Hal Yang Lucu.

xan,
10 min readNov 12, 2022

--

Hahaha, emosi dia.”

Tawa renyah mengudara begitu saja dari belah bibir tipis pria ini sembari kakinya melangkah menuju pagar depan rumah untuk menemui pemuda yang sekarang sedang ia jahili. Entah kenapa dia senang saja melihat Rafky marah-marah. Lucu. Gemas. Manis. Entahlah, semua jadi satu. Apalagi ketika kulit putihnya mulai memerah bak buah persik, sungguh rasanya ingin Razky makan saja tanpa dikunyah kalau bisa.

“Mana tuh anak ya?”

Tanyanya entah pada siapa sambil menjulurkan tangan untuk menggeser pintu pagar dan melangkah keluar dari kawasan rumahnya. Kepalanya menengok ke arah kanan dan kiri mencoba melihat sekitar hingga pada akhirnya tidak jauh dari kakinya menapak terlihat seorang pemuda berbaju kaos putih masih memakai helm sedang berjongkok membelakangi jalan dan menghadap ke arah motor scoopy abu-abu miliknya.

Dia sepertinya sangat sibuk dengan ponselnya sendiri hingga tidak menyadari bahwa Razky sedang berjalan mendekatinya dari seberang jalan. Pria ini terhenti sejenak untuk melihat kanan dan kiri arus jalan untuk memastikan keamanan dirinya menyebrang. Setelah dirasa aman, kakinya pun dengan santai berjalan dan berhenti tepat di belakang pemuda ini.

Oy.”

Panggil Razky yang membuat Rafky cukup kaget dan refleks menoleh. Wajah itu terlihat cukup kesal dengannya, bahkan baru saja bertemu Rafky seperti sudah sangat siap untuk menerkamnya dengan segala dendam juga amarah yang tergumpal membentuk iblis kejam di hatinya.

“Anjing.”

Umpat Rafky tanpa aba-aba dan alasan jelas. Entah mengapa, ketika matanya melihat wajah pria itu emosinya terasa tersulut. Ingin berteriak mengumpat dan memukulnya kalau bisa meski pria itu hanya sekedar diam dan tersenyum kepadanya. Sedangkan Razky yang memang pada dasarnya sudah ambil kesimpulan bahwa lidah yang tersembunyi di belakang bibir indah itu adalah sebuah pedang yang sangat tajam siap menebas kepala siapapun yang megganggunya meski hanya tentang tersenyum kecil.

“Gue mau bantuin malah dibilang anjing, kasar lo.”

Sahut Razky sambil memasukan kedua jemarinya ke dalam saku celana. Ia terkekeh kecil melihat Rafky mendecak kesal dan ikut bangun untuk berdiri berhadapan dengannya. Matanya menatap masih dengan gumpalan cahaya penuh kesal dan menembak langsung ke titik netra Razky yang seperti tidak berkutik sedikitpun meski tatapan yang diberikan pemuda ini sangat lebih dari tajam yang ia usahakan di mata sipitnya.

Bacot. Lo yang bikin gue emosi.”

“Ya udah iya, maaf ya. Sekarang mending kita bawa motor lo ke bengkel aja gimana? Nanti keburu malam.”

Ajak Razky sambil mulai berjongkok dan mengecek ban motor Rafky yang terlihat lemas sekali. Dia memegangnya dan merematnya pelan, mencoba merasakan ban tersebut lalu menoleh ke arah Rafky menunggu persetujuan pemuda itu.

“Ada emangnya bengkel dekat sini?”

“Ada, gak jauh juga. Sini biar gue yang dorong motornya.”

Tawar Razky dan tanpa persetujuan ia mulai menaikan standar motor Rafky dan mulai mendorongnya. Rafky yang melihat itu tentu saja sedikit kaget dan refleks menahannya. Ingat, dia tidak punya uang untuk bayar ongkos tambal ban. Dia tidak bawa dompet.

“Tunggu, gue gak bawa uang gimana nanti bayarnya?”

Razky menoleh ke arah Rafky yang menjelaskan sesuatu sebelum mereka memulai perjalanan menuju bengkel.

“Gampang.”

Itulah jawaban singkat yang ia ucapkan sebelum beralih mengambil jaket hitam berbulu milik Rafky yang tergeletak di jok ia letakan di bahunya.

Nih bantu pegang hp gue aja, takut jatuh. Kantong gue kecil.”

Pinta tolong pria ini sambil menyerahkan ponsel pintarnya kepada Rafky, dan pemuda itu tanpa protes hanya bisa menerima karena dibantu seperti ini saja sepertinya membuatnya harus mengurangi damage serangan kepada Razky. Meski hanya 10%.

“Jaket gue sini.”

Ucap pemuda ini saat menyadari bahwa jaketnya tersampir rapi di pundak pria itu. Dia tidak enak hati dan beralih mengambilnya untuk dipegang bersamaan ponsel Razky. Setelah dirasa semuanya pas dan seimbang akan tugasnya, mereka pun mulai melangkahkan kaki menuju bengkel yang Razky katakan sebelumnya.

Selama perjalanan, tidak banyak pembicaraan yang mereka bicarakan. Rafky tidak mau memulai karena dia tidak mau banyak berinteraksi dengan Razky yang menyebalkan ini, sedangkan Razky yang bosan dengan keadaan yang hening dan hanya ditemanin suara angin sore mulai mencari topik pembicaraan.

“Lo dari SMPN 1 ya, Ky?”

Tanyanya mencoba memancing terbentukan sebuah obrolan sembari menemani mereka menuju bengkel yang terasa jauh kalau berjalan dalam keheningan.

“Ya lo liat seragam gue tadi gak baca gue dari mana?”

“Gak sempat liat, seharian liat senyum lo aja soalnya gue.”

Pria itu santai, terlewat santai mengucapkan kata yang bahkan bisa membuat dunia siapapun jadi berhamburan seketika, bahkan termasuk Rafky. Hanya saja dia masih gengsi mengakuinya. Rafky yakin, rasa gugup ini hanya bentuk dari pertahanan emosi yang menggebu-gebu di dalam dadanya. Bukan tentang salah tingkah apalagi bawa perasaan. Dia masih normal, dan dia merinding digoda seperti ini. Dia normal. Catat.

Stop godain gue, gue normal. Sorry.”

“Besok belok.”

“Anjing lo.”

Umpat Rafky sambil menendang kaki Razky pelan dan membuat pria ini tertawa renyah. Senang sekali rasanya membuat Rafky emosi.

“Aneh lo, ganteng ganteng sukanya yang ganteng juga. Cari yang cantik lah.”

“Siapa emangnya suka yang ganteng?”

“Lo.”

“Gue, siapa orang ganteng yang gue sukain?”

“Gue.”

“Emang lo ganteng?”

Bangsat. Razky ini pintar sekali membuat keadaan terbalik menjadi memojokan Rafky hingga terjadilah sesi penendangan kedua dan itu kembali membuat tawa Razky kembali terlepas bebas bersatu dengan angin sore.

Lah hahaha, gue nanya kok ditendang? Aneh banget bocah prik.”

(author notes; tulisan [ prik ] di atas bukan kesalahan penulisan tapi memang ditulis sesuai dengan pengucapan oleh Razky.)

Ejek Razky bersamaan tawanya yang berhasil membuat wajah Rafky menjadi seperti buah persik. Memerah samar dan terlihat begitu menggemaskan karena amarah menyelimutinya.

“Iya, gue ganteng. Ganteng banget plus plus. Makanya lo suka kan?”

“Emang yang ganteng lo doang?”

Lihat, Razky ini memang paling senang sekali menggoda Rafky dan membuatnya tersulut emosi. Ada yang suka memancing dan ada yang mudah terpancing. Indahnya kombinasi dua anak Adam ini ketika bersama.

“Kalau yang ganteng cuman gue doang kenapa? Dan kalau yang ganteng bukan cuman gue doang kenapa? Hah?”

Emosi Rafky sambil memindahkan letak jaketnya yang awalnya di bahu kiri menjadi di bahu kanan. Matanya masih lekat menatap Razky tajam, sedangkan mata pria itu malah tersenyum bersamaan bibirnya pun ikut senyum.

“Ya kalau yang ganteng cuman lo gue gak punya pilihan lain selain suka lo-”

Pria ini tersenyum dan menarik nafas pelan sebelum kembali melanjutkan ucapannya yang sempat teeputus.

“-dan kalau yang ganteng itu bukan cuman lo gue bakal tetap pilih lo karena gue maunya sama lo.”

Tidak perlu menanggapi apapunagi, Rafky hanya perlu bergerak untuk memberikan tendangan ketiga kalinya kepada Razky. Pipi hingga telinganya memerah total. Dia malu, tapi tida tahu malu karena apa. Sedangkan Razky yang kembali ditendang hanya meringis kecil, walaupun tendangannya hany terasa seperti main-main tapi ini tetap saja berasa.

“Kenapa dah suka bener tendang gue? Gue tendang balik nih.

Ancam Razky sambil tertawa pertanda tidak ada kesungguhan di dalam ancamannya dan sudah dipastikan 100% tidak akan pernah terjadi karena dia tidak setega itu harus menendang Rafky yang termanis ini.

“Ayo, kelahi kita!”

Tantang Rafky sambil mengepal tangan dan mulai memasang kuda-kuda untuk berkelahi dengan seorang Razky. Namun apa yang dia dapat hanyalah tarikan lembut pria itu untuk mendekat dengannya sambil memperhatikan sekitaran jalan.

“Minggiran, takut keserempet motor. Badan lo udah kecil nanti tambah kecil.”

Tegur pria ini lembut karena takut hal-hal berbahaya menimpa Rafky mengingat posisi berjalan pemuda itu cukup rawan di bahu jalan. Sedangkan Rafky dia hanya terdiam dan membuang pandangan sambil memudarkan perlahan kuda-kuda berkelahinya, antara malu dan salah tingkah diperlakukan seperti ini. Pipinya memerah lagi dan Razky yang melihat itu hanya bisa terkekeh gemas dan memukul pelan helm yang dikenakan oleh pemuda ini.

“Anak pinter.”

Puji Razky layaknya sedang memperlakukan anak kecil dan itu membuat Rafky kembali kesal lalu memilih menepis tangan pria ini menjauh. Langkah mereka kembali ke tahap awal yaitu penuh dengan keheningan sore, hingga pada akhirnya mereka sampai pada tempat tujuan — yaitu bengkel — dengan cepat salah satu pekerja bengkel ini melayani mereka sekedar bertanya apa yang mereka perlukan.

“Tambal ban depan, Pak.”

Ucap Razky yang memulai sebuah pembicaraan dengan pekerja bengkel, sedangkan Rafky hanya berdiri di belakangnya memperhatikan bagaimana pria itu terlihat sangat akrab dengan tukang bengkel satu itu. Selagi menunggu, Rafky memilih untuk melepas helmnya dan meletakannya di sebuah bangku panjang. Setelah itu dia ingin duduk karena sepertinya akan cukup lama menunggu proses penambalan ban tersebut. Namun, belum sempat sedikitpun pantatnya menyentuh bangku, Razky sudah menghentikannya lebih dulu.

“Jangan duduk di situ, kotor.”

Tegur pria ini sambil menahan Rafky agar tidak jadi duduk. Pemuda yang ditegur hanya memutar bola matanya malas, dia lelah berdiri terus menerus. Dia bukan anak Paskibra yang tahan berdiri lama seperti Razky.

“Gue capek, nanti juga pulang tinggal mandi lagi. Baju tinggal dicuci.”

“Kotor Rafky, itu kumannya bisa bikin pantat lo kelap-kelip mending jangan.”

“Gue mau istirahat, di mana kalau gak di sini?”

Tanya Rafky sambil bersidekap dada, sedangkan Razky hanya menoleh sekitaran dan melihat di seberang bengkel ini ada sebuah toko Alfamart. Dia tersenyum dan menunjuk ke arah toko tersebut, Rafky ikut menoleh dan melihat ke arah yang pria ini tunjuk. Di depan toko itu ada dua kursi dan satu meja kosong. Mereka bisa duduk di sana sepertinya.

“Kita ke Alfamart aja ayo, cari minum sekalian. Gue haus.”

“Serah.”

Final yang lebih muda karena merasa sudah tidak punya tenaga lagi barang untuk berdebat dengan Razky yang selalu punya 1001 jawaban untuk meng-counter dirinya. Dia lebih memilih mengalah dan mengikuti pria itu berjalan menuju seberang jalan, terserah dia mau apa di sana. Rafky yang tidak punya uang hanya butuh kursi toko itu saja untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya yang sudah sangat lelah dengan segala kegiatan di sekolah di tambah juga harus berjalan mencari bengkel. Menyebalkan, rasanya seperti tulangnya akan remuk jadi serpihan debu sekarang juga.

“Sini jaketnya gue bawain.”

Tawar pria ini namun juga sekalian mengambil alih jaket tersebut dari bahu Rafky membuat pemuda ini menatapnya memicing. Kesal dengan segala tingkah Razky yang selalu seperti kilat.

“Hp gue masih sama lo kan, Ky?”

“Iya, mau ambil.”

“Gak, pegangin aja. Gak perlu juga.”

Ucap Razky sambil tersenyum dan berhenti berjalan untuk melihat kiri dan kanan sebelum menyebrang, begitu pula Rafky. Setelah merasa aman, mereka mulai melangkah menyebrang. Namun sebelum itu Razky terlihat mengulurkan tangan dan Rafky menatapnya bertanya.

“Mau pegangan?”

“Lo kira gue anak kecil kah?”

Sahut Rafky kesal dan memilih untuk berjalan mendahului pria yang kini hanya bisa terkekeh dan mengepal tangannya untuk kembali ia simpan. Kali ini mungkin Rafky tidak mau, tapi siapa tahu besok? Mungkin saja dia mau. Semoga saja.

“Beli minum dulu sini ikut gue.”

Ajak Razky sambil berlari kecil mensejajarkan langkah dengan Rafky. Pemuda itu menoleh dan menatapnya tajam. Ia pikir Razky lupa bahwa dia tidak membawa uang sepeserpun sekarang.

“Gak haus. Gue mau duduk aja.”

“Gak boleh duduk kalau gak belanja.”

“Ya lo aja sana masuk, gue nunggu di luar.”

Ucap Rafky sambil mulai menarik bangku, namun sayang dia tidak jadi duduk karena Razky secara paksa menyeretnya untuk ikut masuk ke dalam Alfamart.

“Anak anjing, anak babi, anak kadal.”

Umpat pemuda ini selengkap-lengkapnya kebun binatang, namun Razky yang mendengar itu hanya tertawa renyah dan tidak perduli kalau Rafky meronta lepas dari tarikannya ke dalam toko.

“Lo mau beli apa?”

Tanya Razky kepada Rafky saat sudah berada di dalam toko, sedangkan yang ditanya hanya menatap tajam dirinya. Razky ini benar-benar terlewat menyebalkan, andai tubuhnya sedikit saja lebih besar dan menyamai Razky sudah dari tadi dia baku hantam. Tapi sayangnya dia memiliki tubuh sedikit lebih pendek juga lebih kurus dari Razky, sudah dipastikan kalau mereka berkelahi dia kalah telak. Tapi itu juga masih perkiraan, boleh dicoba namun untuk sekarang dia benar-benar tidak punya tenaga lagi, sungguh.

“Gue gak mau beli apa-apa.”

“Gue ganti nanyanya, lo mau apa?”

Sekali lagi pria ini bertanya dengan kalimat pertanyaan yang katanya ia ganti namun tetap terasa sama bagi Rafky yang tidak paham.

“Gue gak mau apa-apa.”

Tolak Rafky sekali lagi dan Razky hanya menghela nafas lemah karenanya. Pemuda satu ini selain keras hati ternyata juga keras kepala. Kalau begini berarti sudah ada hilal bahwa dirinya memang harus bekerja lebih keras untuk masuk ke dalam hidup seorang Rafky Pramudia.

“Ya sudah, gue yang bakal beliin lo yang gue mau.”

“Gue menolak.”

Jawab Rafky cepat, ia bersidekap dada dan menatap pria itu remeh. Sedangkan Razky hanya tersenyum manis dan menaruh jaket Rafky di bahunya sambil berjalan mendekati pemuda ini.

“Gue memaksa.”

Ucap pria itu rendah bahkan layaknya sebuah bisikan yang hanya mereka berdua mampu mendengar. Tatapannya matanya begitu menembak jauh ke dalam netra bening Rafky yang membuka lubang penuh amarah seperti siap menggelamkan Razky di dalamnya.

“Ayo beli beli, biar cepat duduk nanti keburu diambil orang.”

Ajak Razky sambil berjalan mendahului Rafky, pemuda ini menghentakkan kakinya kesal namun tetap saja mengikuti langkah pria itu mulai menyelusuri lorong rak-rak penuh akan makanan.

Razky mulai mengambil satu persatu makanan yang dia mau, sedangkan Rafky hanya diam seperti anak bebek mengikuti induknya.

Wah ada diskon beli dua gratis satu, gue beli empat. Ky, lo suka stroberi apa coklat?”

“Coklat.”

Jawab Rafky seadanya sambil menatap sekilas-sekilas makanan lain tanpa ada keinginan untuk menatap Razky sedikitpun, sedangkan pria yang tadi menawarkan makanan hanya tersenyum kecil.

“Kalo gue sih sukanya lo.”

Goda Razky yang tentu saja menghasilkan tatapan tajam dari Rafky, namun tidak lama karena pemuda itu dengan cepat pula membuang pandangan dan lebih memilih berjalan menjauh dari pria ini.

Bacot asu.

Razky tertawa dan mengejar Rafky yang menuju lemari pendingin dan membukanya tanpa niat mengambil apapun. Hanya sekedar ingin merasakan hawa dingin yang kulkas itu berikan.

“Ambilin air mineral satu, Ky.”

Pinta Razky dan Rafky hanya menurutinya dengan pergerakan malas juga terpaksa. Namun, saat ia ingin mengambil tidak sengaja matanya melihat deretan kotak susu Ultramilk coklat favoritnya di sana. Dia mau, tapi dia malu meminta kepada Razky. Sedangkan pria ini yang paham dengan binaran yang dipancarkan mata Rafky ke arah susu kotak itu hanya bisa terkekeh dan menepuk-nepuk pundak pemuda ini pelan.

“Ambil aja susu Ultramilknya kalau mau. Gak usah malu-malu monyet, Ky.”

Suruh Razky dengan nada yang sedikit menyebalkan, Rafky yang mendengarkan itu hanya menatapnya kesal.

“Gue ambil semuanya baru tau rasa lo.”

“Ambil aja semuanya.”

Suruhan Razky semakin menjadi-jadi sedangkan Rafky hanya kembali meledeknya dengan wajah yang sengaja ia jelek-jelekan. Ia mengira Razky hanya menggodanya.

Imbil iji simiwinyi, nyinyinyi.

Balas pemuda ini sambil menyerahkan sebotol air mineral dan tidak lupa juga mengambil satu kotak Ultramilk coklat untuknya. Razky yang menerima itu hanya tersenyum menatap Rafky yang menatapnya bertanya tentang apa yang lucu dari pertikaian mereka? Dasar pria aneh.

“Apa?”

“Gak, gak ada apa-apa. Yakin cuman satu?”

“Yaudah gue ambil dua.”

“Gak mau satu kardus aja? Hitung-hitung buat lo bawa MPLS nanti.”

Tawar Razky dengan wajah polos menyebalkannya. Rafky tidak habis pikir dengan pria ini, apakah dia punya banyak uang atau dia anak orang kaya raya? Gaya sekali mau membelikannya satu kardus susu Ultramilk.

“Lo kalau mau ngelawak ikut Stand up comedy aja, jangan di depan gue.”

Jawab Rafky sambil berbalik dan ingin mengambil kembali satu kotak Ultramilk di dalam kulkas, sedangkan Razky hanya memilih terkekeh dan bersandar di pintu kulkas sambil bersitatap dengan Rafky yang kini juga menatapnya.

“Gue gak ngelawak Ky.”

Pria itu tersenyum manis.

“Lagian, ngapain juga gue ngelawak kalau yang lucu kan sudah ada lo di sini.”

Tuhan, bolehkan Rafky memasukan Razky ke dalam kulkas Alfamart sekarang juga? Dia tidak sanggup lagi.

….

--

--