibirmu sebelumnya. Sukuna melumatnya tanpa ragu. Membasahi seluruh permukaan daging kemaluanmu dengan ludahnya. Kemudian ia membelah daging yang sebelumnya terkatup itu dengan lidah panasnya, tepat pada belahan labia mu di sepanjang garisnya. Lidah Sukuna menggesek naik turun diantara jepitan daging vagina rapatmu hingga akhirnya bagian klitorismu juga ikut ia kulum dengan nikmat hingga membengkak.

Nafasmu mulai tak beraturan. Suhu tubuhmu jelas meningkat seiring rangsangan luar biasanya di bawah sana.

Selama ini kamu hanya berani masturbasi menggunakan jari tanpa berani memasukan jari ke dalam liang vagina milikmu, tapi kini lidah Sukuna dengan terampil sudah menjelajah area itu.

Kamu hanya bisa membusungkan dadamu dengan puting yang mengacung tinggi keatas, matamu sudah merem melek tidak karuan dengan tangan meremas-remas bed cover yang menjadi alas dibawah tubuhmu, sambil sesekali meringis karena remasan Sukuna pada pahamu yang kuat, ataupun karena mulut dan lidah panasnya yang tak henti-hentinya berputar-putar dibawah sana. Perut mu rasanya melilit. Bunyi kecipak mulut Sukuna dan bibir vagina mu terdengar jelas di bawah sana. Dia juga bisa merasakan rasa cairan pelumas alami mu yang terasa juga bagaikan candu di lidahnya.

“Sukuna… Nghh~ Sa- Sayang, Udah eungh!” Kamu merengek manja padanya. Inginnya segera dimasuki gara-gara dinding rahim mu bagaikan sudah mengejang berkali-kali di dalam sana. Tapi nampaknya Sukuna benar-benar tidak ingin mengabulkan permintaanmu semudah itu.

Kamu sendiri padahal sudah kewalahan, benarkah ini pertama kali bagi Sukuna? Kenapa bisa mulutnya begitu lihai hingga membuat kepalamu rasanya pusing sekali oleh kenikmatan itu?

Tubuhmu kembali mengejang, kamu merasa sebentar lagi sampai ke puncak tapi mendadak gerakan Sukuna tiba-tiba berhenti. Geraman kesal dan kecewa keluar dari mulutmu.

“Eung~ Kenapa, Na~” Kamu merengek padanya. “You need to learn to be patient, here are my rules. Kalau kita lagi seks kayak gini, kamu nurut sama aku.” Bibirmu mencebik. Tangan Sukuna mengelus pinggangmu. Dia menggesekkan bulge miliknya yang masih berbalut celana jeans, pada vagina mu yang memerah.

Tekstur kasar dan kaku pada celana jeans miliknya membuatmu mendesah pelan, aneh. Rasanya vagina mu semakin ingin digaruk dan di hujan kasar.

“Kalau kamu bisa nurut. I’ll bring you to heaven. Kalau nggak nurut…”

Tangan Sukuna bergerak meraba perutmu yang rata. Tangannya perlahan turun, dan turun hingga kembali ada di atas vagina mu, jarinya menggesek bagian klitorismu yang sudah bengkak karena ia hisap tadi, “Kalau nggak nurut dan bikin mood ku jelek. Aku nggak mau ngelanjutin.”

Sukuna mengangkat tangannya, matamu yang semula sayu mendadak membelalak lebar. Gila. Kamu sudah begitu birahi dan ia bicara begitu? Serius? Padahal kamu sendiri bisa lihat, adik kecilnya yang tidak kecil itu sudah terlihat meronta-ronta dari balik celana.

Kamu baru sadar, kamu satu-satunya bersikap seperti seorang pelacur disini. Tapi…

Sudah terlanjur telanjang, mengumbar tubuhmu, dan membiarkan Sukuna mengecap rasa darimu, kenapa harus malu?

Ya persetan dengan harga diri.

Matamu menggelap, kakimu mengapit pinggang Sukuna yang masih ada di atasmu. Tungkai mu mencoba mendorong pinggulnya untuk turun untuk mempertemukan bulge nya dengan vagina mu lagi.

“Nurut sama aku ya berarti?” Mata Sukuna menatapmu penuh gairah. Nampak jika ia sudah tak bisa menahan libidonya juga.

Kepalamu mengangguk, jari-jari mu menyapu lembut dada Sukuna, memberikan gelitik pada sang empunya.

“Eumm… Whatever your orders, I’ll do it so master. It’s your slave job to give you pleasure, am I right?” Nada suaramu yang mendayu, sikap submissive mu yang kamu tunjukkan pada Ryomen Sukuna jelas membuat Sukuna kegirangan bukan main.

Diremasnya pipi pantatmu dengan gemas oleh kekasihmu. “Good girl foxy, good girl. So beautiful and pretty smart. Beloved slave of mine.” Sukuna menundukkan tubuhnya, sambil mengecupi seluruh pipimu, kata pujian yang tak habis-habisnya itu sungguh membuatmu tak berdaya sekarang.

Suara tawa renyahmu karena rasa geli akan kecupan-kecupan kupu-kupu dari Sukuna membuat pria itu ikut tersipu. Sudah lama ia tak melihat mu seperti ini, dan kembali mendengar tawamu disaat kalian sedang berhubungan intim, hati Sukuna rasanya menghangat. Yah… ini yang dinamakan make love, it’s not just a sex.

Now can you help me to release my little brother down here, foxy? This one really wants to meet you. Say hi, maybe he is quite shy.” Sukuna kembali menggesek bagian bawahnya pada kewanitaanmu. Kamu jelas mengangguk.

Sukuna beralih memposisikan dirinya berlutut diatas kasur, sedangkan kamu menungging di hadapannya. Oh, Tuhan… Pemandangan ini luar biasa.

Elusnya punggungmu dengan jari panjangnya. Membuatmu yang tengah membuka kancing celana jeans-nya bergidik pelan. Buah dadamu yang menggantung mulai Sukuna gerayangi juga.

Ia pilin putingnya lagi, Sukuna mencubit dan menekannya hingga membuatnya terlihat semakin bengkak.

Kamu menggeliat tak karuan, bokongmu yang bergoyang-goyang tiba-tiba ditamparnya dengan gemas, bersamaan dengan kamu yang berhasil menurunkan jeans beserta boxer Sukuna yang membuat penis Sukuna langsung ikut menampar pipimu juga.

Kamu mengerang karena pipi pantatmu berdenyut dan panas tapi disaat yang sama juga kaget karena daging panjang beruratnya langsung menghempaskan diri tepat di wajahmu.

Sukuna, your little brother isn’t little. And it’s not shy at all! Your dick slapping my face!” Celotehan darimu terdengar bagaikan pujian sekaligus protes yang bersamaan.

Sukuna tidak bisa untuk tidak tergelak kegelian mendengar ucapanmu tadi. “It’s just exciting to meet you. You like what you see?

Tangan Sukuna meremas lembut rambutmu yang tergerai. Diarahkannya wajahmu ke depan penis miliknya. “Look at this carefully. Noona masih mau bilang aku cuma anak kecil, hmm?? How did you feel about mine?” Sukuna terus menggesekkan benda itu di kedua belah bibirmu, “Jawab noona! Aku masih keliatan kayak anak kecil nggak?”

Pipimu memerah, kepalamu yang ditahan oleh tangan Sukuna, dan matamu yang dipaksa dengan-suka-rela melihat kejantanan miliknya yang sekarang nampak berdiri gagah, mengacung tepat di depan mulut dan hidung mu hanya membuat bagian bawahmu semakin tersiksa di bawah sana.

Jika Sukuna berani bersikap angkuh dan mendominasi akan dirimu karena ia merasa dengan aset miliknya dia memang mampu melakukan itu maka sebenarnya masuk akal, karena memang rasanya lutut mu sudah lemas duluan.

Melihat bagaimana ukurannya yang kamu menduga-duga entahlah, lebih dari 25 cm mungkin? Dengan urat-urat yang nampak menonjol, diameternya tidak bisa dibilang kecil juga. Saat tanganmu diarahkan oleh Sukuna untuk menyentuhnya, suhu pada permukaan penisnya jauh lebih tinggi dibanding suhu tubuh Sukuna pada bagian lainnya. Kamu juga bisa mencium aroma khas pria dari miliknya, precumnya nampak sebagian sudah menetes mengenai sprei pada kasur mu.

Yang bisa kamu rasakan sekarang hanyalah tenggorokanmu yang kering tapi vaginamu basah bukan main.

“Heh, nggak dijawab tapi malah dipelototin? Come on, noona. Don’t embarrass him. You look so stunned on it. Does it look weird to you? I’m so shy~”

Malu yang Sukuna bilang, tapi berbeda dengan pinggulnya yang terus menggesekkan penisnya pada wajahmu. Tangannya masih meremas rambutmu sambil menahan kepalamu tetap di depan selangkangan nya. Dia menikmati ekspresi takjub bercampur gairah yang menggebu-gebu dalam dua manik kecoklatan di matamu.

“It’s not weird. I… I just can’t help myself. I want you to make me yours. My only man, Ryomen Sukuna. You are my man.

Kamu menjawab dengan penuh puja, kepasrahan diri, dan rasa mendamba yang mendalam. Membuat Sukuna tersenyum puas dan mengusap pipimu. Kamu memejamkan mata, bagaikan seekor kucing yang tengah menikmati rasa sayang dari sentuhan tuannya.

Master, should I give you a blowjob? Would you let me?” Kamu kembali membuka matamu, seorang diri menggesekkan pipimu pada batang penis perkasanya dengan manja, membuat Sukuna menggeram rendah.

Sedangkan tangannya mengusap bibir bawahmu, jempolnya masuk ke belah bibirmu dan membuatmu langsung menghisapnya secara mandiri. Mengulum dan menjilati jempolnya bagaikan menunjukkan bagaimana kamu akan memperlakukan penisnya nanti.

Sukuna tersenyum puas hingga gigi taringnya yang nampak pada sudut-sudut bibirnya.

Ia menggelengkan kepalanya. “Nope. Not yet. Kan aku cuma bilang, biar dia kenalan dulu sama noona. Kamu bisa belajar blow job pelan-pelan aja. Kalau sekarang takutnya kalau buru-buru, aku bikin tenggorokan noona sakit.” Jawaban Sukuna membuat kamu mengerucutkan bibir seperti anak bebek.

“Aku nggak buru-buru kok. Eung~” Kamu mengedipkan matamu. Mencoba merayunya dengan sikap manjamu. Tapi Sukuna lagi-lagi menggeleng.

“Kamu nggak buru-buru tapi aku yang buru-buru udah kepengen ngerasain ada di dalam noona. Aku udah nggak tahan pengen jadi satu sama kamu, disini.” Tubuh Sukuna menunduk dielusnya vagina basahmu. Ia tekan klitorisnya hingga membuatmu menggelinjang pelan, menjepit tangannya diantara kedua paha mu.

“Bolehkan?” Nafas panas Sukuna menyapu telingamu, membuat darahmu kembali berdesir.

When Sukuna said that, he wanted to be a gentleman for you. He really meant it. His manner is insanely good.

Kamu pikir pengalaman pertamamu dengannya akan canggung tapi Sukuna bagaikan sudah memahami luar dan dalam.

Dia mendominasi tapi setiap kali memperlakukanmu, menyentuhmu, semuanya penuh dengan perhatian. Memastikan apakah kamu juga merasa nyaman dengan caranya.

Konsensual dan tanpa keraguan yang ia mau darimu. Sukuna berhasil meyakinkan hatimu sepenuhnya.

He treats you like you are the most precious thing on earth.

Anggukan penuh keyakinan, kamu usap rahang tegas Sukuna dengan tatapan yang tak terlepas dari kedua matamu, kilat terangnya menembus sanubarimu.

“Kenapa nggak boleh? Aku punyamu.” Kamu menandaskan tanpa ada lagi kebimbangan.

Detik berikutnya dengan api birahi yang sudah tak mampu lagi ia padamkan. Didorongnya tubuhmu lagi.

Wanitanya yang lebih tua itu kini hanya mampu melingkarkan lengannya pada leher sang pria muda sambil memandangi raut wajah prianya penuh dengan perasaan rindu, hasrat tak terpendam, serta keyakinan bahwa sang pria memang satu-satunya yang ia nanti dan ia inginkan selama ini.

Sukuna mengarahkan kejantannya pada kemaluan kekasihnya ini dengan hati-hati. Ia perhatikan setiap ekspresi yang ada diwajahmu, ringisan maupun erangan yang ia dengar membuatnya mencoba untuk tidak langsung menghentakkan miliknya masuk.

Dibiarkannya tanganmu yang bertengger pada bahunya sesekali meremas pundak lebar itu saat seperempat darinya mulai menerobos masuk, nafas Sukuna ikut memberat rasanya. Sial, luar biasa.

Bagian kepalanya dicengkeram kuat, rasa panas memabukkan mulai melingkupi batangnya. Nafas kalian naik turun bersamaan. Setiap inci dari Sukuna bisa kamu rasakan meski rasa perihnya juga luar biasa. Sedikit demi sedikit membuatmu penuh di dalam sana. Kamu bisa melihat kulit Sukuna yang semula pucat perlahan juga memerah, semu merah muda di wajahnya seakan senada seperti rambutnya yang sebagian jatuh di kening pria itu.

“Heuk! NGH! K… Kenapa ahhh!” Tanyamu saat tiba2 Sukuna menyembunyikan dirinya di ceruk lehermu. Menggigit bagian leher terbuka mu itu, rasa perih diatas dan bawah tubuhmu membuat dadamu kembang kempis tak beraturan.

“Mmmhh.. memang sempit kayak gini ya, eungh! Noona?” Tanya pria itu dengan tatapan yang sayu namun pinggulnya masih mendorong masuk.

Rasanya terlalu nikmat, Sukuna bagaikan bisa keluar kapan saja. Demi apapun yang ada di bumi, tangannya yang biasanya ia gunakan mengocok penisnya sendiri seakan tak ada apa-apa nya dibanding ketat dan hangatnya vagina milikmu yang melingkupinya sekarang.

Dalam satu hentakan terakhir berikutnya, erangan keras kalian keluar berbarengan.

Kukumu menggores pundaknya, sedang gigi Sukuna tenggelam bahumu yang sebelumnya sudah dipenuhi hickey darinya.

Kalian bisa merasakan jika melebur menjadi milik satu sama lain ternyata luar biasa dan sungguh, ternyata beginilah yang kalian inginkan sejak dulu.

Sukuna masih menyembunyikan wajahnya di ceruk leher mu, bahunya bergetar saat kamu mengusap sayang kepalanya. Menghirup aroma rambut merah muda kekasihmu sungguh menenangkan mu yang sejujurnya tengah merasa nyeri dan sesak di bawah sana.

Sukuna mengangkat kepalanya, matamu membulat saat kamu lihat ada air mata yang mengalir dari sudut matanya, pipi dan telinganya semerah tomat.

“A… Aku nggak tau bakalan senikmat ini. I can’t believe you are officially mine too. It’s hard to believe we are devide into one, in this way.” Sukuna merasakan semua ini terlalu luar biasa, untuk pertama kalinya dia menangis karena rasa nikmat tak terlukiskan serta bahagia yang membuncah di dadanya.

Kamu tak bisa menahan rasa gemas mu melihatnya menangis langsung mengecup pipinya. Astaga! Beginikah rasanya punya kekasih brondong? Sesaat yang lalu dia begitu membuatmu tunduk dalam kendalinya, dan sekarang kamu dibuat gemas juga akan tingkah manjanya.

Kamu terkekeh lembut. “You have been doing well. It feels wonderful too for me, my dearest one.” Kamu mengusap sayang punggungnya.

Ia kembali menatapmu, penuh gairah bisa kamu lihat dari wajahnya. “Aku boleh gerak sekarang kan, noona?” tanyanya.

Kamu menggoyangkan pinggulmu lembut, membuat kekasihmu mengerang di atasmu.

“Eungh~ I used to be with you inside mine, my dear…” Jawabmu lembut.

Sukuna mengangguk pelan, mengecup leher, rahang dan pipimu. Perlahan mulai di gerakkan pinggulnya, menarik mundur penisnya dari dalam lubang senggama milikmu yang masih begitu ketat. Membuatmu tiba-tiba merasakan kosong, namun pada detik berikutnya ia langsung menghujamnya dalam.

“AAHHH! NAA!” Matamu terbelalak lebar dengan erangan keras karena rasa nyeri dan nikmat mendera tubuhmu bersamaan. Hentakannya keras dan langsung mengenali sweet spot di dalam organ kewanitaan itu.

Noona, enak banget! Bangsat!” Sukuna menggeram rendah. Ia menahan tanganmu diatas kepala lagi, Pinggul Sukuna yang awalnya bergerak perlahan kini gerakannya jauh lebih cepat. Temponya masih berantakan, sesekali masih membuatmu meringis tapi sweet spot mu yang ditumbuk berkali-kali, akhirnya hanya mampu membuatmu mengeluarkan desahan-desahan vulgar yang semakin membakar libidonya yang sudah meledak sampai ke ubun-ubun.

Tubuhmu yang basah karena suhunya meningkat, keringatmu yang membuat kulitmu yang sudah dipenuhi oleh cupang kemerahan yang Sukuna buat, kini terlihat mengkilat.

Payudara mu naik turun di depan mata Sukuna membuat ia yang semula sibuk menikmati jepitan vaginamu kini agak menegakkan tubuhmu, Sukuna menyangga tubuhku dengan satu tangannya. Sedangkan lainnya kasih menggenggam kedua pergelangan tanganmu keatas. Membuatmu merasa kebas, namun seketika teralihkan saat mulut Sukuna kembali menjelajah payudaramu. Ia hisap putingmu yang mengacung itu dengan rakus.

Tak lupa bagian ketiakmu lagi-lagi ikut jadi sasaran lidahnya, dia menggigit gemas lagi kulitmu, menikmati bagaimana rasa tubuhmu, aroma alami tubuhmu juga memenuhi seluruh indera pengecapnya.

Kamu yang dikerjai oleh Sukuna para bagian atas dan bawah tubuhmu akhirnya hanya bisa mengerang tak beraturan. Dengan bagian vagina yang berkedut-kedut, menjepit penisnya yang semakin dalam menghujam bagian liang kawinmu. Membuat matamu hanya bisa menjuling, menahan sensasi tak karuan karena dihajar tanpa ampun olehnya.

“NAAAHH~ Eummhh Aahh… Naaa Una! Udahhh.” Jeritan nikmat itu tak bisa kamu tahan.

“AH… Udaahh? Apanya yang udah Ngh… Kalo noona kenceng banget jepit aku… Mmmhh di dalam?” Sukuna mengangkat kepalanya dari atas dadamu.

“Aku sih nggak mau ngelepasin ini. Ahh! Terlalu enak, gak bisa banget aku ngebayangin memek kamu diisi sama kontol cowo lain! Nghhh! Nggak boleh!” Sukuna menggeram lagi. Nikmat tak terbantahkan itu nampak membuat urat-urat di sepanjang lehernya ikut menonjol.

Ia menghunuskan batang penisnya yang sudah begitu keras dan bengkak, terus ke dalam dirimu. Posesif dan tak sabaran, nampak dari caranya mendorong pinggulnya tanpa henti serta remasan tangannya pada pergelangan tanganmu ikut bertambah kuat. Pasti akan menyisakan bekas di keesokan hari.

“Kkunnaaa~ mau peluk, eumh! Mau peluk kamu~” Kamu mengerang lagi, memohon padanya dengan penuh iba. Tubuhmu tersentak-sentak, pergelangan tanganmu mulai terasa perih, nafasmu semakin tak beraturan, sesungguhnya membuat pria mu semakin ingin melampiaskan seluruh nafsu binatangnya. Tapi mengingat bahwa he really wanted to make love with you, make you comfort and happy when doing it with him, Sukuna mulai agak melambatkan temponya.

Diangkatnya tubuhmu ke atas pangkuannya, seakan beban tubuhmu bukanlah hal berarti. Kamu kembali melingkarkan tanganmu di leher Sukuna sambil menyandarkan tubuh pada dada kekasih mu itu, kini gantian lehermu yang bersembunyi pada ceruk lehernya dengan manja.

Sukuna mengelus-elus sayang punggungmu, sedangkan dia mengecupi pelipismu memberikanmu rasa tenang, pasca ia sempat lepas kendali sebelumnya.

Sorry, I’m so reckless before, I was so excited and made myself can’t stop railing you.” Sukuna menuturkannya sambil membalas dekapan tubuhmu dengan hangat namun pinggulnya masih bergerak di bawah sana.

Kini dia lebih beraturan dengan presisi hentakan yang sudah lebih baik dibanding sebelumnya namun tetap mampu membuatmu merem melek karena ujung kepala penis Sukuna masih terus menyodok titik nikmatmu.

Kamu lebih tenang, ini nyaman dan suhu tubuh kalian yang berbaur menjadi satu memberikanmu rasa hangat yang menyenangkan. Setiap kali Sukuna menghentakkan batang penis kekarnya kamu bukan hanya merasa nikmat, tapi juga merasa dicintai olehnya.

Aroma tubuh Sukuna juga tercium maskulin, a little bit spicy with musky tones, kamu menghirupnya selama kamu bersandar manja dalam dekapnya membuat dinding vaginamu bertambah kencang, semakin menjepit kuat milik Sukuna di bawah sana. Tak sejengkal pun dari kekasih mu kini mau kamu lepaskan.

Foxy…” Suara Sukuna begitu dekat di telingamu, nafas panasnya yang berhembus di lehermu membuatmu menoleh ke arahnya, mengangkat wajahmu dari ceruk lehernya. “Are you comfort within this?” Tanyanya kemudian sambil mengentak-hentak lebih dalam hingga dadamu sesekali membusung ke arahnya, Sukuna juga menciumi pelupuk mata, pipi dan bibirmu.

Kamu mengangguk,”Eummhh~ yang i… It’s so much more better than, ahh! Before…” Kamu menatapnya dengan penuh cinta, pinggulmu ikut bergoyang di bawah sana, seirama dengan penis Sukuna yang masih keluar masuk hingga membuat brondong mu itu ikut mendesah penuh nikmat dengan mata yang sesekali terpejam.

“Fuck, you are totally my new addiction.” Diremasnya pantatmu yang memantul di atas paha Sukuna, membuatmu mengerang lagi.

Suara tepakkan cabul dari kulit kalian jelas terdengar begitu keras menggema dirumahmu yang memang sunyi dan Sukuna suka mendengarnya.

Indera perasa ditubuh mu dan Sukuna seakan bertambah sensitif, suara desahan, erangan, bahkan suara cabul dari kulit itu sungguh membuat api birahi itu semakin berkobar tak terkendali. Menumpulkan pikiran, tak ada yang lain kecuali perasaan ingin saling melebur tubuh kalian bahkan hingga bagian terkecil sekalipun.

I’m so wild about you too, the way you make me feel right, dearest one. Hngghh…” Kamu mengecup bibir Sukuna, “Would you like to devour me harder?” Kamu mengetatkan lagi liang kawinmu, tanganmu menuntun tangannya menyentuh bulge penisnya sendiri yang bagai tercetak hingga ke bagian perut bawahmu, “Aku pengen kontol kamu masuk lebih dalam daripada ini, Na.” Kekasih muda mu itu langsung meraung, di cengkeramnya rahangmu kuat-kuat, “Fuck, fuck, a bitch like you doesn’t deserve my rationality.

“AH! SUKUNAAA~ Ahhh! NGH!” Tubuhmu yang tiba-tiba di hentakkan kasar oleh Sukuna ke atas kasur, dengan kedua kakimu ada di pundak lebar kekasih mu, serta dia yang langsung menyodok kasar vagina berkedutmu yang sudah bengkak dan kemerahan, kamu hanya bisa menjerit oleh gerakannya yang beringas.

“Engh! Emang bener mulutnya di buat nyepong kontol aja! Mmhh… Udah disayang-sayang malah mancing terus…” Sukuna menggeram, dia mengabulkan permintaanmu, setiap hentakannya jadi lebih tajam hingga rasanya bagian bawahmu penuh, pahamu pegal bukan main. Keras panas, dan brutal, tubuhmu dikonsumsi sepenuhnya tanpa ampun lagi.

Payudaramu terpantul-pantul ke udara, tubuhmu melenting kelatas, liur dari lidahmu sudah menetes ke dagumu sendiri, menggelinjang dan mulutmu yang hanya bisa mendesah atau menyebut namanya, kamu tak jauh beda daripada lacur di film porno yang sering Sukuna lihat bagi pria itu.

Sama seperti sebelumnya, setelah gerakan kasar yang Sukuna lakukan mengobrak-abrik alat reproduksi milikmu, kini kamu mulai merasakan perut bagian bawahmu kembali melilit.

“Naaa.. Una~ Ah!! Mau… Mau keluar naa…” Tanganmu menepuk-nepuk punggung tangan Sukuna, dia yang melihatmu kewalahan malah mengarahkan tangannya turun, ditekannya klitoris mu yang menyembul diantara daging labiamu itu sedangkan jari tengahnya menyelip diantara lubang vaginamu, keluar masuk berbarengan dengan penisnya yang masih menghujam tanpa ampun, ia mengocok kemaluanmu bersamaan.

Matamu kembali membelalak. “Sukunaaa! Aaahh! Kamu nggak waras, Mmhhh…” Jeritmu setelahnya, lilitan diperutmu terasa semakin kencang, orgasme mu sudah di depan mata.

“Siapa yang bisa waras… Ngh! Kalau yang di entot ceweknya kayak noona… Fuck- ahh!” Nafas Sukuna juga ikut memberat, nampak gerakannya lebih ia percepat lagi.

Becek, selangkangan kalian kalian berdua sudah becek dan lembab karena keringat serta cairan satu sama lain yang bercampur.

Kedutan pada penis milik Sukuna yang ada di lubang mu jelas menandakan jika sebentar lagi ia keluar. Uratnya sepenuhnya ereksi, kamu bisa merasakannya juga. Jangan lupakan skrotum kencangnya yang terasa menampar bagian kelentitmu itu.

Kalian terengah-engah bersamaan, “A… Ahh aku keluar di dalam, eumhh?”

Kamu masih pasrah dibawah pengaruhnya, mendadak teringat. Both of you do it raw. Kamu menggeleng dengan cepat. “Nggak! Jangan… Jangan naahh~” Erangmu sambil meremas pergelangan tangan Sukuna.

Gigi Sukuna bergemeletuk, tidak suka dengan jawabanmu.

“Kenapa… hahh! Kenapa gak boleh?” Kesal, ia menundukkan tubuhnya lagi, menindih mu. Satu tangannya meremas payudaramu dan mencubit putingnya hingga dadamu yang membusung beradu dengan dada bidang dan keras pacarmu itu.

Ia melampiaskan kesalnya dengan terus menjamah bagian dadamu dengan gerakan tak senonoh, sesekali menampar daging sintal itu dan memelintir putingmu hingga terasa makin ngilu.

“K… kan mau ke, a… ah! Oxford, Na. Please, don’t… Kewarasanmu yang begitu tipis dipaksa untuk memberikan pengertian pada Sukuna yang semakin menjadi liar.

“Naaa! I’m begging you, love~ Jangan sekarang… eunghhh!” Kamu merengek lagi, apalagi ditambah kedutan spontan pada dalam dirimu, jelas tak lama lagi kalian akan orgasme bersamaan.

Tangan lemasmu terangkat dan dengan gemetar mengusap pipinya, menatap mata Sukuna dalam-dalam,

“Mmhhh… Aku nggak bakal kemana-mana na… please, tapi eungh… buat sekarang jangan cum di dalam dulu. We need figure out a lot of things. You should not take a risk to impregnate me. Nghhh… I won’t ruin your plan to going Oxford. I… I love you, but don’t make more mistakes yet, my dearest one.

Kamu menuturkan padanya dengan lembut meski nafasmu terengah-engah. Nampaknya Sukuna pun memahaminya.

Damn.. Nghh! Cum with me then…” Remasan pada payudaramu melembut. Tangannya mengelus-elus pinggangmu.

Ia mengangkat tubuhnya lagi, apa yang kamu katakan memang ada benarnya, jika memang mau hubungan ini lancar maka Sukuna harus menyisihkan egonya juga meski tidak bohong ia menginginkan kamu juga mengandung benihnya. Yah, walaupun tidak sekarang.

Kamu mengangguk mendengar permintaannya. “Do it faster, ughh…”

Tubuh Sukuna bergetar seiring dengan ini. Begitu pula pinggulnya serta bagian kepalanya yang semakin berkedut-kedut di dalam. Tubuhmu tak beda jauh dengannya, kakimu yang Sukuna tahan terbuka lebar mulai kejang.

“NAAA! AKU… Nghh! RYOMEN SUKUNA AH!” Kamu menjerit karena gelombang orgasme itu menghantam seluruh bagian tubuhmu.

Sukuna mencabut batang kerasnya ia arahkan batang itu ke perutmu, hanya dalam lima kali kocokan, batang perkasanya yang sudah memerah padam itu menyemprotkan cairan pekat, kental, dan beraroma khas pada atas perutmu.

Berbarengan dengan kamu yang mengeluarkan cairan bening yang menyemprot membasahi selangkangan dan bed cover di bawah tubuhmu. Mengucur deras bagaikan air kencing.

Kamu sendiri tak bisa melepaskan pandangan dari Sukuna yang tengah berlutut di antara tubuhmu sambil mengurut penisnya yang kedutan, dengan kepala yang mendongak, setiap kali mengerang atau mendesah jakunnya akan naik dan turun, tubuhnya basah oleh keringat, begitu pula dengan rambutnya.

Luar biasa tampan. Pacarmu tampan sekali saat orgasme. Jadi begitulah rupa kekasihmu saat ia onani sambil membayangkan dirimu.

Pipimu bersemu. Cairan lengket dan panas di perutmu mengalir hingga dipinggangmu. Kamu hanya bisa mengigit bibirmu dengan pipi yang memerah serta pinggul yang sesekali bergoyang-goyang pelan.

Sial, benda itu masih kelihatan besar meski sudah menggantung lemas diantara selangkangan Sukuna setelah seluruh cairan mani nya keluar.

Sukuna ambruk disebelahmu kemudian. Nafasnya naik turun masih dengan tempo cepat, kalian berdua meraup oksigen bersamaan.

Pinggangmu ditarik mendekat oleh Sukuna, membuat sperma nya yang masih ada di perutmu kembali mengalir turun, kini membasahi sprei ranjangmu.

Dengan tidur menyamping dan bertatapan mata, tangan Sukuna perlahan meraba nakas, ia mengambil tissue dari meja kecil disebelah kasur ini.

Ia mengelap sisa spermanya hingga bersih. Seulas senyum puas ada dibibirnya. Kamu meraba lembut wajahnya lagi.

Tubuhmu mendekat ke arahnya. Kamu kecup sayang kening Sukuna, “So, is this love truly feels like? It’s breathtaking. I wanna feel it forever with you Ryomen Sukuna, can I?”

Sukuna tak melepaskan sedetikpun pandangannya darimu, senyumnya kini tampak begitu tulus. “Yes, you can my lady. I’m yours, thank you for loving me back.” Bidiknya sebelum ia menarik kembali tengkukmu dalam ciuman penuh cinta, mengecup bibirmu penuh kasih sayang.

Melelehkan beku dalam sanubarimu seluruhnya, seutuhnya kini kamu tahu bagaimana rasanya dicintai.

Hangat, nyaman, tenang. Tiga hal pertama yang terlintas dikepalamu saat kamu menyandarkan kepalamu pada dada Sukuna. Lengan kekasihmu melingkar, mengelus-elus pinggangmu, kamu sesekali memejamkan mata mendengarkan detak jantungnya yang normal dan teratur.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang hari, tapi rasanya kalian enggan menjauh satu sama lain.

Cuddle setelah melakukan making love seperti ini ternyata sungguh membuatmu tenang.

“Na, kamu mau disini terus? Nanti dicariin bunda gimana?” Kamu yang pertama membuka suara saat kamu teringat alasan membawa Sukuna pulang, tapi kenyataannya hari ini terjadi hal tak terduga. Sampai siang ternyata kalian masih bergelung diatas ranjangmu.

“Emang kamu mau aku pulang?” Tanya Sukuna, pelukannya pada pinggangmu bertambah erat.

Kamu terdiam, sesaat kemudian menggeleng. Rambutmu menggelitik dadanya. Padahal rumahnya hanya didepan rumahmu tapi rasanya enggan sekali melepas momen ini.

“Kamunya aja nggak mau aku pulang, gimana coba nanti kalau aku ke Oxford?” Pertanyaan Sukuna langsung membuat hatimu mencelos. Ah, benar kamu ingin protes padanya tapi yang menyebabkan dia seperti ini juga karena ucapanmu sebelumnya.

“Aku minta maaf, waktu itu aku cuma ngomong asal. Karena aku pikir gak masuk akal semua yang kamu bilang. Aku waktu itu udah 24 tahun. Gak masuk akal buat aku kalau pacaran sama cowo umur 16 tahun. Gak tahunya kamu serius. Maaf aku sebagai yang lebih dewasa juga baru sadar, kalau aku jatuh cinta sama kamu, dan gak bisa handle diriku sendiri buat mengentikan perasaan ini.”

Kamu berujar lirih kemudian menyembunyikan wajahmu dalam pelukannya.

Yeah, love sometimes kinda nonsense noona. Tapi lihat sekarang, ternyata kamu benar-benar jadi wanita pertamaku.” Sukuna mengecup keningmu.

“Lagipula aku nggak keberatan. Noona bikin aku lebih ambisius ngejar akademis demi dapat beasiswa di Oxford. Sebenarnya, aku sudah legal dari umur 20 tahun kan? Tapi tahun lalu aku masih belum lolos. Jadi aku nggak berani nagih apa yang kamu janjikan ke aku. Makanya tahun ini pas aku nyoba lagi buat ikut seleksi dan lolos dapat beasiswa kesana aku excited

Finally I can show you if I was worth to be your man.” Sukuna tersenyum bangga, membuatmu ikut mengulas senyum.

I’m so proud of you. Makasih kamu benar-benar berusaha nunjukin diri kalau kamu serius dan maaf aku sempat berusaha mengabaikan kamu terus.”

“Itu nggak penting lagi sekarang. Lagipula noona udah jadi punyaku.” Jawabannya lagi-lagi membuatmu tersipu malu.

“Ta… tapi nanti kalau di Oxford ketemu yang lebih dari aku gimana?” Kamu memancingnya, Sukuna mendecakkan lidah.

“Siapa sih yang niat cari cewek lain, kalau aku punya wanita kayak noona. Cantik, mandiri, seksi lagi. Mana desahan sama jepitannya enak banget… Ah! Aduh, noona!”

Kamu yang semula baru saja merasa terharu atas apa yang ia ucapkan, berubah malu seketika mendengar kalimat terakhirnya.

“Yakan emang bener!” Seru Sukuna setelah kamu menepuk lengannya tadi.

Ia terkekeh geli melihat bibirmu yang lagi-lagi berubah seperti mulut anak bebek.

“Aku serius. Perlu bertahun-tahun buat aku nunjukin bahwa aku bisa jadi gentleman buat kamu. Nggak salah jelas kamu sebagai wanita dewasa pasti nuntut aku untuk punya kriteria yang sesuai sama mau noona. Mungkin kalau bukan karena yang kamu bilang waktu itu, nggak akan kepikiran buat aku untuk bisa dapet kampus terbaik.”

Kamu terenyuh, sejak kapan dia tumbuh begitu dewasa seperti ini.

By the way, kamu ngambil fakultas apa, Na?”

Archaeology & Anthropology. You know I’ve always had an interest in the whole history of humans, all creatures in past lives, and earth.” Jawab Sukuna penuh rasa antusias. Kamu tertawa ringan melihatnya.

Yah, dia selalu suka menyibukkan diri dengan ensiklopedia serta channel tentang sejarah sejak kecil memang.

It’s suit on you.” Acakmu pada rambut Sukuna. Suasana menjadi hening lagi ketika Sukuna tidak menjawab pujianmu namun sesaat keningnya berkerut, memikirkan sesuatu.

Sukuna berucap tiba-tiba, “Tapi noona disini nggak boleh ya dideketin orang lain juga! Awas aja kalau sampai pas di Inggris nanti aku denger kamu ada apa-apa sama cowok lain. Aku bakal balik kesini, minta dinikahin sama kamu ke bunda.” Ia berseru. Jelas sekali bukan ancaman. Kamu paham sekali ini merupakan perintah absolut dari Sukuna.

Matamu membulat, sambil mendengus kamu menepuk kembali pundaknya, oh dia mulai overthinking lagi, “Belum juga kita LDR loh, Na.”

“Ya makanya. Karena belum LDR aku kasih tahu dulu. Inget pokoknya, noona. You’re all mine, I’m not sharing, and I’m not forgiving betrayal. But still, I’ll drag you everywhere I go, ’cause you gonna be live dan die only for me. Forever.

Tubuhmu bergidik. Tidak bohong, sorot matanya yang menggelap, nada rendah dari suaranya serta cengkeraman nya pada pinggangmu yang menjadi kuat. Menghantarkan perasaan ngeri pada benakmu. Sisi lain dari dirinya, bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk dibuat main-main.

Tapi tetap saja. Mau bagaimana lagi perasaanmu pada Sukuna sudah valid, jadi alih-alih menjauh kamu malah mengusap punggungnya.

“Kamu nggak perlu khawatir akan apa-apa dan mikirin hal yang sejauh itu. I know your devil must be can’t believe me easily. But here I’m surrendering to you. Why would be I looking for something else when I got everything I need on you, Ryomen Sukuna.”

Suasana hening kembali. Namun seulas senyum yang nampak dibibir kekasihmu, seakan pertanda jika Sukuna puas atas jawaban yang kamu lontarkan.

Then would you like to promise me one thing, noona? Please marry me after my lecture done and I got my degree.

Jadi kamu nggak perlu ngerasa sendirian terus, tolong kasih aku izin untuk bisa bikin kamu merasakan rasanya punya keluarga yang bahagia, noona. Please, wait for me. I know maybe it will take a time, but I promise you it worth.

Oh, Tuhan…

Kamu tertegun sesaat, entah sudah berapa kali Sukuna dan kata-kata mampu membuatmu merasakan perasaan yang bermacam-macam seharian ini. Kamu yang biasanya hanya merasa hampa, kini selalu merasakan perasaan bercampur aduk, perasaan yang tak bisa terungkapkan.

Moonstruck.” Kamu bergumam sambil menatapnya tak percaya.

Sukuna tersenyum tipis. “If it’s about you, right maybe I was unable to think and act normally ’cause I’m in love. But, the idea of marrying you, I’m 100% sure it’s all I want. To grow old with you. Without thinking about our age or how much time we have. So what do you think about my future plan, noona?

Dadamu bergemuruh mendengar perkataannya, bibirmu bergetar saat kamu mengigitnya guna menahan tangis, namun sia-sia. Tangismu pecah, air mata haru penuh kebahagian itu mengalir deras dipipimu.

Honestly, I don’t have any vision about us, but you have to know you are the best thing I never plan, Ryomen Sukuna. I hope you never change your plans with me and please, let me love you for the rest of my life too.

Kamu memeluknya erat. Sukuna membalas dekapan hangatmu, Ia mendesah nafas lega. Membiarkanmu menangis dalam pelukannya.

Mencurahkan rasa cintamu yang tak terlukiskan dalam dekapannya. Oh Tuhan, kamu menemukan bagian patah yang selama ini hilang dari dalam jiwamu dalam diri Ryomen Sukuna, dan kali ini kamu yakin sepenuh hati tak mau melepaskan dirimu darinya.

Love is wonderful. Now you know why, love is wonderful when you are loved by the right person, at the right time. Sometimes it’s nonsense and mesmerizing. Love is never wrong, but the people are. But, none of it is your fault. In love isn’t a crime or a disease. It’s the true feeling that comes from the bottom of your genuine heart.

And when you meet your dearest one, your entire life will be worth it to that person.

Epilog

4 Years Later

Hilir mudik di bandara seakan tidak membuat degupan keras di jantungmu sirna. Matamu memandang lurus ke arrival gate menanti pujaan hatimu yang akan pulang hari ini.

Dress cantik, rambutmu yang terurai rapi, dengan makeup yang membuat dirimu tambah terlihat manis, kamu persiapkan sepenuh hati demi ingin terlihat sempurna saat menyambutnya.

Usiamu 33 tahun sekarang. Empat tahun berlalu dengan cepat sejak hari itu, dimana kamu dan Ryomen Sukuna resmi menjadi sepasang kekasih.

Ya, sampai hari ini juga pria itu ternyata menepati janjinya untuk tetap bersamamu.

Empat tahun jelas bukan hal yang mudah dalam menjalani long distance relationship. Beberapa kali kamu merasa kesepian tapi bagaikan memiliki telepati, Sukuna selalu menghubungimu tepat disaat kamu membutuhkan dirinya. Meyakinkan kamu bahwa ia tak akan berpindah kelain hati bahkan ketika raga kalian sedang jauh.

Lalu setelah empat tahun penantian panjang itu, hari ini adalah hari yang kalian tunggu-tunggu. Sukuna akhirnya menyelesaikan studinya di Oxford, mendapat gelarnya sebagai sarjana Arkeologi.

Dan disanalah dia, keluar dari gerbang kedatangan. Dengan dengan beberapa koper besar yang ia bawa, tersenyum lebar dengan matanya yang cerah, Sukuna dengan mudah menemukanmu di antara ratusan manusia yang berlalu-lalang di sekitarnya.

Kamu pun bisa menangkap sosoknya dengan mudah. Kekasihmu yang kini berusia 25 tahun, nampak jelas lebih maskulin. Rambut merah mudanya kini ia biarkan memanjang, diikatnya menjadi man bun, tubuhnya jelas tinggi menjulang, serta tato pada lengannya yang ia buat sejak kuliah di Inggris, tak tertutupi oleh lengan kemeja putih miliknya, membuat Sukuna nampak begitu menonjol di kerumunan.

Kamu baru melambaikan tanganmu tapi bisa kamu lihat Sukuna sambil menyeret kopernya berjalan cepat dengan langkah kaki lebarnya menuju ke arahmu. Menubruk tubuhmu yang ia peluk erat.

Kamu sempat oleng ketika tubuh gagahnya merengkuhmu dalam pelukan hangat penuh kerinduan. Begitu erat, seakan kalian sudah terpisah selama ratusan tahun lamanya.

Welcome home, my dearest one.” Kamu berujar dalam dekapannya. Matamu basah karena akhirnya mendekap tubuh ini lagi, “Aku kangen banget, padahal 8 bulan lalu sudah pulang ya.” Sukuna berujar manja, tanpa malu ia menenggelamkan dirimu dalam dekapannya. Ia berceloteh sambil mengecup kening dan pelipis mu beberapa kali.

Congratulations for your graduation.” Kamu hanya terkekeh sambil mengucapkan selamat padanya.

Shall we go home now?” Kamu melepaskan pelukannya. Tanganmu terulur hendak menggandeng Sukuna. Diterimanya uluran tanganmu oleh pria itu. Tanganmu di genggamnya erat.

No. We should go to church. Let’s get married. You promised to me four years ago, remember?

Matamu membulat seketika. Tawa Sukuna terdengar jenaka di telingamu. “Seems like you remember it. It means you will marry me, right?

Kamu ikut terkekeh, langkahmu yang semula mengikutinya berhenti. Kamu berjinjit, dan mengecup pipi kekasihmu itu. Mata Sukuna ikut membulat, ia tersenyum malu.

Mengacuhkan tatapan beberapa orang yang melihat kalian bermesraan di bandara, kamu memberanikan diri menangkup kedua pipi Sukuna, kamu mendaratkan satu kecupan lagi di bibir kekasihmu yang tercinta ini.

Yes, I do. Let’s get married Ryomen Sukuna.

THE END

vixen

just a girl who likes to write about her imagination