waterfallee
3 min readJan 3, 2023

at dipo restaurant

“Lo ngapain masih bengong di situ Mei?” tanya salah satu pelayan pada Meira yang dari tadi terdiam di dekat pantry, tatapan matanya kosong, pikirannya tengah tertuju pada rentetan tunggakan yang harus ia bayar akhir bulan ini.

Kontrakan, biaya semesteran, biaya makan, biaya bensin, biaya hidup Mamahnya, dia benar-benar kalut hari ini. Tabungan untuk biaya hidup sisa sedikit, jika dia masih belum mendapatkan gaji dari Dipo Restaurant, kemungkinan besar tabungan kuliahnya lah yang akan menjadi korbannya.

Meira menggeleng setelah dibantu sadar bahwa dirinya harus bekerja, “Ada pelanggan ya Mbak?”

Si pelayan yang menegurnya mengangguk, lalu memintanya mengantar pesanan menu untuk pelanggan di meja nomor 13. “Tadi mereka nanyain lo mulu, kayanya temen lo deh,” tutup si pelayan setelah memberi perintah, lalu melenggang pergi ke belakang, kini bagian dia yang harus mencuci piring.

Meira berjalan, keluar dari bagian dapur dan segera mencari meja nomor 13. Meira melongokkan kepalanya pelan, matanya melihat punggung seseorang yang tidak asing di netranya. Dia tahu bagaimana bentuk wajah di balik punggung itu. Kakinya melangkah dengan segera, wajahnya berbinar, matanya penuh rona, pipinya seolah terbakar api yang tersipu.

“Lo kok malah balikan sama Meira Ndan? Nggak malu lo? Padahal berita putus lo udah masuk base kampus” tanya salah satu kawan Bondan.

Mereka berempat masih belum menyadari bahwa Meira, sosok yang tengah mereka obrolkan tengah mencuri dengar pembicaraan.

Bondan menggeleng, Meira tersenyum lega-

”Bukan malu lagi Dam, capek banget malah, tapi ya gimana lagi, gue kasihan kalau harus mutusin dia.”

Bisakah kalian dengar suara ekspektasi dan kebahagiaan yang tengah retak itu? Ohhh lihat itu, tangan Meira menggenggam nampan begitu kuat, buku-buku jarinya memutih karena darah tak bisa mengalir dengan baik. Netranya tak bisa melepaskan pandangan dari punggung yang tengah membelakanginya.

“Ya lagian masa taruhannya udah lewat tapi masih lo lanjutin aja,” lanjut si laki-laki yang duduk tepat di hadapan Bondan.

Yang ada di sebelahnya ikut menyamber, “Lo juga udah nerima action figurenya Ace dari Gaga kan?”

Meira semakin tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ohh, dia merasa dirinya begitu menjijikkan karena harga diri dan perasaannya hanya setara dengan harga action figure salah satu karakter anime One Piece itu.

“Ya bentar lagi kayanya mau gue putusin, nunggu waktu yang tepat aja, gue juga mau deketin Kala deh kayanya, hahaha, ” lanjut Bondan diakhiri tawa yang sedikit menggelegar. “Dia kayanya suka sama gue, akhir-akhir ini dia sering chat gue juga,” mereka berempat masih saling bercengkrama tanpa melihat keberadaan Meira, “random nanya-nanya hubungan gue sama Mei gimana,”

Si laki-laki di sebelah Bondan tertawa, “Ya mending sama Kala dah Ndan, kalau sama Kala kan imbang, lo bisa nikmatin masa pacaran lo kaya orang lain, lo nggak akan ngerasain malem mingguan di depan minimarket yang kalau hujan bau gotnya ikut neduh,”

Bondan tertawa, “Gue juga capek anjing, Mei terlalu susah buat gue hadepin, kaya tiap kali gue ketemu dia bukannya seneng tapi malah kasihan anjing, gue kalau lagi sama dia iba mulu bawaannya,”

Meira dengan tergesa mengambil langkah mendekat, membuat dua teman Bondan yang menghadapnya segera menutup mulut.

Nampan sudah ia letakkan di atas meja, “Hi Ndan,” sapanya.

“Makasih buat rasa kasihan dan iba lo selama ini,” lanjut Meira dengan tangan yang menyajikan piring berisi menu pesanan.

“Gue bersyukur banget bisa ngerasain rasanya pacaran sama cowok sedermawan lo yang mau kasihan dan iba ngeliat cewek miskin kaya gue Ndan, makasih ya.”

“Mey,”

“Udah ya Ndan, rasa kasihan dan iba lo udah cukup buat gue, jadi ayo udahan ya,”

“gue yakin lo juga capek akting pacaran sama cewek miskin yang lo jadiin bahan taruhan buat action figure, dan gue juga udah nggak sanggup nampung semua kebaikan lo ke gue lagi,” sarkas Meira begitu tangguh.

“Meey,”

“Semoga habis ini lo langgeng sama Kala ya Ndan, dia orang kaya, jadi lo nggak perlu buang-buang jiwa dermawan dan rasa iba lo itu.”