Uni Emirat Arab dan Para Ekspatriat: Ketika Hukum Menjawab Masyarakat

Negara masyhur di Timur Tengah ini telah mengalami transisi ekonomi dan sosio-antropologis — dan kini sistem hukumnya kian mengikuti.

Ailsa Namira Imani
Akar/Ranting
10 min readDec 18, 2020

--

Foto Burj Khalifa, menara pencakar langit di Dubai, Uni Emirat Arab, dengan pemandangan indah langit pagi hari.
Burj Khalifa, menara pencakar langit di Dubai, Uni Emirat Arab. Sumber: Shukhrat Umarov di Pexels

Selamat datang di Burj Khalifa! Menara ini adalah pencakar langit tertinggi di seluruh dunia, dengan ketinggian 829.8 meter. Terlihat sangat elegan, ya? Burj Khalifa adalah salah satu tempat turis terpopuler di kota Dubai, ibu kota negara Uni Emirat Arab (UEA).

Tak salah bila kita menganggap Burj Khalifa sebagai tanda kemasyhuran negara federal kerajaan UEA. Selama beberapa kurun waktu terakhir, UEA telah menjadi salah satu episentrum ekonomi wilayah Timur Tengah. Dubai sendiri adalah salah satu kota terbesar di Timur Tengah. Karena lokasi geografisnya yang sangat strategis, Dubai merupakan salah satu hub transportasi dunia, dengan jumlah volume pelancong sebanyak 86.4 juta penumpang lewat Bandar Udara Internasional Dubai pada tahun 2019. [1]

Pembangunan di UEA berlangsung dengan sangat dinamis, dan hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan perekonomiannya. Pada awalnya, perekonomian UEA terfokuskan di sumber daya minyak dan gas. Namun, setelah sukses melakukan diversifikasi ekonomi, kini sektor minyak dan gas telah menurun porsinya dalam ekonomi, hingga hanya sebesar 30% dari Produk Nasional Bruto (PNB). Sektor ekonomi mana sajakah yang kini berkembang di UEA? Banyak sekali. UEA telah berkembang dalam berbagai jenis sektor, melakukan ekspansi ke sektor-sektor seperti bidang elektronik. [2]

Gambaran dari betapa pesatnya pembangunan Dubai selama beberapa dekade terakhir. Sumber: https://imgur.com/gallery/GL0CV

Diversifikasi yang dilakukan di UEA terlihat telah berbuah hasil, dan membuat perekonomian UEA menjadi lebih kuat — pada tahun 2020 ini saja, ketika perekonomian dunia sedang berkutat dengan krisis pandemi Covid-19, sebuah survey menemukan bahwa 45% dari perusahaan-perusahaan di UEA berencana untuk menaikkan gaji para karyawannya di akhir tahun ini, dan gaji karyawan diprediksikan naik sebanyak 4.5% dari gaji sebelumnya di seluruh sektor industri. [3]

Ilustrasi sekelompok rekan kerja yang sedang berkolaborasi. Sumber: fauxels di Pexels

Surga Untuk Pekerja Asing

Sepertinya perkembangan ini juga seiring dengan berubahnya demografis UEA. Kini, jumlah ekspatriat di UEA jauh melebihi jumlah orang lokal, dengan rasio 9:1. [4]

Mengapa banyak sekali ekspatriat yang bekerja di UEA? Terdapat tiga alasan utama seorang ekspatriat memilih untuk bekerja di luar negeri: kesempatan kerja yang tinggi, gaji yang besar, dan kualitas hidup yang lebih baik — dan negara UEA menawarkan ketiga hal tersebut. Bila diukur berdasarkan gaji tahunan para karyawan, ekspatriat di UAE menerima gaji kedua tertinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain di seluruh dunia. Para ekspatriat juga dapat menerima lebih banyak bayaran utuh (take-home pay) — dan juga merupakan negara peringkat keempat terbaik dalam kategori tunjangan ekonomi menurut Expat Explorer Survey. [5]

Pada akhirnya, setiap pekerja mengharapkan kualitas hidup yang baik, dan kepuasan atas pekerjaan yang ia lakukan — yang kiranya tergambar dari senyum manis pegawai ini. Sumber: Andrea Piacquadio di Pexels

Lantas, karena demografis produktif yang didominasi oleh orang asing, tidak heran UEA saat ini sedang berupaya untuk mengakomodir para ekspatriat — termasuk dengan memodifikasi sistem hukum yang berlaku.

Seperti apa perubahan hukum yang sedang terjadi di UEA?

Pemandangan kaki langit Dubai. Sumber: Andrea Piacquadio di Pexels

Pada Intinya, Hukum Selalu Mengikuti Kita…

Hukum adalah sebuah perangkat yang dirancang oleh seseorang (ataupun sekelompok) penguasa untuk mengatur subjek-subjek hukum yang berada di bawahnya. Yang mengatur adalah manusia; secara alami, (mayoritas) yang diatur adalah manusia pula.

Salah satu konsep yang penting untuk memahami bagaimana hukum dapat berlaku untuk seseorang adalah status personal. Status personal adalah kelompok kaidah-kaidah yang mengikuti seseorang kemanapun ia pergi. [6]

Mungkin Anda bertanya: maksudnya apa? Status personal dapat dikatakan sebagai dasar berlakunya hukum bagi seorang manusia. Suatu negara, melalui hukumnya, menentukan atas dasar dirinya sendiri siapa saja yang berlaku terhadap hukumnya. Subjek-subjek hukum ini, berdasarkan suatu sistem hukum, memiliki kelompok kaidah yang berlaku untuk seseorang, dimanapun ia berada. Konsep status personal telah berlaku secara universal untuk semua sistem hukum di seluruh dunia. [7]

Status personal sangat berdampak kepada berbagai aspek hidup seseorang di mata hukum. Status personal mengatur hal-hal seperti kedewasaan seseorang, syarat sah perkawinan, hubungan orang tua-anak, hubungan orang tua angkat dan anak angkat, dan waris. Karena isu-isu yang diatur oleh status personal sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang, maka penting untuk mengidentifikasi status personal seseorang dengan benar.

Berlakunya hukum terhadap seorang pribadi kodrati biasanya terjadi atas dasar suatu peristiwa (hukum) tertentu — seperti lahirnya seseorang. Dalam hal tersebut, hal yang memberlakukan hukum tersebut adalah diberinya kewarganegaraan kepada bayi yang baru lahir, atas dasar kelahiran bayi itu. Dari diberikannya kewarganegaraan tersebut, berlakulah terhadap subjek hukum (bayi) tersebut segala hak dan kewajiban yang dituntut berdasarkan hukum terhadapnya.

Bayi menggemaskan ini hampir dapat dipastikan mempunyai sekelompok kaidah hukum yang mengikuti dirinya dimanapun ia berada. Sumber: Daria Shevtsova di Pexels

Selain kewarganegaraan, terdapat faktor-faktor lain yang dapat membuat suatu sistem hukum — ataupun sub-sub sistem hukum yang mungkin ada di dalam sistem hukum yang bersangkutan — berlaku terhadapnya. Hal tersebut dapat berupa hal-hal seperti suku, agama maupun tempat dimana seseorang biasanya berada. Yang terakhir ini merupakan suatu konsep hukum tersendiri yang dikenal dalam ilmu hukum antar tata hukum (HATAH), yakni domisili. Domisili dalam hal ini tidak hanya sekedar alamat tempat tinggal, loh — namun memiliki signifikansi lebih menurut ilmu hukum antar tata hukum, dengan definisi yang spesifik pula (negara/tempat yang dianggap tempat seseorang biasanya berada).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat suatu hal unik mengenai hukum: bahwa hal-hal, atau karakteristik-karakteristik yang bersifat intrinsik terhadap dirinya (yang bisa dari sejak lahir!) dapat mempengaruhi hukum yang berlaku terhadap dirinya.

Foto bendera UEA. Sumber: Saj Shafique di Unsplash

Mirip Provinsi Aceh? Keberlakuan Hukum Syariah di UEA

Lantas, seperti apa dinamika hukum yang berlaku di Uni Emirat Arab — dan bagaimana hukum UEA berlaku terhadap orang-orang yang berada di bawahnya? Hukum UEA sangat dominan dengan aspek hukum Islam, khususnya hukum Syariah. Berlakunya hukum Syariah di wilayah UEA adalah suatu aspek sentral dalam sistem hukum UEA, dan hal ini tercantum dalam konstitusi UEA: [8]

“Islam is the official religion of the Union. The Islamic Shari’ah shall be the main source of legislation in the Union.”

Berkat ketentuan konstitusi UEA ini, seluruh peraturan yang dikeluarkan di UEA wajib, menurut hukum, untuk mengikuti dan menghormati hukum Syariah dalam menyusun peraturan perundang-undangannya. Pengadilan federal juga dituntut untuk menegakkan hukum Syariah — dan karena lembaga yudikatif suatu negara memainkan peran yang integral dalam menginterpretasikan hukum yang berlaku, pengadilan Uni Emirat Arab merupakan lembaga yang menyelesaikan perselisihan antara keberlakuan hukum nasional dan hukum Syariah.

Meskipun demikian, hukum Syariah tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang berlaku secara langsung di UEA, dan bukan juga satu-satunya hukum yang berlaku di UEA (“not the law exclusively applicable in the UAE”). [9]

Berdasarkan pasal dalam konstitusi UEA, beserta hal-hal yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat suatu karakteristik tertentu: hukum Syariah dapat diberlakukan kepada semua pihak — baik yang beragama Islam maupun yang bukan beragama Islam.

Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Sumber: Olya Wijaya di Unsplash

Hal ini dapat dibandingkan dengan sistem yang berlaku di Provinsi Daerah Istimewa (DI) Aceh, misalnya, dimana hukum Islam ditujukan untuk berlaku hanya untuk orang yang beragama Islam. Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh berbunyi: [10]

Setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib menaati dan mengamalkan Syari’at Islam.

Ayat selanjutnya lalu menyatakan bahwa setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib melaksanakan syari’at Islam. [11]

Bila kedua sistem hukum ini — UEA dan Aceh — disandingkan, dapat dilihat adanya dua unsur (bahasa kerennya di ilmu HATAH adalah titik taut) yang menentukan hukum yang berlaku untuk seseorang:

  1. Tempat dimana seseorang biasanya berada, yakni domisili; dan
  2. Agama yang dianut oleh orang tersebut.

Bagaimana keberlakuan kedua unsur ini di masing-masing sistem hukum? Menurut ketentuan hukum Aceh, kedua unsur ini menjadi faktor dalam menentukan keberlakuan hukum Syariah di Aceh terhadap seseorang. Seseorang harus beragama Islam dan berada di wilayah Aceh agar hukum Syariah berlaku terhadapnya.

Sedangkan, hukum di UEA memaksa keberlakuan hukum Syariah kepada semua orang yang berada di wilayah tersebut, tanpa memandang agama orang tersebut. Dengan demikian, hanya fakta seseorang yang berada di wilayah UEA yang menjadi penentu berlakunya ketentuan hukum UEA.

Ketika dibandingkan seperti ini, dapat dilihat posisi hukum UEA dalam menetapkan peraturan perundang-undangannya, yang secara langsung maupun tidak langsung ‘memaksakan’ hukum Syariah kepada semua pribadi yang berada di bawah kuasanya.

Meskipun demikian, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, demografis Uni Emirat Arab kini telah didominasi oleh orang asing, yang mayoritas tidak beragama Islam. Dapat dipertanyakan: apakah hukum tersebut masih relevan untuk para subjek hukum yang tunduk di bawahnya?

Sumber: Pixabay di Pexels

Hukum Yang Sedang Mengalami Perubahan

Sepertinya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk asing di UEA, pemerintah secara konsisten mengakomodasi berbagai fasilitas dan kebijakan agar para ekspatriat merasa nyaman. Hal ini juga terefleksi dalam perubahan hukum yang berlaku di UEA, khususnya melalui Federal Decree-Law №8 dated 29/08/2019, dan Federal Decree-Law №5 dated 25/08/2020. [12] Perkembangan hukum ini juga dikabarkan dalam berbagai lansiran berita.

Pada bulan November tahun ini, pemerintah UEA dikabarkan telah mengamandemen peraturan-peraturan di bidang status personal. [13] Perubahan dilakukan di berbagai sektor yang pada umumnya bersifat pribadi, khususnya di bidang hukum keluarga.

Undang-undang utama UEA terkait Status Personal adalah Federal Law № 28 of 2005 On Personal Status. Dari portal informasi dan dokumentasi hukum UEA, terlihat bahwa Federal Law ini telah diamandemen dua kali, yakni oleh Federal Decree-Law № 8 dated 29/08/2019, dan Federal Decree-Law № 5 dated 25/08/2020. [14]

Beberapa pilihan pasal-pasal yang diubah oleh UAE di bidang hukum keluarga adalah sebagai berikut:

  • Pasal terkait hukum yang berlaku, serta prosedur, perceraian. Melalui amandemen tersebut, hukum yang berlaku terhadap perceraian adalah hukum tempat perkawinan tersebut awalnya dilakukan. [15]
  • Pasal terkait hukum yang berlaku untuk waris. Melalui amandemen tersebut, hukum yang berlaku untuk waris juga berubah menjadi hukum negara asal sang pewaris (“the deceased’s home country”). [16]

Dengan perubahan-perubahan tersebut, ekspatriat-ekspatriat yang tidak menganut ataupun tidak ingin tunduk terhadap hukum Syariah di UEA terkait perkawinan, perceraian, maupun waris, dapat merasa lebih tenang, karena hukum UEA memberikan ‘kelonggaran’ untuk memberlakukan hukum negara asal mereka masing-masing.

Kini, hukum UEA mengakui keberlakuan hukum tempat diberlangsungkannya perkawinan untuk keperluan perceraian pasangan suami-istri. Sumber: Jonathan Borba di Unsplash

Di luar isu status personal, terdapat juga perkembangan-perkembangan di sektor hukum pidana: seperti menaikkan sanksi terhadap kekerasan terhadap perempuan menjadi sekitar $27.000, dan meningkatkan sanksi terhadap ‘honor crimes’, sebuah fenomena yang kerap terjadi di dunia Arab, ketika anggota-anggota keluarga melakukan kejahatan terhadap seorang anggota keluarga lain yang dianggap telah merusak kehormatan keluarga tersebut. Beberapa ketentuan sejenis juga tercantum dalam Federal Law tentang Status Personal.

Bisa dilihat adanya pergeseran dalam hukum yang berlaku di bidang status personal, hukum keluarga, hukum terkait ketertiban umum, serta terhadap hal-hal yang bersifat lebih ‘privat’ (yang secara lingkup luas termasuk dalam bidang hukum perdata).

Sumber: Stanislav Ferrao di Unsplash

Di Mana Ada Masyarakat, Disitu Ada Hukum

Ubi societas, ibi ius; di mana ada masyarakat, disitu lah adanya hukum. Ungkapan filsuf Cicero ini merefleksikan dinamika sistem hukum yang berlaku di seluruh dunia. Hukum adalah refleksi dari berbagai aspek suatu masyarakat; budaya, adat istiadat, cara berpikir. Setiap masyarakat memiliki keunikannya masing-masing — lantas, hukum yang berlaku di setiap masyarakat berbeda-beda pula.

Namun, seiring dengan globalisasi dan digitalisasi dunia, kita, sebagai suatu masyarakat global, semakin terhubung antara satu dengan yang lainnya — sehingga batas-batas antara komunitas mulai terkerukkan dan terlebur. Fenomena ini terefleksi dalam hukum yang berlaku dalam suatu negara. Tidak jarang perkembangan hukum yang terjadi di suatu negara merupakan indikasi perubahan paradigma di dalam negara tersebut.

Sebuah masyarakat adalah perkumpulan manusia yang dinamis. Sumber: Jonathan Borba di Unsplash

Seperti yang terlihat dengan kejadian terkini di UEA, batas-batas dari suatu masyarakat kian berubah seiring berjalannya waktu. Sistem hukum Uni Emirat Arab yang secara dominan menekankan berlakunya hukum Islam ke seluruh subjek hukum di bawahnya, kini telah mengalami suatu transisi. Seiring dengan kenaikan jumlah ekspatriat di negara federal kerajaan tersebut, pemerintah Uni Emirat Arab mengubah berbagai peraturan perundang-undangan agar lebih ramah kepada para ekspatriat.

Lantas, apakah ubi societas, ibi ius masih relevan di dunia abad ke-21? Sepertinya masih. Sepanjang adanya manusia, kumpulan masyarakat akan selalu ada. Namun, batas-batas, dan pengertian dari apa yang dimaksud dengan masyarakat, telah berubah sedemikian rupa. Suatu masyarakat adalah suatu entitas yang dinamis, dan akan terus berubah sepanjang masa.

Sebuah sistem hukum yang baik seyogyanya dapat mengantisipasi perubahan — perubahan tersebut.

Sumber: Denys Gromov dari Pexels

REFERENSI

[1] Deena Kamel,
“Dubai International retains number one rank as world’s business hub for international passengers”, https://www.thenationalnews.com/business/aviation/dubai-international-retains-number-one-rank-as-world-s-busiest-hub-for-international-passengers-1.974319#:~:text=Dubai%20International%20Airport%20handled%2086.4,per%20cent%20dip%20from%202018. Diakses 24 November 2020.

[2] UAE, World Factbook CIA, https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ae.html. Diakses 24 November 2020.

[3] Nada El Sawy, “UAE salaries to increase by 4.5% in 2020, new survey finds”, https://www.thenationalnews.com/business/money/uae-salaries-to-increase-by-4-5-in-2020-new-survey-finds-1.924242. Diakses 18 Desember 2020.

[4] Financial Times, “UAE introduces secular-leaning reforms to reassure expats”, https://www.ft.com/content/104d32f2-5d49-4046-af73-d8df571eeeb1. Diakses 14 Desember 2020.

[5] Cleofe Maceda, “World’s highest-paid expats revealed: Where UAE stands”, https://gulfnews.com/how-to/your-money/worlds-highest-paid-expats-revealed-where-uae-stands-1.2288674. Diakses 18 Desember 2020.

[6] Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III Bagian I Buku ke-7, Bandung: Alumni, s.a.

[7] Ibid., hlm. 5.

[8] Michael Grose, Construction Law in the United Arab Emirates, (Wiley, 2016), hlm. 4.

[9] Ibid.

[10] Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Aceh, UU №11 Tahun 2006, LNRI Tahun 2006 №62, TLNRI №4633, Pasal 126 ayat (1).

[11] Ibid., Ps. 126 ayat (2).

[12] Ministry of Justice [UEA], Federal Law №8 On Personal Status, https://elaws.moj.gov.ae/UAE-MOJ_LC-En/00_PERSONAL%20STATUS/UAE-LC-En_2005-11-19_00028_Kait.html?val=EL1&Words=cohabitation#Anchor7, diakses 14 Desember 2020.

[13] Nabila Rahal, “Reforms to personal status law will increase expats’ confidence in UAE”, https://www.arabianbusiness.com/politics-economics/454311-reforms-to-personal-status-law-will-increase-expats-confidence-in-uae. Diakses 5 Desember 2020.

[14] Ministry of Justice [UEA], Federal Law №8 On Personal Status, https://elaws.moj.gov.ae/UAE-MOJ_LC-En/00_PERSONAL%20STATUS/UAE-LC-En_2005-11-19_00028_Kait.html?val=EL1&Words=cohabitation#Anchor7. Diakses 14 Desember 2020.

[15] Ben Hubbard, “U.A.E. Changes Laws to Attract Foreign Tourists and Investments”, https://www.nytimes.com/2020/11/09/world/middleeast/united-arab-emirates-laws-tourists.html. Diakses 16 Des 2020.

[16] Ibid.

Sumber lainnya:

Rory Reynolds, “UAE sets out legal overhaul of personal and family law”, https://www.thenationalnews.com/uae/government/uae-sets-out-legal-overhaul-of-personal-and-family-law-1.1107152.

Gulf News Report, “UAE introduces changes to criminal, civil codes and inheritance law”, https://gulfnews.com/uae/government/uae-introduces-changes-to-criminal-civil-codes-and-inheritance-law-1.1604737879021.

--

--

Ailsa Namira Imani
Akar/Ranting

A Jakartan giraffe — and also an enthusiast in socio-legal issues.