Cantik Itu Luka

Yasmeen Mumtaz
2 min readAug 22, 2022

--

Kalau ada penulis yang langsung kubeli bukunya tanpa tedeng aling-aling, itu adalah Eka Kurniawan.

Cantik Itu Luka yang kubaca merupakan cetakan edisi 20 tahun; hardcover, biru, dan sprayed edges. Cantik sekali. Di edisi spesial ini, pembeli lewat sistem PO mendapatkan bonus draft Cantik Itu Luka yang semula hendak diberi judul O, Anjing.

Buku ini memiliki 18 bab dengan total 505 halaman. Tiap bab menceritakan tokoh yang berbeda tetapi masih saling terkait satu sama lain, berpusat dan bermula di Dewi Ayu. Penceritaannya menggunakan alur campuran, maju dan mundur. Namun demikian, pergantian antar tokoh dan flashback tidak membuat pembaca kehilangan arah. Aman.

Ada banyak hal yang aku sukai dari karya Eka Kurniawan, terutama buku ini. Eka menggambarkan latar dengan detail dan mengesankan, tanpa harus boros kata ‘bagaikan’. Contoh, di Bab 1 Eka menulis, “Kuburan tua itu bergoyang, retak, dan tanahnya berhamburan bagaikan ditiup dari bawah, menimbulkan badai dan gempa kecil, dengan rumput dan nisan melayang …”

Melalui humornya, Eka seolah mengajak pembaca bersama-sama tertawa mengejek hidup yang getir. Caranya menggambarkan keadaan yang menyedihkan membuat pembaca cukup memandang dan menikmatinya, bukan mengoyak habis yang ada di depan mata. Hidup memang demikian, mungkin ia berusaha menyampaikan itu. Setenang tokoh Dewi Ayu.

Rentang waktu dalam Cantik Itu Luka cukup panjang, membentang dari masa pra-kemerdekaan sampai akhir 1990-an. Dewi Ayu melewati masa penjajahan oleh Belanda, digantikan oleh Jepang, kemerdekaan, hinggaPeristiwa 30 September. Semuanya melalui kacamata sebuah tempat bernama Halimunda. Kupikir, Eka sedang menulis sejarah kota alih-alih novel.

Ada satu bagian dari Cantik Itu Luka yang sempat menjadi geger geden di semesta Twitter. Aku tidak akan menyebutkannya di sini, biar #ytta. Kukira, ada bagian yang patut diviralkan juga atau setidaknya menjadi perbincangan, yaitu bagian di mana Kamerad Kliwon bicara dengan Shodancho mengenai kapal-kapal nelayan.

Kamerad Kliwon memprotes kehadiran kapal-kapal besar milik Shodancho yang merugikan nelayan kecil karena membuat mereka tidak kebagian ikan. Shodancho menolak memindahkan kapal-kapalnya. Ia justru ingin menambah satu dan menawarkan kesempatan kerja kepada para nelayan. Seems familiar?

Cerita ditutup dengan gemilang. Ada dalang penuh dendam di balik skenario besar dalam Cantik Itu Luka. Akhir yang sangat memuaskan. Sebagaimana karya Eka Kurniawan yang lain, buku ini recommended poolll.

Oh ya, tokoh favoritku Kamerad Kliwon. Sialnya, cowo fiksiku selalu … ah sudahlah.

--

--