[cerita] Dari mimpi menjadi seorang Novelist dan kini menjadi Software Engineer

Aisy Muhammad Rozsidhy
Aisy Rozsidhy
Published in
8 min readNov 11, 2018
Photo by Chris Ried on Unsplash

Dari kecil saya sendiri tidak punya cita-cita jadi engineer, karena ayah saya sendiri bekerja sebagai electro engineer yang setiap harinya beliau selalu pontang-panting kerja keras sampai pagi demi keluarga. Saya sendiri juga punya penyakit bronkhitis dan sampai sekarang kalau bisa saya menghindari gejala-gejala yang menimbulkan penyakit saya jadi menjadi engineer yang selalu kerja malam dengan kondisi saya sendiri seperti itu bukan pilihan bagus.

Semua orang pastinya punya mimpi bukan? saya juga seperti itu, impian saya waktu remaja sangat sederhana sekali. Tapi sepertinya tuhan tidak mengijinkan saya untuk meraih mimpi itu dan malah menuntun saya secara perlahan dan menjadi software engineer.

Nah jadinya saya akan berbagi cerita bagaimana saya memulai mengenal IT sehingga saya bisa seperti ini?

Semua dimulai dari Mengubur mimpi

Saya waktu SMP sangat ingin menjadi seorang novelist, karena waktu itu saya sering membaca novel, daya tarik novel tersebut membuat saya ingin menuliskan cerita yang sangat bagus, epik dan membuat orang tersentuh dengan cerita saya.

“Menjadi Penulis adalah impian saya saat saya masih SMP karena saya waktu itu selalu membaca Novel, dan ingin menjadi salah satu di antara penulis” by Elijah O'Donnell on Unsplash

Namun saya terpaksa mengubur mimipi saya karena setelah UNAS SMP, saya mendapati kalau nilai NUN saya sangat minimal dan nyaris tidak lulus, hal ini karena saya mengerjakan ujian dengan keadaan sakit dan tidak ingin menyusul. Meskipun senang saya bisa lulus, namun saya yang awalnya berharap bisa masuk SMA terutama jurusan bahasa, tentu saja sedih.

Karena orang tua saya waktu itu melihat saya menyukai komputer dari bermain game dan apapun yang berhubungan dengan komputer saya bisa menanganinya, maka saya dianjurkan untuk sekolah di SMK yang memiliki jurusan yang berhubungan dengan Komputer, dan saya ingat sekali dengan perkataan ayah saya :

Jadikan menulis itu sebagai hobimu saja, untuk sekarang dan masa depan kerjalah yang sekarang sedang berkembang yaitu jurusan yang berhubungan dengan komputer.

Karena kondisi sepeeti itu saya tidak memiliki pilihan lain selain saya memasuki SMK karena bujukan orang tua saya yang dimana saat itu SMK yang saya tuju tidak melihat nilai NUN saya, dan mungkin ini takdir dan jalan yang Allah tujukkan dan arahkan ke saya, dan akhirnya saya masuk ke SMK Negeri 9 Malang dengan Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak.

Berjuang keras di Rekayasa Perangkat Lunak

Selama proses saya megikuti proses sekolah, saya akui saya adalah orang yang lemah matematika, Jelas ini menjadi ketakutan saya ketika masuk di RPL, merasa sadar akan kekurangan saya, saya membuka buku pemograman yang ayah punya dan belajar sendiri, saya sering juga bertanya ke depan guru untuk memahami apa yang tidak saya pahami.

Bahkan sampai ingin pahamnya saya kepada materi pelajaran RPL saya pernah duduk di bawah lantai di depan meja guru untuk bertanya-tanya, hal itu adalah bentuk usaha saya dalam mengatasi kelemahan saya waktu itu. Untungnya saya masih di anugrahi logika yang bagus, mungkin itu karena kodrat laki-laki yang selalu berpikir menggunakan logika, Jadinya saya cepat paham dengan apa yang guru saya jelaskan.

“belajar sampai malam adalah kegiatan rutin saya sewaktu SMK“ by Dmitry Ratushny on Unsplash

Hanya bertanya-tanya masih kurang jika tidak di praktekkan bukan? namun sayangnya ketika ada jam praktek di sekolah kita guru dan murid-murid masih di rasa belum memaksimalkan keadaan dengan baik, karena praktek hanya boleh menggunakan komputer di lab, dan lab ini berada di gedung sekolah yang lain dan jaraknya kurang lebih 1.5 km.

Karena jarak tersebut kita full-time sehari belajar disana, tentu sampai jam pulang. Meskipun ada komputer, jumlah komputer saat itu sedikit jadinya kita harus berkelompok agar bisa belajar dan praktek. Jelas sekali kita belajar tidak maksimal bukan? tentunya harapan saya sekarang adik-adik junior SMK saya sudah bisa menikmati fasilitas yang lebih baik dari saya sewaktu sekolah.

Dan sampai sekarang saya selalu berpikir, dengan kondisi ini apakah menyurutkan saya untuk berhenti belajar? Tentu saja tidak, karena itu saya selalu belajar keras bahkan sampai jam 1 pagi saya belajar, sampai saya sakit-sakitan dan berdarah-darah karena begitu kerasnya saya belajar, mengerjakan tugas dan lain sebagainya.

Masuk kuliah di Teknik Informatika

Tidak terasa sudah 3 tahun saya menempa ilmu di SMK, banyak hal yang saya dapatkan disana, hampir saya habiskan waktu saya untuk ningkatkan skills saya. Setelah lulus saya tidak memiliki tujuan dan tidak pernah sama sekali untuk kepikiran kuliah yang saya harapkan adalah membantu orang tua mencari uang dengan kemampuan saya di SMK. Saya sendiri tahu diri bahwa orang tua saya tidak mampu untuk membiayai kuliah, karena saya dan keluarga hidup sederhana.

Harapannya saya bakal bekerja di perusahaan kecil dan memulai semua dari kecil, Photo by Helloquence on Unsplash

Namun ortu saya memaksa saya untuk kuliah, dan ayah saya juga menargetkan saya untuk bisa masuk di kampus Politeknik negeri Malang D4 atau setara Sarjana, Jurusan Teknologi Informatika. Tanpa membantah saya menuruti saja dan berusaha untuk ujian masuk, sangking niatnya saya juga ke guru-guru SMK saya untuk belajar dan kursus langsung di rumah beliau-beliau yang alhamdulillah-nya mau membantu saya sehingga saya bisa lulus.

Ketika lulus dan melakukan pendaftaran ulang, saya kaget dengan biaya yang harus di bayar, karena setahu saya orang tua tidak punya uang sebanyak itu, namun jelas uang itu juga buat kuliah saya dan ayah datang ke kampus pasti membawa uang (saya tahu juga pasti beliau memimjam dan hutang sana-sini) dan jujur saja saya hampir menangis ketika melihat wajah ayah menyerahkan uang yang segitu banyak tempat konter pendaftaran ulang yang untungnya ayah saya tidak mengetahui hal ini. Dalam hati juga saya berjanji tidak akan mengecewakan orang tua saya nantinya selama saya kuliah.

Sempat merasa minder karena dari SMK yang tidak memiliki nama saat jaman itu

Di Politeknik saya merasa minder, jujur saya adalah satu-satunya siswa dari SMK negeri 9 Malang yang masuk ke jurusan ini. Ditambah lagi SMK saya juga termasuk tidak masuk SMK yang tidak memiliki nama ataupun unggulan, sedangkan teman-teman saya adalah teman-teman yang berasal dari SMK populer di kota Malang maupun juga SMK dari luar kota Malang, Jelas perbandingan itulah yang membuat saya minder.

Namun setelah beberapa kelas yang saya jalani, minder saya menghilang karena teman-teman lulusan SMK juga memulai dari awal lagi karena liburan membuat mereka lupa. Banyak juga teman-teman saya yang dari awal sudah jago, namun karena masalah liburan, akhirnya saya belajar juga berbarengan dengan mereka, dan itu juga menambah koneksi saya dengan teman-teman saya yang lain.

“saya akhirnya menikmati kehidupan saya” by Priscilla Du Preez on Unsplash

Dan karena itu saya ajak mereka juga untuk belajar bersama, saya yang merasa bisa juga berbagi pengetahuan dengan mereka, dan teman-teman lain berbagi juga pengalaman mereka ke saya sehingga kita mau dari anak SMK dan SMA sama-sama belajar.

Membuat komunitas untuk Jurusan dan mahasiswa

Selain kuliah saya juga aktif di komunitas yang ada di kampus namanya “Microsoft User group Indonesia”, dan kebetulan saya sering aktif di perkumpulan dan akhirnya saya dipilih menjadi ketua dan menjabat lama disana, di forum saya juga sering ikut lomba IT di luar kampus baik di dalam kota maupun di luar kota meskipun selalu kalah terus.

Namun ada beberapa dosen yang selalu memperhatikan saya dan kegiatan teman-teman yang biasa bermain bersama saya, akhirnya dosen tersebut mengontak saya dan mengusahakan untuk membuat komunitas atau grup khusus, saya juga setuju atas hal tersebut akhirnya saya mengubah struktur dan mengatur anggota yang awalnya sudah bergabung di “Microsoft User group Indonesia” dipindahkan ke komunitas baru yang bernama “Workshop dan riset Informatika” dan disingkat menjadi WRI, dan selama terbentuknya WRI ini saya juga di bantu oleh teman-teman yang keren agar visi dan misi WRI ini terwujud kedepannya meskipun jumlah member saat itu sedikit sekali.

“mengajak sesuatu yang baik kadang juga gak mudah” Photo by Steven Spassov on Unsplash

Dan alhamdulillah berkat perjuangan teman-teman komunitas yang kita buat tetap aktif sampai sekarang, dan saya bersyukur sekali karena adik-adik yang saya titipkan ini juga mau berkembang meskipun adik-adik juga mengganti penerapan dan aturan yang sebelumnya saya terapkan. Dan akhirnya mereka juga dapat tempat yang layak untuk belajar dan bahkan juga dapat kesekratariatan untuk berkumpul.

Pergi ke Jakarta untuk merantau cari uang

Setelah lulus saya sempat ketakutan karena saya sendiri masih merasa kurang di ilmu ini dan ilmu itu meskipun sebetulnya saya bisa bersaing dan bisa bekerja. Karena itu saya mulai kerja freelance sambil belajar dengan mengerjakan beberapa projek di luar, namun sayang pendapatan yang saya dapat tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan dan akhirnya saya di berangkatkan ke Jakarta oleh keluarga besar dengan harapan saya mendapatkan pekerjaan yang bagus.

Maka saya berangkat ke Jakarta Photo by Erik Odiin on Unsplash

Waktu itu keluarga besar berharap saya mendapatkan gaji yang tinggi, karena saya dirasa mampu melakukannya, namun hal tersebut juga tidak berjalan mulus. Lamaran kerja saya sering di tolak, lolos test lalu gagal dan begitu terus akhirnya, ada titik harapan namun pada akhirnya juga gagal.

Tentunya saya tidak menyerah begitu saja karena prosesnya memang seperti itu. Saya juga mulai memperbaiki diri dan sering meningkatkan skills yang saya rasa butuhkan kedepannya dan dari sinilah mengasah progamming javascript karena ketertarikan saya dengan react native sebelum saya pergi ke Jakarta.

Dan Cerita bersambung di part 2 (kalau sempat dan banyak applause wkwkwk).

Kesimpulan cerita

Di kehidupan ini kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi, kalau sudah berkecimpung dengan hal yang baru dan tidak kita sukai, kita harus berataptasi dan jalani saja, siapa tahu ada hikmahnya juga.

Padahal kalau saya flash-back dan mengingat-ingat saya mengubur mimpi saya, keinginan saya dan berkorban banyak demi bisa survive di IT, saya hanya menjalankan saja dan tidak mengeluh.

Tidak terpuruk dengan keadaan, berusaha dan belajar karena masih banyak jalan yang di tempuh. Saya saja yang masih kerja juga masih belajar sampe malam mengajar ketertinggalan saya dari dulu sampai sekarang.

Alhamdulillahnya karena usaha tersebut itulah saya diantarkan bisa menjadi seperti ini, saya percaya bahwa usaha tidak akan mengkhianati apa yang kita usahakan. Tidak lupa juga sering-seringlah berbagi ilmu dan sharing dengan yang lain, mungkin paman gober pelit, namun saya tidak dengan ilmu-ilmu yang saya dapatkan.

Yah itulah kisah saya, maaf kepanjangan. Next part saya akan menceritakan bagaimana saya survive di Jakarta dan mendapatkan pekerjaan. ciaaao

--

--