Kehilangan Lingua Franca

Zaffa Rohmadi
3 min readMar 3, 2024

--

Kesepakatan bahasa untuk persaudaraan bangsa muslim.

Pagi yang dingin di negeri yang sedikit berangin. Usmaniyah dengan segala ceritanya yang menggugah. Kemarin saya melakukan perjalanan dari Bursa ke Edirne tempat kelahiran Muhamad Al-Fatih. Saat di Bursa saya beberapa kali melakukan komunikasi dengan orang Turki untuk belanja. Saya berkomunikasipula dengan petugas hotel. Ternyata sulitnya luar biasa. Bahasa kedua yang saya bisa hanya Inggris dan sedikit Arab, sedangkan orang Turki hanya bahasa Turki saja. Untuk pedagang lumayan bisa untuk bahasa Inggris. Dua kali saya mencoba untuk belanja dengan orang dewasa dan anak kecil, alhamdulilah bisa. Tapi memang butuh perjuangan. Yang cukup menyulitkan ketika berkomunikasi dengan petugas pembersih hotel, saya dan petugas hotel sama-sama bingung karena petugas hanya memahami bahasa Turki. Sedangkan saya mencoba sebisa mungkin memahami bahasa Turki. Tapi akhirnya kami hanya berkomunikasi via bahasa isyarat. Sungguh lucu sekali.

Suasana di Kota Bursa. Dimana masjid Ulu Cami terlihat dan kegiatan di pasar Bursa juga terlihat. Foto milik penulis.

Ingat kakek bersurat pakai bahasa Arab

Terbang cepat ke Indonesia, menuju perpustakaan pribadi milik keluarga. Di sana saya membongkar surat milik kakek. Saya tertegun bagaimana kakek saling surat menyurat dengan temannya menggunakan bahasa Arab. Bagi saya ini luar biasa. Bagaimana bisa seorang kakek yang tinggal di daerah pedesaan Blitar berkomunikasi dengan temannya menggunakan bahasa Arab. Tapi memang tidak dipungkiri bahwa kakek saya adalah seorang santri.

Harusnya umat punya lingua franca

Dari dua kisah tadi saya hanya ingin membicarakan kebutuhan suatu bahasa untuk memperlancar komunikasi dengan sesama umat muslim. Hal ini diperlukan. Jika boleh dikatakan sangat penting. Bagaimana berkomunikasi langsung menggunakan bahasa yang sama-sama dipahami menjadikan pertukaran informasi, gagasan, dan apapun itu menjadi lebih lancar. Dalam bahasa Inggris bahasa seperti ini disebut sebagai lingua franca: bahasa pergaulan atau perdagangan dengan bangsa yang berbeda.

Saat ini kebingungan terjadi. Jika berkunjung ke negara dengan mayoritas Islam, maka akan banyak bahasa yang perlu dipelajari karena nasionalisme yang terjadi. Seperti contoh di Turki yang merasa cukup dengan bahasa Turki. Hal ini menjadikan masyarakat Turki dirasa tidak perlu mempelajari bahasa lain. Karena Turki merasa mereka adalah bangsa yang besar. Mengapa pula mempelajari bahasa lain? Ini memang tidak salah, dan seharusnya setiap negara mayoritas muslim punya kepercayaan diri yang tinggi. Itu harus. Tapi jika soal bahasa, maka ada perlunya bangsa-bangsa muslim yang semuanya adalah bangsa besar mempunyai satu bahasa komunikasi yang sama. Untuk memepermudah komunkasi dan rasa persaudaraan antar sesama umat muslim.

Nasionalisme itu penting, tapi jika terkurung dalam nasionalisme, maka ini bisa merugikan persaudaraan antar umat muslim. Dengan demikian solusinya adalah berbangga pada bahasa bangsa, dan tetap belajar bahasa persatuan umat muslim di seluruh dunia. Hal ini bisa memperkuat persaudaraan umat muslim. Tapi, sekarang pertanyaanya, bahasa apakah yang akan dipakai?

Menentukan apa yang tepat

Inilah yang menjadi persoalan berikutnya jika sudah menyetuji gagasan tentang penyatuan komunikasi dan persaudaraan umat muslim menggunkan suatu bahasa. Bahasa apakah yang dipakai? hal ini jangan diperumit dahulu. Jangan mengedepankan ego nasionalisme dalam menentukan bahasa apa yang sebaiknya dipakai. Tujuan utama adalah menyatukan dan memudahkan komunikasi dari seluruh golongan umat muslim.

Jika memang terasa mudah menggunakan bahasa Arab, pakai saja bahasa Arab. Jika dirasa lebih mudah mengajarkan bahasa Inggris, maka pakai saja bahasa Inggris. Pun demikian jika bahasa persatuan umat dilandaskan pada yang paling banyak poppulasinya, maka bahasa Indonesia juga bisa digunakan sebagai bahasa persatuan umat. Hal ini sekiranya cari yang paling mudah saja. Karena tujuan utamanya adalah persaudaraan kembali umat muslim di seluruh dunia. Inilah langkah awal yang sekiranya dilakukan untuk mempersatukan umat muslim di seluruh dunia. Yaitu dengan bahasa yang sama untuk berkomunikasi antar bangsa muslim.

Kemudian dengan adanya bahasa persatuan umat, jangan sampai melunturkan bahasa nasional yang dimiliki oleh masing-masing bangsa muslim. Karena masing-masing bangsa muslim adalah bangsa yang besar. Bangsa yang besar akan menghormati budaya dan sejarah bangsanya. Salah satunya melalui bahasanya. Bahasa persatuan umat sebagai sarana untuk saling mengenal antar bangsa untuk bisa belari ke depan, bahasa nasional digunakan sebagai menjaga jatidiri masing-masing bangsa muslim.

Sebagai penutup, mari renungkan ayat berikut:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۭ

Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti. (Al Hujarat: 13)

Jadi bagaimana? apakah siap untuk mengenal bangsa lain? apakah siap untuk menyatukan bahasa umat muslim di seluruh dunia? Umat muslim sendiri yang akan menjawabnya.

--

--