Perempuan dalam Sejarah

Wafa Ama
3 min readApr 26, 2020

--

Kartini.

Setiap tahun kita memperingati hari kartini.

Semua manusia khususnya perempuan mempunyai caranya

masing-masing untuk mengigat jasa perempuan hebat ini.

Menjadi seorang yang berjiwa kartini tidak mudah tetapi juga bukan hal yang mustahil untuk diikuti.

Dalam memaknai hari Kartini, ada banyak hal yang bisa kita petik dari jejak perjuangan perempuan hebat ini, mari mengigat kembali perjalanannya.

Kanjeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Dan hari ini sudah memasuki tahun 2020. Hampir 1 abad lebih ia resmi menjadi perempuan yang dikenang akan perjuangannya terhitung hari sejak kematiannya pada tahun 1904 M. Manusia Nusantara menyebutnya sebagai hari Kartini.

Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya.

Ibu kita Kartini, pendekar bangsa, pendekar kaumnya, untuk merdeka.

Wahai ibu kita Kartini, Putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya, bagi Indonesia.

Ibu kita Kartini, putri jauhari, putri yang berjasa, se-Indonesia.

Begitulah sedikit penggalan lantunan lagu untuk mengenangnya.

Meski lahir dari keluarga bangsawan, tapi jiwanya tidak pernah berhenti untuk memerdekakan dan melindungi rakyat kecil, khususnya perempuan. Pada era Ibu Kartini, kedudukan perempuan tidaklah semerdeka hari ini. Dulu, perempuan tidak layak mendapatkan pendidikan yang tinggi. Bahkan, di saat umur yang masih belia, perempuan tidak boleh menolak apabila ada yang hendak meminangnya. Belum lagi, apabila ternyata dia hanyalah istri yang kesekian dari yang meminang. Entah itu istri ke-lima, enam, atau bahkan sepuluh.

Tidak hanya itu, buku-buku seperti barang yang paling haram untuk di genggam para wanita. Bagi kebanyakan para laki-laki, perempuan tidak boleh mengungguli para laki-laki baik dari segi keilmuan apalagi kedudukan. Sangat tidak boleh. Oleh sebab itu, Kartini muda diam-diam membaca buku pemberian kakanya di dalam kamarnya. Hawatir jika ketahuan oleh ibu tirinya.

Dengan bekal ilmu yang ia dapatkan, Kartini muda mulai menulis segala hal yang berkaitan dengan emansipasi wanita. Bahwa wanita alias perempuan juga mempunyai hak yang sama dalam berkarya dan berkarir. Wanita tidak hanya sekedar barang yang bisa dikawin-ceraikan begitu saja. Ia punya hak untuk menjadikan dirinya lebih berdaya guna. Ia punya hak atas setiap keinginan dalam dirinya, bukan hanya sekedar barang yang harus menerima setiap ketetapan dan ketentuan yang membatasi mereka. Bahwa wanita, adalah ciptaan Tuhan yang juga berhak untuk menyuarakan apa-apa yang baginya berhak untuk disuarakan.

Berkali-kali Kartini muda di minta untuk dipinang. Kartini muda pun menolaknya berkali-kali. Baginya, ada banyak hal yang lebih penting untuk difikirkan daripada harus di nikahkan secara paksa. Kartini muda, hanya akan menikah atas kemauannya sendiri dengan pria yang dipilih dan bukan atas paksaan siapa-siapa. Kartini muda hanya ingin mengembalikan esensi dari sebuah pernikahan itu sendiri yang mungkin sudah hampir hilang. Dulu, kebanyakan pernikahan tidak dilandaskan atas keinginan mempelai perempuan. Semuanya terpaksa. Entah karena faktor ekonomi, keluarga, bahkan politik. Perempuan tidak berhak untuk menolak pinangan yang datang apalagi pinangan tersebut datang dari kalangan bangsawan.

Betul kata Carlos Maria D. dalam bukunya yang berjudul Rumah Kertas, bahwa buku itu sangat berbahaya. Sebab dari buku lahirlah pengetahuan-pengetahuan yang memaksa seseorang untuk melakukan perubahan. Semakin dia diam, semakin gelisah dirinya dan semakin berontak pula dirinya. Begitu pula sang Ibunda Kartini, Semangatnya untuk memperjuangkan para perempuan lahir dari buku-buku yang ia baca. Baginya, ilmu pengetahuan adalah sumber daya yang tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah cukup. Dari ilmu pengetahuan, lahir kesadaran menjadi sosok untuk bangkit dari segala ketidak adilan.

Di era sekarang, kira-kira sejauh mana para perempuan menghargai perjuangan sang Kartini. Sudahkan perempuan hari ini lebih menghargai dirinya sendiri? Sudahkah perempuan hari ini membuktikan keberdayaan dirinya? Sudahkah perempuan hari ini menjadi ibu yang lebih terdidik?Sebagai bukti dan rasa Terimakasih kepada sang Ibunda atas segala perjuangan yang telah ia perjuangkan. Semoga demikian. Terimakasih Ibunda.

Perempuan hari ini adalah Kartini hari ini. Menjadi Kartini bukan berarti harus berpenampilan layaknya ibunda Kartini terlihat. Tetaplah menjadi versi diri kita masing-masing namun memiliki jiwa dan semangat layaknya sang Ibunda.

--

--

Wafa Ama

the quality of self is not formed in one day at a time, it is shaped throughout life. always.