Seduh part 2
Setelah apa yang terjadi di rumah Zea aku tidak bisa berhenti memikirkan momen itu. Setiap suara menyeduh di kantor mengingatkanku padanya, wangi kopi yang di sajikan tiap pagi oleh sekretarisku terasa tidak harum lagi. Semua hal yang terjadi membuatku semakin merindukannya, entah apa yang kupikirkan.
Entah mengapa saat aku mengunjungi quartz di waktu rutinku kedai itu terlihat ramai,aku jadi ragu apa Zea akan memiliki waktu untuk berbicara denganku. Hari itu aku hanya memandangi Zea dari luar kedai, disaat dia sibuk pun tetap terlihat pesonanya yang begitu memancar, tiap senyum yang dia curahkan ke pelanggan membuat hatiku nyaman walaupun aku tahu senyuman itu bukan untukku, tak lama kemudian aku pergi dari kedai itu tanpa menyapa Zea.
Beberapa hari kemudian aku ingin kembali mengunjungi quartz tetapi masih sama seperti kemarin, kedai itu sungguh ramai sampai-sampai aku tidak dapat melihat keberadaan Zea. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dan kembali ke kantor dan mulai menyeduh kopi ku sendiri.
Hal itu terjadi berulang kali, setiap aku mengunjungi quartz kedai itu selalu ramai dan aku selalu kembali ke kantor dan menyendiri dalam ruanganku. Terkadang Zea tidak terlihat dan kadang dia terlihat, dan itu membuatku semakin merindukannya.
Aku rindu seduhan kopinya, rindu wangi kopi yang disajikannya, rindu bagaimana cara dia berbicara kepadaku. Aku tahu semakin aku memikirkannya itu semakin membuatku merasa kesepian, aku berusaha untuk tidak terlalu terganggu dengan hal itu, tapi aku tidak bisa bohong. Aku merindukannya.
Dua bulan berlalu begitu cepat, aku mengubah gaya rambutku menjadi lebih pendek , aku bertambah berat badan berkat olahraga intens di gym, bahkan aku mengubah parfum yang biasa kupakai, dan paling penting aku belum pernah mengunjungi quartz sekalipun dalam kurun waktu tersebut, bukan karena aku tidak mau tapi karena aku menahan diriku untuk tidak menyita waktu Zea. Dan setelah beberapa saat berpikir akhirnya aku memutuskan untuk mengunjungi quartz lagi.
Setibanya diriku di quartz terlihat bahwa tempat itu sudah tidak sepenuh dulu, dan kupikir akhirnya ada ruang untukku bisa bertemu dengan Zea setelah 2 bulan tidak bertemu. Saat aku masuk suasananya sungguh berbeda seperti biasanya, suara lembut yang biasa menyambutku tidak ada lagi, saat aku menuju kasir tidak terlihat batang hidung Zea sedikitpun. Aku menunggu selama kurang lebih 2 jam disitu dan tetap tidak terlihat keberadaan Zea. Akhirnya aku memutuskan bertanya kepada salah satu pekerja disitu dan aku diberitahu bahwa belum lama ini Zea berhenti bekerja di quartz.
Saat aku mendengar hal itu aku terkejut, perasaan sedih dan bingung tercampur. Aku tidak tahu dia pergi kemana setelah berhenti dari quartz, aku tidak pernah bertanya kepadanya apa yang akan dia lakukan setelah dia resign dari quartz, dan karena hal itu akupun makin bertanya-tanya soal Zea, aku semakin penasaran bagaimana keadaan Zea di luar sana. Tanpa kusadari stressku makin meningkat.
Aku mencoba menelusuri dirinya lewat internet tapi aku tidak mendapatkan apa-apa, aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi. Tetapi sesaat aku mendapati ide untuk menanyakannya kepada salah satu barista di quartz, dengan harapan mereka memiliki informasi soal Zea.
Apesnya mereka tidak memiliki apapun tentang dia, baik itu nomor telpon maupun sosial medianya, aku tidak tahu apa itu karena dia tidak memiliki sosial media atau dia tidak memiliki handphone. Itu membuatku semakin berpikir aku tidak akan bertemu dengan Zea lagi.
Aku begitu putus asa dan aku memutuskan untuk jalan kaki menuju rumah, dan kendaraanku aku parkirkan di kantor. Sesaat dijalan aku merasa Lelah dan memutuskan untuk beristirahat sebentar, aku tidak tahu harus kemana di malam larut ini, beruntungnya aku menemukan sebuah ruko kecil yang sepertinya adalah sebuah café, aku memutuskan untuk beristirahat di tempat itu.
Saat aku masuk dan duduk disitu, pelayannya sigap dan langsung datang padaku dan menanyakan pesananku, tetapi aku tidak memalingkan wajahku. Saat aku melihat menu, aku melihat kopi yang biasa kupesan yaitu americano, tentu saja aku memesan itu seperti racikan biasanya dan aku juga memesan satu makanan ringan.
“Mba, saya pesan americanonya satu dengan tambahan krim dan gula, sama pesen fried platternya satu ya.”
“Baik mas akan segera saya sajikan ya.”
Saat mendengar suara pelayan itu entah kenapa aku seperti mengenali suara tersebut. Saat aku menoleh dan melihat perawakan pelayan itu entah mengapa dia mengingatkanku kepada Zea, tapi aku hanya menganggap diriku sudah terlalu Lelah sehingga aku terlalu memikirkan Zea. Beberapa menit aku didalam café ini entah kenapa aku merasa sangat nyaman, dan wangi kopi yang mengisi café ini sangat mengingatkanku kepada kopi seduhan Zea.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya pesananku datang, wangi kopi yang sangat kukenali ini semakin kuat dan makanan yang kupesan entah kenapa sangat nikmat, rasanya seperti makanan ini benar-benar dimasak menggunakan cinta yang tulus. Kopi yang kucicipi ini terasa sangat mirip dengan buatan Zea, bahkan komposisi gula dan krimnya pun sangat persis dengan buatan Zea.
Tidak lama setelah makananku habis dan kopiku tersisa seperempat gelas, pelayan di café itu duduk di depanku. Sepertinya dia pemilik tempat ini dan satu-satunya pekerja disini, karena aku tidak melihat ada siapapun lagi selain perempuan ini. Saat dia duduk didepanku aku ingin bertanya sesuatu kepadanya, sesaat sebelum aku mengangkat kepalaku untuk melihat wajahnya dia langsung menyapaku dan mengatakan hal yang membuatku membeku.
“Halo Rando, apa kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu bukan?”
Dan semuanya menjadi jelas, mengapa suasananya sangat membuatku nyaman, mengapa wangi kopi ini sangat familiar, mengapa makanannya begitu lezat, dan mengapa americano ini terasa sangat identik dengan buatan Zea. Disitulah reuni mengejutkanku dengan Zea pun terjadi.
-To Be Continued-