Seni Melarikan Diri

Cara Menjadi Skip dengan Baik dalam Organisasi

Hidayatul Fikri
Akhirnya
4 min readMay 14, 2020

--

Photo by DDP on Unsplash

Pada kesempatan ini, saya akan menceritakan beberapa pemahaman sederhana saya mengenai bagaimana kita dapat memahami sejauh mana beban yang dapat kita pikul, serta cara untuk mengaturnya dengan baik. Saya bukan ahli dalam bahasan ini dan juga masih perlu banyak belajar, namun saya akan coba jabarkan berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi saya. Tulisan ini akan murni menjadi story alih-alih bahasan teoritis dengan berbagai referensi jurnal ilmiah. Tulisan ini akan fokus pada pembahasan batasan diri dalam konteks bekerja dalam organisasi atau tim, baik berukuran besar maupun kecil.

Analisis Kondisi

Ada sebuah euforia yang dialami oleh banyak mahasiswa baru, termasuk saya, terkait dengan aktivitas berorganisasi: terlalu banyak mengikuti tapi lupa untuk mengantispasi banyak tantangan. Tantangan ini termasuk beban kerja dan beban finansial (karena hampir semua organisasi butuh dana dari iuran anggota juga). Akhirnya setelah terlanjur “tercebur”, harus bertahan dalam kesulitan mengatur waktu dan prioritas untuk waktu yang cukup lama, bahkan bisa sampai satu tahun kepengurusan.

Menurut saya, hal tersebut terjadi karena kurang menghitung-hitung dan mengobservasi akan seperti apa nanti kondisi kerja ketika sudah terlibat dalam organisasi-organisasi tersebut, sekaligus bagaimana kondisi dan sejauh mana kapasitas kerja diri sendiri. Maka, dalam hal ini, analisis kondisi internal diri dan eksternal (lingkungan kerja) akan menjadi salah satu faktor yang sangat krusial. Ada banyak alat bantu atau framework yang diciptakan berbagai ahli dalam menganalisis kondisi, salah satunya yang sering dipakai adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).

SWOT ini cukup bermanfaat sebagai sebuah tool yang sederhana, dan terlepas dari kesederhanaannya dapat menjadi bantuan kuat dalam menghadapi masalah analisis. Karena, cakupannya sudah cukup untuk menganalisis kondisi organisasi yang umum, Strength dan Weakness membahas mengenai kondisi diri, dan Opportunity serta Threat sudah cukup untuk menjelaskan kondisi lingkungan yang akan dihadapi. Dengan menjabarkan masing-masing bagian, kita dapat mendapatkan gambaran apa-apa saja yang dapat kita lakukan, atau bahkan apa saja yang harus kita hindari seluruhnya karena memang tidak cocok dengan kondisi kita.

Nah, bisa jadi, analisis yang kita lakukan tidak seakurat yang diharapkan. Ternyata di tengah jalan, kita masih tersandung dan harus menyelamatkan diri sendiri sehingga ada tanggung jawab yang melampaui kapasitas kerja kita. Terdengar seperti lari dari tanggung jawab, tetapi siapapun dapat terjun ke dalam kondisi ini, karena ada saja hal yang tidak dapat kita antisipasi, seperti masalah yang datang tiba-tiba dan sangat berpengaruh kepada kehidupan kita. Lalu, bagaimana menghadapinya?

Menyelamatkan Diri (dan Orang Lain)

Skip, untuk keperluan tulisan ini, saya artikan sebagai meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. Kita tidak dapat menjadi terlalu naif, memaksakan sesuatu yang tidak bisa kita kerjakan dapat berakibat buruk. Bukan berarti tulisan ini akan mengajak kita untuk semaunya meninggalkan tanggung jawab, namun pasti ada saatnya kita harus terpaksa tidak dapat mengerjakan yang seharusnya menjadi bagian pekerjaan kita karena hal-hal di luar dugaan. Bagi saya, ada dua tipe orang-orang yang skip, dan faktor pembeda dua kelompok ini akan menjadi sesuatu yang saya garis bawahi dalam tulisan ini. Pertama, adalah mereka yang skip dengan sistematis, yang kedua sesederhana menghilang begitu saja.

Skip Sistematis

Untuk kelompok yang pertama, adalah mereka yang mempersiapkan skip-nya dengan baik. Ini adalah tipe kesukaan saya, karena mereka dapat meminimalkan dampak yang diakibatkan oleh skip-nya mereka. Persiapannya itu sendiri seperti apa? Misalnya pertama dengan mengabarkan tentang masalah yang sedang dihadapi dan dampaknya kepada orang-orang terkait yang berkaitan langsung dengan kinerja mereka, seperti penanggung jawab atau yang menjadi tanggung jawabnya. Kedua, mempersiapkan agar pekerjaan yang ditinggalkan tidak sepenuhnya berantakan, dengan meminta tolong atau mendelegasikan pekerjaan ke orang lain sebisanya. Ketiga, menjatahkan diri sendiri waktu untuk memulihkan diri dan mengabarkan kapan kira-kira dapat kembali lagi untuk bekerja seperti biasa, agar semua orang tidak kebingungan. Hal-hal sederhana seperti ini akan memberikan pemahaman kepada kolega tentang kondisi yang dihadapi, serta dapat membuat semuanya tetap berjalan dengan lancar.

Menghilang tanpa Bayang~

Kelompok kedua, mungkin bermasalah dalam hal berkomunikasi dan perencanaan. Ketika ada sesuatu yang menimpa diri dan membuatnya tidak dapat mengemban tanggung jawab, maka sebaliknya dari kelompok pertama, mereka akan menghilang dan melepas pekerjaan-pekerjaan yang dipegang. Hal ini bukan hanya akan menyusahkan mereka sendiri di masa yang akan datang (seperti citra dan riwayat pengalaman yang buruk), tetapi juga akan menyusahkan seluruh tim atau organisasi. Pekerjaan yang ditinggalkan bisa saja mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan, atau merupakan dependensi dari pekerjaaan yang lainnya sehingga membuat pekerjaan lain tidak dapat dikerjakan. Biasanya tim akan terlambat juga merespon karena menghilangnya mereka baru disadari belakangan, dan ternyata pekerjaan tidak selesai sebelum waktu yang diharapkan, kemungkinan menyebabkan chaos.

Hikmahnya…

Hal yang sangat berpengaruh dalam skip-nya seseorang adalah perihal komunikasi. Bagaimana kita dapat mengabarkan kondisi terkini agar seluruh tim dapat mengantisipasi dan mengubah rencana sesuai dengan tuntutan adaptasi terhadap kondisi yang ada. Terkadang, kita harus bersiap untuk skenario terburuk untuk lari, tetapi larilah dengan cerdik.

Referensi

Pengalaman pribadi penulis.

--

--