Conviction

Nando Teddy
Aksara Dalam Asa
Published in
7 min readApr 14, 2024
Wild Child Bound — Evo- Digimon Tame

cry kizutsuitari atsuku naru kara koso
Ikiterun daro omokiri

Ashita ga kawaru motto kono namida to mukiaetara
Nigekomu basho wa nai sa tatakawanakucha
Rekishi ga kawaru koukaishinai to kimeta koko kara
Yowai jibun o taoshite umarekawareru sa

cry, because I grow passionate when I get hurt
It means I’m alive, right? With all my might

Tomorrow will change, if I can face more of my tears
There’s no place to flee to, I’ve got to fight
History will change, I’ve decided not to regret from here on
Defeating the weak me, I can be reborn

Minggu pagi 14 April 2024, music karya Wild Child Bound mentrigger topic yang saya jelajahi 1 bulan terakhir baik dari bacaan maupun beberapa literatur. Dengan catatan bahwa “Meyakini sesuatu berdasarkan data adalah suatu keniscayaan bukan imajinasi” sehingga mungkin ini waktu yang tepat untuk berbagi ide ide dan bunga pikiran.

Di era teknologi dan digital hampir semua berita dan informasi mengalir sebegitu dramatisnya seperti air terjun di tengah pegunungan. Menariknya aliran informasi ini seperti tidak melalui gatekeeper. Sehingga orang orang seperti kita kebanyakan hanya menjadi “passive receiver”, dibandingkan dengan “active curator”.

Dampaknya beberapa pembicaraan dalam keseharian kita bersifat asumtif dan subjektif, tentunya lama kelamaan akan menjadi moral hazard jika informasi yang diterima tidak dicerna dan dicrosscheck secara sistematis.

Hakikatnya dalam bidang apapun di dalam hidup ini, diperlukan suatu strong opinion yang didasarkan dengan data,fact, number. Baik layer 1 — layer 3. Dengan adanya fact, future decission atau keputusan di masa depan dapat di tarik secara progressive, inilah bobot dari hyper parameter di dunia machine learning. Dimana dengan memberikan feed seperti variable dinamis, data tersebut apakah valid dan bisa diterjemahkan lagi sebagai domain knowledge baru atau hanya bias.

Disini diperlukan strategi dinamakan “Conviction” atau “memberikan bobot — YAKIN” pada umumnya jika kita ingin melakukan suatu hal di dalam hidup ini yang bersifat “BESAR” tentunya diperlukan sebuah dorongan atau bisa dibilang “CONVICTION”, nah sebelum sampai ditahap ini biasanya “Keyakinan terhadap suatu hal” terbentuk bukan hanya setelah membaca 1 lembar buku atau ngobrol dengan expert selama 1 jam. Tidak, “Conviction” adalah part of proses bahkan bisa jadi sebuah “Output” dari kebiasaaan dan habit yang di feed-in selama hidup kita.

Bahasa kerennya “inputnya apa?” jika yang diinput adalah “bias,subjective,bahkan sampah” bagaimana anda bisa memiliki “conviction rate” yang baik dalam menentukan sikap dan prinsip.

Kita ambil contoh- jika seorang remaja sejak lahir ditanamkan sebuah prinsip oleh orang tuanya bahwa “untuk menjadi seorang yang sukses kamu harus mendapatkan nilai 100”.

Artinya orang tua mereka memberikan suatu “control dan threshold” variable berupa “100 = sukses”, sedangkan di kehidupan nyata, dunia dewasa, kesuksesan tidak hanya bisa diukur dengan konteks trivial seperti nilai sekolah, namun itu hanya menjadi salah satu “signal, indikasi”.

Dari sini sudah mulai terbayang bahwa “keyakinan,prinsip” seorang manusia dalam behavioural psychology di tumbuhkan dari mereka anak anak, lingkungan bahkan sehari hari mereka. Akibatnya secara tidak sadar hal tersebut menjadi solid di alam bawah sadar mereka, sehingga jika terdapat “ilmu baru, teknik baru” mereka biasanya akan memasuki tahapan “sanksi, tidak mungkin, curiga” dibandingkan dengan “open minded”.

Conviction

Sebagai contoh jika ahli keuangan mengatakan “saya akan menginvestasikan uang saya ke dalam sebuah product investasi A”, namun ketika di tanya balik “Apa prospektusnya,Siapa pemiliknya, Track record, Quantitative Measurement sama RSI nya gimana, atau saat ini standardnya gimana, risk reward ratio, hedging nya pakai apa, lalu impact geopolitik terhadap product ini ada ga”,dan jawaban yang diberikan “tenang aja pasti untung, aku juga ga terlalu ngerti tapi pasti sih”, ini jelas menunjukkan “lack of conviction/lack of understanding”

Disini jelas terlihat perbedaan antara “intelligent mindset” vs “apa adanya mindset” dimana basis data dan pengetahuan menjadi faktor penentu. Sah sah saja memiliki imajinasi atau abstract namun diperlukan suatu “alasan terbaik/convincing”. Do you know “Blackrock” use tech called“aladdin” untuk melakukan investasi dengan machine learning? If you didnt know about that- congratulations — now you need to learn. Read reference below :

jika dengan pertanyaan yang “scratching the surface saja” tidak bisa dijawab bagaimana bisa meyakinkan orang lain. Artinya orang tersebut “lack of conviction”

Di beberapa buku yang saya baca, ternyata konsep terhadap hal yang tidak pasti lambat laun akan dapat di ukur dan di trajectorykan dengan mudahnya 5–10 tahun lagi dengan adanya kecepatan pemrosesan data. Tinggal tunggu waktu ketika anak anda akan berkompetisi dengan teknologi bukan lagi manusia.

Nah yang jadi permasalahan adalah “receiver” atau orang yang “diceritakan”. Jadi tidak heran jika di sekitar kita banyak orang yang terlanjur dibawa ke awang awang dan mimpi ketika “diceritakan orang lain” tanpa mempunyai basis data yang kuat.

Apapun itu, mau pembahasan tentang memilih sekolah buat anak, memutuskan untuk investasi, atau untuk mencari pekerjaan baru atau peluang bisnis baru, membeli sebuah product. Cobalah telaah dari berbagai scenario yang terjadi dari segi variabel internal seperti masa lalu, saat ini atau variable external seperti keadaan geopolitik dan tren.

Contextual Projection — Diagram By Adel Abdou

Semua dilihat dengan kacamata kuda jangka pendek dengan sumber informasi terbatas. Ini cukup ironis mengingat di dunia yang berlimpah ruah informasi tapi masih ada yang gagap dan latah sehingga mudah ditipu dan dimanipulasi oleh banyak pihak yang tidak bertanggung jawab.

Lalu solusinya apa, ya itu tadi, untuk melatih “conviction” anda harus mempunyai basis data yang “mumpuni” dan pastikan basis data nya dari sumber yang “sangat kredible” dengan validasi layer 1–2–3, terkadang ketika kita melihat sebuah data “layer 1” dan langsung percaya walaupun itu kredible tentunya menjadi tidak wise karena variant data yang belum komprehen atau koheren. Bayangkan jika anda mempunyai dataset dari 1–2–3 artinya terdapat multiperspektif dari pihak 1–2 dan 3 tentunya ini akan memberikan gambaran multidimensional.

Belajar dari bagaimana cara sebuah institusi besar mengambil keputusan dengan melibatkan berbagai variable untuk menyatakan “ok saya mempunyai conviction untuk melakukan ini” tentunya untuk membuat keputusan ini dibutuhkan riset dan pengetahuan.

Contoh kasus misal membuka waralaba ayam terkenal seperti KFC atau McD,,mereka mempunyai ukuran terhadap area, segmentasi, serta arus customer tidak serta merta ok kita buka di sini di pinggir hutan, tidak. They are so well informed before make any decission.

Selain itu merefine ilmu yang sudah kita pelajari dari waktu ke waktu “continous learning”. Karena pada hakikatnya anda tidak akan bisa mengalahkan “machine” jika anda sebagai manusia tidak mau memperbaiki “ilmu” yang sudah anda dapatkan sebelumnya. Possibility untuk menaklukkan mesin hanya mungkin jika anda bersedia untuk terus belajar dan memahami dunia dengan fokus seperti laser.

Be one step ahead required ultimate discipline

Nah disinilah tugas kita, anak anak anda serta cucu dari generasi kita untuk memperbaiki mentalitas terhadap suatu pernyataan. Mendidik mereka bahwasanya open minded dan crosscheck ke referensi terbaik itu “wajib hukumnya”. Sehingga kita dapat membangun peradaban yang dipenuhi generasi generasi yang tidak hanya “pintar untuk dirinya” namun juga “bermanfaat bagi semua orang”.

Dunning Krugger Valley Of Despair

When you have lack of knowledge but can be hyperconfident soon you will have a “correction in your life” then only realize “im nothing” dan baru slowly gather knowledge,acquired experienced dan benar benar menjadi expert ketika anda memiliki “good knowledge” produce “good conviction”.

Penutup

Kemarin saya sempat menonton satu film bernama “Law Abiding Citizen”, ketika ternyata hukum bisa dipermainkan dihadapan orang orang “Intelligent” tidak ada pilihan lain kecuali untuk merubahnya dengan tangan sendiri.

Dia mempunyai conviction rate yang tinggi untuk berharap pada hukum yang adil ketika terjadi hal buruk dengan keluarganya. Kenyataan di lapangan? jangankan adil ternyata para elite,pengacara, dan jaksa bisa diajak negosiasi oleh penjahat. Terdengar cliche?

Konklusi: mempunyai conviction rate yang baik itu sangat diperlukan agar kita sebagai individu mempunyai prinsip. Perlu dilatih semenjak dini dengan asupan pengetahuan dan ilmu yang baik, dan sangat dibutuhkan tambahanmoral compass agar “kepintaran/inteligensia” dapat berubah bentuk menjadi hal yang bermanfaat.

Namun jika conviction rate yang kita miliki ternyata bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan, artinya yang kita pelajari bisa jadi “tidak absolute, atau tidak relevan lagi”. Diperlukan suatu tindakan baru untuk “memperbaiki sistem atau memperbarui pengetahuan kita akan suatu hal”. (Walaupun di film ini terkesan lebih ke revenge)

Tanpanya generasi kita dan keturunan kita kelak nantinya akan hidup di distopia tiada akhir.

Mudah mudahan kita berjumpa lagi sambil menikmati teh di puncak kehidupan.

See you on top !

Reference

https://www.researchgate.net/publication/228985950_THE_IMPACT_OF_CYBERSPACE_AND_GLOBALIZATION_ON_THE_FUTURE_OF_ARCHITECTURE_VISIONARY_INSIGHT

https://www.blackrock.com/aladdin/offerings/aladdin-enterprise

https://www.blackrock.com/sg/en/institutional-investors/investment-capabilities/aladdin#finanacial-institutions

https://www.researchgate.net/figure/The-past-present-and-future-inter-relationships-a-comprehensive-approach-for_fig2_228985950

https://en.wikipedia.org/wiki/Dystopia

--

--