Tangannya sudah tidak berdaya, sudah banyak luka yang tercipta disana. Begitu pula dengan bibirnya yang masih mengelurkan darah dari tadi.
“Kenapa harus pakai berantem gini sih?” Sang perempuan masih bisa protes, walau sambil menangis sekarang. Lelakinya baru saja menghajar banyak orang, di depan matanya.
“Kalau gak gitu gaada kapok nya” jawab Seungcheol santai, masih berusaha menghapus jejak darah di bibirnya. Perempuan itu masih terkejut, ia hanya diam sambil berusaha menenangkan dirinya sekarang.
“Gak usah nangis. Aku lakuin ini juga demi kamu” kata Seungcheol lagi, melihat perempuannya yang tidak berhenti mengeluarkan air matanya dari tadi.
“Aku gak suka kalau semuanya diselesaiin sama berantem gini, Cheol. Kalau mau nonjok orang juga sewajarnya aja, jangan bikin kamu juga luka kayak gitu” jawab perempuannya dengan isak tangis yang semakin menjadi. Lelakinya mendekat, menarik dagu lancip si perempuan.
“Kamu bisa apasih kalau gaada aku? Mau, di gangguin terus sama orang-orang aneh itu?” Suara Seungcheol meninggi, menatap perempuannya tajam.
“Mereka temen aku! Gaada niat mereka buat ganggu aku, Seungcheol” lelakinya seperti sudah muak. Seungcheol menghembuskan nafasnya kasar, sambil mengacak rambutnya yang sudah panjang itu.
“Sana sama temen kamu aja, gausah peduliin aku” kata Seungcheol kemudian berusaha untuk keluar dari ruangan serba putih itu. Ia melangkahkan kakinya dengan langkah yang besar, mau meninggalkan perempuannya disana.
“Kamu pergi, aku juga pergi” kata sang Kekasih, yang berhasil menghentikan langkah Seungcheol keluar dari sana. Seungcheol terdiam, membalikkan badannya kemudian.
“Mau kamu apa?” Tanyanya dingin, menatap perempuannya malas. Perempuan itu mendekat, menarik Seungcheol agar kembali duduk seperti tadi.
“Aku bersihin lukanya, ya” katanya yang berhasil membuat Seungcheol seketika terkutuk akan perkataannya. Bagaimanapun, lelaki sumbu pendek ini sangat mencintai perempuannya.