Berobat

Candra D Hendrian
Aksaranara
Published in
2 min readJul 10, 2024

Suatu sore yang mendung, saya memutuskan untuk mengendarai Vespa kesayangan saya menuju bengkel Mang Uma. Vespa ini sudah menemani saya selama bertahun-tahun, tetapi belakangan ini mesinnya sering bermasalah. Mang Uma adalah salah satu montir bengkel langganan saya sejak dulu. Ia mekanik legendaris yang terkenal karena keahliannya memperbaiki Vespa.

Perjalanan menuju bengkel Mang Uma cukup menantang dengan jalan berliku dan beberapa bagian yang rusak. Sesampainya di sana, saya langsung parkir di bengkel Mang Uma. Bengkel itu terletak di pinggir desa, sederhana, tetapi penuh dengan berbagai jenis motor, terutama Vespa.

Saya disambut oleh senyuman khas , Mang Uma- dengan tangan penuh noda oli dan wajah yang menunjukkan pengalaman bertahun-tahun di bidangnya.

“Kenapa Vespa nya?” tanyanya.

“Vespa saya akhir-akhir ini sering mati mendadak, Mang. Ingin di cek dengan Mang Uma-,” jawab saya.

Mang Uma mengangguk dan segera memeriksa Vespa saya. Sambil menunggu, saya duduk di bangku kayu di depan bengkel, ditemani secangkir kopi hangat yang disuguhkan oleh istri Mang Uma. Saya mengamati suasana bengkel dan desa yang tenang. Beberapa penduduk setempat lalu lalang berjalan di depan saya sangat ramah. Mereka semua tampak akrab dengan Mang Uma.

Setelah beberapa saat, Mang Uma kembali dengan diagnosis. “Karburatornya kotor dan ada beberapa bagian yang aus. Kita perlu mengganti beberapa suku cadang juga. Tapi tenang saja, bisa kita perbaiki hari ini.”

Saya setuju, dan Mang Uma segera mulai bekerja. Melihat dia bekerja dengan cekatan dan teliti membuat saya yakin Vespa saya berada di tangan yang tepat.

Sementara itu, saya mengobrol dengan penduduk desa yang sedang menunggu giliran. Mereka bercerita tentang kehidupan sehari-hari di desa Mang Uma dan bagaimana bengkel ini selalu menjadi tempat andalan mereka.

Setelah sekitar dua jam, Mang Uma kembali dengan Vespa saya yang sudah diperbaiki. “Sudah selesai, Can. Coba nyalakan mesinnya.”

Saya menyalakan Vespa dan suara mesinnya kembali halus, bahkan terasa lebih bertenaga daripada sebelumnya. Saya merasa sangat lega dan senang.

“Terima kasih banyak, Mang Uma. Keren banget memang Mang Uma,” kata saya sambil menyerahkan biaya perbaikan.

Mang Uma hanya tersenyum. “Sama-sama, Can. Senang bisa membantu. Hati-hati di jalan, ya.”

Dengan hati yang lega, saya melanjutkan perjalanan. Pengalaman memperbaiki Vespa di bengkel Mang Uma bukan hanya tentang perbaikan mesin, tetapi juga tentang keramahan dan kehangatan yang saya rasakan selama berada di desa itu. Kini, setiap kali saya mengendarai Vespa, saya akan selalu teringat akan kebaikan dan keahlian Mang Uma. Mang Uma dan bengkel kecil itu akan selalu menjadi bagian dari cerita perjalanan Vespa saya.

--

--