let me make love to you, all night long.

jay
10 min readSep 28, 2022

--

warning tags //

top!mingyu, bottom!wonwoo, harsh/ vulgar words, usage of lingerie, rimming, multiple orgasm(s), overstimulation

bukannya ia tega merencanakan tidur duluan sebelum menunggu suaminya pulang, ucapan wonwoo barusan hanyalah ancaman kosong.

habisnya pemuda itu kepalang sebal menunggu suaminya yang tak kunjung pulang, padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

wonwoo menatap kasihan pada makanan yang kini sudah terlanjur dingin di atas meja makan, tidak tersentuh sama sekali. padahal dari sore dirinya sudah bersusah payah mencoba meniru panduan dari youtube. tentu hasilnya tidak sama persis seperti di video, but hey, setidaknya masih bisa dimakan.

niat hati ingin makan malam romantis sepulangnya mingyu dari kantor, mungkin juga memakan kue yang sempat dibelinya tadi siang berdua.

tapi wonwoo sudah makan, kok. jelas sudah, daripada maag-nya kambuh lebih baik mengisi perut kosongnya dengan cemilan terlebih dahulu.

wonwoo melempar pelan ponselnya ke matras, tersenyum puas sudah sedikit membalas kelakuan mingyu yang membuatnya jengkel.

netra pemuda itu kembali jatuh pada kaca di hadapannya, sesekali memutar badannya untuk mengecek penampilannya.

ia menyukai bagaimana lingerie pink itu memperjelas lekuk bongkahan bokongnya. desainnya yang berenda tipis tidak terlihat berlebihan dan menambah daya tariknya sendiri, menyiratkan nuansa polos pada sang empunya.

sembari menunggu mingyu pulang, kamar, ranjang, juga sudah ia rapikan.

sesuai janjinya, suaminya benar-benar pulang dengan cepat. suara pintu depan yang terbuka dan tertutup menandai pulangnya mingyu.

tunggu, ini sih cepat sekali.

wonwoo membuat catatan mental untuk memarahi pria kelewat bongsor itu. mana mungkin kan, sampai ke rumah begitu cepat kalau tidak mengebut?

dipakainya asal kaos yang terlampir di atas kursi yang rupanya milik mingyu, terlihat dari cara kain yang menutup tubuhnya itu menggantung hingga pahanya.

belum sampai kakinya melangkah jauh dari kamar, dirinya sudah berhadapan dengan mingyu yang nampak terengah-engah.

hah, hahh- aku cepet kan? bagus deh kamu belom tidur, hehe.”

wonwoo mengernyit sebal, matanya menyipit, “kamu ini, ngebut pasti kan!”

berbeda perkataan dan perbuatan. wonwoo mungkin terdengar ketus, namun tangannya dengan sigap langsung meraih tas mingyu dan mengambil gelas. “padahal dibilangin jangan ngebut, malah dikebut.” gerutunya pelan.

“minum dulu. dasar.”

mingyu menerima gelas yang disodorkan wonwoo dengan cengirannya, dan menghabiskannya dalam sekali teguk. disandarkan tubuhnya ke pinggiran meja dapur, masih mengatur napasnya setelah tergesa menuju ke rumah.

“…mana mungkin aku beneran tinggal tidur sih. nggak mungkin aku gak nungguin kamu pulang, gyu.” ucap wonwoo pelan.

mingyu terdiam mendengarnya. wonwoo memang tipikal pria yang cocok disebut kuudere yang seringkali terlihat kalem dan tenang dari luar. tapi untuk mingyu yang sudah menghabiskan bertahun-tahun dengan wonwoo, tentunya ia tahu wonwoo lebih dari itu semua. dibalik gestur cuek dan kesan dinginnya, wonwoo justru orang paling hangat dan perhatian—tentu dengan caranya sendiri — yang mingyu pernah kenal.

mingyu menaruh gelasnya. kedua tangannya menyelip melingkari pinggang wonwoo, menariknya mendekat. pria yang didekapannya justru terlihat gelagapan, kikuk.

posisinya membuat pria berkacamata itu menaruh kedua tangannya di dada mingyu. wonwoo menatap ke sekitarnya, ke manapun kecuali mata pria di hadapannya. pipinya bersemu.

mereka bukanlah pasangan suami-suami baru. tapi wonwoo memang seperti ini, pemalu. padahal sudah sering bermalam berdua, tapi tingkahnya seperti newlyweds saja. melihat wonwoo yang seperti ini mengingatkan mingyu pada seekor kucing hitam yang canggung. gemas sekali.

“iyaa, cantik. makasih ya udah nungguin aku pulang.” mingyu melirik ke arah meja makan, pandangannya terlihat bersalah. “sampe udah nyiapin makan malem segala, maaf ya aku kemalaman.”

wonwoo menggeleng, sudah tak lagi mempermasalahkan soal itu.

“gak papa, yang penting mingyunya pulang.” ujarnya dengan senyum kecil, matanya melirik mingyu malu-malu.

ya Tuhan, mingyu rasanya ingin teriak melihat tingkah gemas wonwoo. seolah apapun yang dilakukannya selalu menggemaskan di matanya. ia balas wonwoo dengan senyuman lebarnya.

ditundukkan tubuhnya, menutup jarak diantara keduanya dengan kecupan manis, sebuah bentuk apresiasi mingyu terhadap wonwoo.

“lapar? mau makan dulu?” tawar wonwoo begitu keduanya menjauhkan wajah masing-masing.

“laper sih, boleh deh.”

“mau appetizer?”

mingyu menaikkan alisnya, tak biasanya ada makanan pembuka yang disediakan wonwoo. “oh ada? ya boleh aja sih kalo ada. apa emangnya?”

wonwoo kembali menatapnya malu-malu, bolak balik menatap mingyu dan lantai di bawahnya.

“…aku.”

mingyu mengedip. “ya, gimana?”

tangannya yang semula masih bertumpu di dada sang suami, di arahkannya ke belakang. digenggamnya tangan mingyu yang berada di belakang pinggangnya. perlahan didorongnya menjauh, ke bawah.

tekstur kain yang familiar, serta kulit halus yang dirasakannya di ujung jarinya membuat mata mingyu membulat.

“tadi katanya mau aku.” nada bicaranya menggoda, diberanikan dirinya untuk mengunci pandang dengan pria di depannya.

tanpa bantuan tangan wonwoo untuk mengarahkannya, dengan otomatis tangannya menangkup bokongnya. anggap saja itu muscle memory seorang kim mingyu.

dielusnya sebelum meremasnya pelan, membuat sang empunya melenguh pelan. mingyu menikmati bagaimana kelopak matanya menutup sesaat, lengah dengan sensasi yang tiba-tiba menerpanya.

mingyu mendekatkan wajahnya di ceruk leher wonwoo, menghirup bau mint khasnya. hidungnya yang menyentuh kulit membuat bulu kuduk wonwoo naik. bibirnya menyapu kulitnya ringan dengan kecupan-kecupan basah.

“kalau kamu sih bukan appetizer lagi, manis. you’re a whole fuckin’ meal.

dengan gesit, wonwoo digendongnya. ditaruhnya sang suami yang tengah kebingungan di atas meja dapur.

dilebarkannya kaki sang suami, membuat ruang untuk mingyu berdiri di antaranya.

“ih, aku ngapain diangkat ke sini?” tanya wonwoo. padahal tadi ia sudah sengaja membereskan kamar keduanya, berasumsi kalau keduanya akan melakukan aktifitas malamnya di atas ranjang.

mingyu menundukkan tubuhnya, wajahnya kini se-level dengan selangkangannya yang hanya terbalut lingerie tipis. deru nafas hangatnya bisa wonwoo rasakan dari balik kain itu, membuat penisnya berkedut pelan.

“meja itu tempat makan, yes? i prefer to have my meal here.” jelasnya final sebelum menyingkap sebagian dari kain yang dikenakan wonwoo, menampilkan lubangnya yang berkedut.

tanpa peringatan, mingyu menjilat lubangnya. lidahnya ia mainkan dengan lihai, menjilat membasahi lubang masuknya. setelah dirasanya cukup basah barulah dimasukkan lidahnya, menerobos otot anusnya.

wonwoo berpegang pada pinggir meja kuat-kuat, buku-buku jemarinya bahkan sampai memutih. “mingyu!” jeritnya, tak terbiasa dengan kehadiran otot tak bertulang yang tengah memanjakan lubangnya.

jilat, masukkan, putar. dieksplornya lubang rektumnya, tak meninggalkan satu sisipun yang tak terjamah oleh lidahnya.

mingyu melirik ke atas, mengunci pandangannya dengan wonwoo. kacamata yang tak sempat dilepasnya itu tengah menggantung rendah di batang hidungnya, berembun.

h-hahh, mingyu, enak. enak, lagi, hngh.” desahnya.

dengan senang hati mingyu melaksanakan permintaan sang suami, lagipula ia juga menikmatinya. loving the way he falls apart with just his tongue.

dorongan lidah yang bertubi-tubi melesak ke lubangnya yang dibarengi jilatan liar mingyu, membuat perut bawahnya terasa panas, mirip dengan perasaan ketika mendekati klimaks.

sebelah tangannya melayang, mengaitkan jemarinya ke surai hitam sang suami. ditariknya lebih dekat wajahnya ke selangkangannya, sembari diangkatnya pinggulnya dari meja, menggerakannya seirama dengan tempo yang mingyu berikan.

“g-gyu, mau keluar..” ujar wonwoo memperingati.

mingyu mempercepat pergerakannya, membuat wonwoo menggulingkan matanya ke belakang. nikmat birahi kini menguasai tubuhnya, hanya peduli dengan mengejar pelepasannya.

dicapainya klimaks dengan melantunkan nama sang suami. pinggulnya bergetar kala penisnya memuncratkan cairan putih, mengotori lingerie yang masih membalut kemaluannya.

nafasnya terengah-engah. matanya yang setengah terbuka menatap mingyu yang malah cengar-cengir di bawahnya, terlihat begitu bangga bisa membuatnya klimaks hanya dengan kecakapan lidahnya.

mingyu berdiri, kembali menempatkan dirinya di antara tungkai jenjang wonwoo yang tengah mengangkang. ibu jarinya menyentuh bibir bawah wonwoo, mengusapnya. panas, itu yang wonwoo rasakan. every drag of his touch left a hot trail on his skin, a burning intoxicating taste that left him wanting more.

matanya kelam mingyu yang tadi menatap bibirnya, dialihkannya ke matanya.

bibirnya menyungging miring, “baru lidah aja kamu udah lemes gini, kalo aku ewe gimana nanti?”

wonwoo merengek, “mau. mau mingyu.” rindu rasanya akan permainan suaminya, rindu dengan sensasi lubangnya yang diregangkan sedemikian rupa. bagaimana setiap gesekkannya membuatnya semakin gelap, dibutakan nafsu.

want my cock, sweet thing?” tanyanya yang dijawab anggukan antusias wonwoo.

i’ll gladly fuck you dumb, manis. sampe kamu ngomong aja gabisa.”

sesuai janjinya, wonwoo benar-benar dibuat meracau tak jelas.

tangannya sudah beralih dari meja ke leher mingyu, mengalungkan lengannya di sana guna menahan momentum genjotan sang suami.

bukan masalah temponya, namun tenaganya.

sekali waktu, ucapan minta ‘lebih kencang!’ lolos dari bibirnya, dan benar saja. kim mingyu memang tidak main-main saat bersumpah mau membuatnya kehilangan akal.

ujung penisnya ditarik hingga hampir keluar, sebelum kembali dibenamkannya dalam-dalam.

lingerie pinknya melekat lengket di kulitnya. orgasme keduanya sudah ia lalui tadi, membuatnya kembali harus membasahi selembar kain itu. kejantanannya yang mengeras tercetak jelas karenanya, berkedut-kedut menyedihkan di balik balutan lingerie renda itu.

mingyu dan staminanya yang tak kenal lelah terus saja menggempur lubangnya walau dirinya sudah orgasme dua kali. terlena dengan nikmat duniawi yang ditawarkan mingyu, wonwoo kembali merasakan kejantanannya sendiri yang kembali menegang, terangsang penuh.

kaos yang tadinya masih dipakainya sudah terbuang entah ke mana. kulitnya yang kini terekspos dari kain yang menutupinya seolah seperti kanvas kosong bagi mingyu, dihiasnya indah kulit mulus itu dengan jejak merah ungunya.

bekas gigitan terpampang merah terang di kulitnya. penanda yang ditorehkan mingyu begitu posesif, seolah berniat menandai seluruh tubuhnya dengan meninggalkan jejak dirinya.

have i told you that red is a pretty color on you?” komentar mingyu, ketika menikmati karyanya. ia tidak berbohong, wonwoo memang nampak begitu indahnya dihiasi oleh jejak yang sulit hilang itu. setiap inci kulit leher dan dadanya, seolah meneriakkan kalau dirinya ini, ‘milik kim mingyu’.

“cantik. wonu selalu cantik. aku tandain biar gaada yang rebut, ya?”

wonwoo hanya sanggup mengangguk, mengiyakan segala yang mingyu tanyakan, segala yang ia minta. after all, wonwoo’s whole heart and body belongs to kim mingyu.

mingyu menaruh tangannya di pinggang wonwoo sebelum menariknya turun perlahan.

begitu telapak kakinya menyentuh lantai, dirasanya lulutnya yang lemas dan kakinya yang telah kehilangan tenaganya. beruntung lengan kekar mingyu siaga menopangnya sebelum oleng.

“cape? mau pindah aja ke ranjang?” tawar mingyu. raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran, membuat wonwoo tersipu karenanya.

wonwoo bisa melihat bagaimana dadanya naik turun terengah. sebagian kancing teratasnya sudah terbuka dan dasinya menggantung berantakan. peluh juga membasahi dahi dan dada pria di hadapannya, membuat sebagian poni hitamnya melekat di kulitnya yang basah.

menyadari kontras keduanya, mingyu yang masih lengkap berpakaian — minus penisnya yang sudah menyembul keluar dari kekangan resleting — dan dirinya yang hanya masih memakai dalaman lingerie.

darah wonwoo kembali berdesir semangat, pria itu menggelengkan wajahnya. “nggak, di sini aja. aku gapapa.” matanya mengerling manja pada pria di depannya, “makanan kan ga boleh di bawa ke kamar?” godanya, menekankan niatnya yang masih ingin bercumbu di sini.

pria yang lebih tinggi itu mengecup bibirnya, memagutnya dengan intens. “okay.” mingyu menjilat bibir bawahnya, nafsu birahi masih kental di suaranya.

turn around, sayang. nungging.”

wonwoo mematuhinya. tangannya mengenggam ujung meja sementara ia lengkungkan punggungnya, membuat bokong sintalnya menungging tinggi. seolah-olah meminta kepada mingyu untuk segera memenuhinya lagi.

and he did.

“g-gyu! pelan-pelan, ah ahh!” jeritnya kala penisnya melesak masuk tanpa peringatan.

kalau bukan karena tangan mingyu yang tengah menggenggam pinggangnya, bisa-bisa wonwoo sudah terdorong jatuh lemas ke depan karenanya.

dari posisi ini, lebih mudah untuk mingyu menemukan titik prostat wonwoo, yang langsung didapatnya setelah beberapa kali hentakan, membuat sang suami semakin meracau tak jelas.

digempurnya titik itu, lagi dan lagi. wonwoo sampai tak lagi bisa membentuk kalimat utuh karenanya, hanya gumaman tak jelas. either way, suara yang dikeluarkannya bagai melodi untuk telinganya, memanjakannya, menunjukkan rasa nikmatnya atas permainan mingyu.

egonya melambung, menikmati bagaimana lawan mainnya memasrahkan dirinya untuk disetubuhi dengan brutal.

diseret tangannya naik, menjamah kulit sensitif sang submisif. jemarinya menyapu pelan area sekitar puting yang sudah menegak, memutar dan menekannya. dengan mahir dimainkannya kedua pucuk putingnya, membuat wonwoo makin kehilangan akal.

lehernya dicumbunya dari belakang, lagi-lagi berniat meninggalkan jejaknya di kulit yang belum dijamahnya. wonwoo menengadahkan kepalanya nikmat, semakin mempertunjukkan lehernya untuk mingyu.

lidahnya bermain di area bawah kuping wonwoo, menyesap, mengigit, sebelum mengalihkan mulutnya ke kuping sensitifnya. giginya menggores pelan kupingnya, “enak sayang?”

yang ditanya hanya mengangguk, kepalanya ditolehkannya ke belakang, mengejar mulut mingyu yang tadi bermain-main di lehernya. mingyu mengerti niat sang kekasih, dan memagut bibirnya dalam-dalam. wonwoo mendesah diantara sesi ciuman panasnya, membalas adu bibir mingyu dengan sama liarnya.

dirasakannya gelombang klimaksnya yang kembali mendekat. diketatkannya lubangnya, meremas-remas kejantanan sang suami, membuat mingyu berdesis pelan, “sayangku mau keluar lagi?”

wonwoo mengangguk, “k-keluar, mingyu, hiks, angh ahh — “

iba melihat wonwoo yang tak tahan ingin orgasme, diraihnya penis sang submisif yang masih terbalut kain. suara tersedak dapat terdengar darinya, nyaris berteriak. dikocoknya cepat, disesuaikan dengan tempo genjotannya.

tubuh wonwoo seolah tersengat listrik, kakinya bergelinjang nikmat. lemas, namun masih mengupayakan diri untuk tetap menopang tubuhnya.

a-akh, gyu, ahh hng — !”

klimaks kembali menyapunya, menenggelamkan akal sehatnya sesaat di dalam nafsu. lubangnya berkedut-kedut, menjepit erat penis mingyu yang masih setia menumbuknya. pinggulnya bergetar, jemari kakinya menekuk keenakan.

“kalo dijepit gini, jadi makin sempit, yang. fuck.” geramnya. otot dinding anus yang memerangkapnya, seakan memijat-mijat penisnya yang melesak masuk, perlahan menggiringnya ke puncaknya.

wonwoo bisa merasakan mingyu yang juga sebentar lagi akan orgasme. pinggulnya didorongnya ke belakang, bersamaan dengan mingyu yang menhentakkan pinggulnya. “gyu mau keluar ya? aku bantu yah…” ucapnya menggoda.

alisnya mengerut penuh konsentrasi, sementara mulutnya masih merintih keenakan. melihat suaminya yang manis memaju mundurkan pinggulnya sendiri dan berusaha menyamakan tempo dengannya, merupakan pemandangan yang terlampau panas. and that’s all it takes for mingyu to reach his peak.

shit, i’m cumming, won.”

cairan putih hangat ditumpahkannya, mengalir di tiap lekuk anus pemuda di depannya, memenuhinya begitu nikmat.

rupanya sang bottom juga menjemput klimaksnya yang terakhir. penisnya berkedut-kedut lemas, cairan sperma memuncrat keluar dengan lemah, menodai lantai kayu di bawahnya.

mingyu membenamkan penisnya dalam-dalam, masih terlena dengan hangat yang menyelimuti penisnya dalam nikmat. didorongnya sedikit-sedikit pinggulnya, berusaha melesakkan spermanya lebih dalam lagi, membuat wonwoo yang masih didekapnya merengek.

“g-gyu, ih. jangan didorong terus, hng, s-sensitif tau.” rengeknya, meronta menjauh. bulu kuduknya meremang, saraf-sarafnya terasa seperti benang kusut yang konslet. namun sia-sia, lantaran genggaman mingyu padanya yang lebih erat.

wajahnya dibenamkan ke ceruk leher wonwoo, mendapati rasa nyaman dalam kehangatan yang familiar. “sebentar, let’s stay like this for a while.

wonwoo menolehkan kepalanya ke belakang, dagunya tergelitik oleh rambut mingyu. “ke kamar aja, mingyu.” ucap wonwoo sambil mencubit pelan pipi mingyu, yang langsung disambut oleh rengekan manja khas suaminya.

memang bayi besar, batin wonwoo.

“kamunya enak, yang. anget. kedut-kedut. aku nggak mau cabut.”

wonwoo ternganga mendengarnya, “what.”

“ish, tapi aku pegel tau. atau udahan dulu, ya? itu makanan udah dingin. memang kamu ga laper?” bujuknya.

mingyu tetap keras kepala menggeleng, membuat wonwoo menghela napasnya.

“…yauda ke kamar deh.” gumam mingyu. wonwoo menghela napas lega mendengarnya. jujur saja kakinya sedikit mati rasa, dan pegal setengah mati.

senyum jahil terbesit di wajahnya, “tapi lagi ya, manis? aku masih belom puas.”

“orang gila.”

crazy for you sih yang.”

“sempet-sempetnya gombal?!”

wonwoo memekik kala pria bertubuh tinggi itu dengan handal mengaitkan tangannya di belakang lutut wonwoo, mengangkatnya naik dan langsung membawanya ke kamar keduanya. protes yang semula dilayangkan wonwoo, dalam hitungan menit sudah kembali berubah jadi desahan lagi, menggaung di seluruh sisi rumah.

god knows when the both of them finally stop,

perhaps it was when the first streak of sunlight slip through their blinds.

thank you for reading till the end! let me know what you think of it thru my twitter, this app, or thru this https://curiouscat.live/woncheriie

see u on my next work ;)

--

--