Perempuan dan Infeksi Saluran Kencing

Agnes Tri Harjaningrum
Agnes Tri Harjaningrum
3 min readMar 14, 2017

Perempuan memang rawan terkena cystitis (infeksi saluran kencing). Menurut penelitian, 1–3 wanita dari 10 wanita, setiap tahunnya mengalami cystitis. Bahkan, 1 dari 20 wanita, any time, mengalami cystitis tanpa gejala. Hanya 10 % saja yang gejalanya muncul. Ada juga perempuan yang sering sekali mengalami cystitis, biasanya disebut recurrent cystitis. Kenapa ya? Karena saluran uretra yang menghubungkan lubang kencing (uretra) dan kandung kencing milik perempuan lebih pendek dibandingkan laki-laki.

Alhasil, aku pun beberapa kali terkena penyakit yang satu ini. Pertama, dulu sekali aku sempat terkena honeymoon cystitis. Namanya saja honeymoon, apalagi kalau bukan cystitis yang kerap dialami pengantin baru. Kedua, waktu aku masih jadi s co-asisten di RSHS. Ketiga waktu aku sudah kerja di klinik. Nah, sekarang aku terkena lagi nih, berarti ini yang ke-empat kalinya. Hmm…apa karena aku jorok, kurang bersih-bersih? Oh, tidak lah yaw, masa sih aku jorok hehe. Dan ternyata poor hygiene tidak terbukti sebagai penyebab cystitis lho. Malah sebaliknya, terlalu sering bersih-bersih lah yang kerap menjadi penyebab. Koq bisa? Ya, karena dengan sering bersih-bersih memakai sabun pembersih malah bisa merubah keseimbangan flora normal di daerah genital. Selain itu, gosokan-gosokan yang terjadi saat bersih-bersih malah bisa menyebabkan kerusakan kulit di daerah genital. Akibatnya, apalagi kalau bukan si bakteri malah mudah berkembang biak.

Jadi bagaimana, apa perempuan tidak boleh membersihkan daerah genitalnya? Ya bukan begitu juga dong ya. Bersih-bersih dengan sabun cukup dilakukan sehari sekali, dan sebaiknya bukan sabun antiseptik. Lalu arah cebok juga penting, harus dari arah depan ke belakang.

Apa keluhan yang kualami? Sering kencing, kencing tak lampias atau istilah bahasa Jawanya anyang-anyangen, dan juga nyeri di perut kiri bawah. Kalau yang kedua dulu malah aku mengalami nyeri saat kencing dan ada darah dalam urine. Saat datang ke huisart, asisten dokter disana langsung menyuruhku untuk periksa urine. Dan ternyata betul, ditemukan leukosit dan darah dalam urineku. Dokter pun meresepkan Thrimetoprim sulfat 300 mg untukku. Aku harus meminumnya sebelum tidur selama 10 hari.

Perlahan tapi pasti keluhanku berkurang, dan tentu saja antibiotik itu aku habiskan. Disini kalau membeli obat selalu disertai kertas petunjuk yang berisi penjelasan lengkap, tidak hanya sekedar leaflet obat.

Tapi ternyata setelah obatku habis, keluhanku datang lagi. Aku masih bolak-balik ke toilet, tak lampias kalau kencing. Dan baru saja aku kembali dari dokter. Apa yang dilakukan dokter? Aku disuruh melakukan pemeriksaan urine kultur. Asiknya, aku tak perlu ke laboratorium, bisa diwakilkan sama suamiku hehe. Aku cuma dibekali botol untuk mengisi urineku, surat pengantar dan amplop. Nanti suamiku tinggal memasukkan amplop itu ke kotak seperti kotak pos di laboratorium. Dan hasilnya keluar dalam 3 hari, dikirimkan ke dokter keluargaku.

Selama menunggu hasil, aku diberi obat Nitrofurantoine MC 50 mg. Dosisnya 4 kali sehari selama 3 hari. Moga-moga setelah hasil kultur keluar, dan diberi obat yang kedua ini, aku bisa sembuh total deh. Soalnya sungguh tak nyaman kan kalau harus bolak-balik ke WC.

Tadi aku sempat tanya ke dokter,”Jangan-jangan ada batu dok, koq perut bawah ku sakit sih?” Tapi si dokter jawab, kalau di negara tropis seperti di Indonesia kasus batu ginjal memang banyak karena cuaca panas, cairan banyak keluar, tapi orang jarang minum. Kalau disini kan dingin, jadi kasusnya jarang. Lho, jadi nggak papa nih aku jarang minum? Ya tidak bisa begitu dong, tetap saja aku harus minum 1,5 liter sampai 2 liter sehari. Itu cukup. Kalau di Irak kata huisartku, disana orang butuh 3 liter sehari. Tapi menurut penelitian terbaru kebutuhan cairan sekarang dilihat dari kebutuhan kalori, pokoknya ada rumusnya. Bagaimana tepatnya? Wah aku belum ada waktu ngulik-ngulik masalah ini. Yang jelas, jangan lupa untuk banyak minum deh!

--

--