Peran Ganda Wanita “SFH”

AkuKita Wanita
AkuKitaWanita
Published in
3 min readApr 11, 2021

Menjadi Pelajar dan Anak Rumah Tangga serta Upaya Mengatasinya

Sudah lebih dari satu tahun lamanya, pandemi Covid-19 sampai saat ini masih berlangsung. Meskipun begitu, sudah beragam upaya dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk mengurangi angka penyebaran Covid-19. Salah satunya dengan memunculkan kebijakan “School From Home”. Pendidikan dimasa pandemi tidak perlu dilakukan di sekolah dan kampus melainkan bisa dilakukan di rumah secara daring.

Image Credit AkuKita Wanita

Alih-alih senang karena bisa belajar di rumah, beberapa wanita justru mengalami masalah yaitu Peran Ganda: menjadi seorang pembelajar sekaligus anak rumah tangga. Saya-pun mengambil kesempatan untuk mewawancarai dua orang mahasiswi guna mencari tau mengapa mereka bisa menerima dua peran secara bersamaan. Anggap saja nama dari narasumber adalah Mawar dan Melati.

Menurut Mawar dan Melati, peran ganda yang terjadi pada mereka berawal dari doktrin keluarga. Jadi, keluarga memiliki wacana yang diturunkan dari generasi ke generasi bahwa perempuan harus pintar dalam pekerjaan rumah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Mawar dan Melati untuk abai terhadap pekerjaan rumah. Hal inilah yang kemudian membuat mereka menjadi tidak fokus ketika belajar. Mereka harus membagi pikirannya kedalam dua pekerjaan: membantu pekerjaan rumah dan urusan kuliah. Bagi mereka, membagi pikiran kedalam dua peran bukanlah perkara mudah karena mempengaruhi mood untuk beraktivitas. Misalkan saja, munculnya rasa kesal dan kelelahan yang melebihi perkuliahan di kampus.

Selain itu, keduanya juga dihadapkan pada ungkapan yang memiliki “label” kepada perempuan. Salah satu contohnya adalah “rumah berantakan banget sih, kaya ga ada ceweknya”. Ungkapan itu sebenarnya meng-korelasikan bahwa pekerjaan domestik dianggap sebagai kodratnya perempuan. Mawar dan Melati mengatakan ungkapan seperti ini mengkonstruksi mereka untuk mengikuti peranan perempuan di masyarakat. Di dalamnya terdapat karakter yang disampaikan dan standar peranan perempuan dalam struktur sosial. Demi menjaga citra perempuan dan “menerima apa yang sosial”, Mawar dan Melati harus menerima pekerjaan rumah di sela-sela waktu kuliahnya.

Selain mengkonstruksi mereka, ungkapan itu juga menjadi bahan untuk merefleksikan diri. Dampaknya adalah Mawar dan Melatih merasa tidak memiliki pilihan untuk menentukan dirinya sebagai perempuan. Mereka tidak bisa keluar dari peran ganda dan secara perlahan harus menerima konstruksi sosial sebagai dalih melatih diri untuk masa depan. Jadi, antara pendidikan dan wanita rumah tangga harus mereka terima.

Bagi mereka, peran ganda seharusnya tidak hanya dialami perempuan tetapi juga laki-laki. Masalahnya, budaya patriarkis mempengaruhi peranan seseorang berdasarkan gender sehingga menciptakan adanya ketimpangan. Ketimpangan peran ganda dirasakan oleh Melati atas rasa ketidakadilan terhadap saudaranya. Konstruksi laki-laki berperan untuk mencari nafkah membuat saudaranya tidak menerima peran sebagai anak rumah tangga. Bahkan cenderung membebani pekerjaan rumah tangganya kepada Melati. Tapi lagi-lagi, tidak ada hal yang bisa dilakukan Melati untuk menghilangkan kultur patriarkis tersebut.

Dari pengalaman Mawar dan Melati sebagai pembelajar dan anak rumah tangga, peran ganda menurut mereka tidak bisa dihilangkan. Tetapi, hal ini bisa diatasi sebagai upaya menciptakan keadilan gender dalam lingkup keluarga. Berikut saran dari Mawar dan Melati bagi kalian yang memiliki peran ganda:

  1. Bersikap terbuka kepada keluarga.

Dengan bersikap terbuka kepada keluarga, maka kamu bisa menyampaikan pendapat mengenai peran ganda yang diterima. Keluarga-pun bisa mengetahui apabila kamu mengalami masalah dalam menjalankan peran ganda. Entah itu berupa keluh kesah, saran ataupun solusi. Selain itu, kita juga secara langsung dapat merubah kultur patriarkis dalam lingkup terkecil. Lalu, bisa membangun kultur keluarga dimana urusan rumah merupakan kewajiban bagi setiap penghuninya. Jadi, peran ganda bisa diterima oleh setiap orang dan tidak mengacu pada gender.

2. Beri tau agenda kamu kepada orang tua.

Jika kamu memiliki peran ganda, maka keluargamu juga harus mengetahui dengan jelas peran apa yang sedang kamu mainkan. Hal ini dilakukan agar kamu bisa fokus disetiap peran. Menurut Mawar dan Melati, cara ini dapat mengurangi rasa kesal dengan kegiatan domestik yang serba dadakan. Oleh karena itu, pekerjaan pada domain publik dan domestik yang kamu lakukan menjadi teragendakan dengan rapih.

3. Inisiatif melakukan pembagian tugas.

Kamu harus menjadi inisiator untuk merubah keadaan. Salah satu caranya adalah dengan membagi-bagi tugas dengan anggota keluarga. Jika kamu merasa terbebani, kamu juga harus bisa membagikan tugas ke orang lain dengan porsi yang adil. Ini bisa membantu membangun keakraban dan menjadi keluarga yang solid loh!

Jadi, belajar dari rumah tidak semudah yang dipikirkan loh temen-temen. Beberapa orang merasakan beban untuk melakukan pekerjaan rumah yang selama ini tidak didapatkan ketika belajar di kampus. Kalo kita gatau cara mengatasinya, peran ganda seperti ini bisa menjadi tekanan buat kita. Meskipun peran ganda dialami setiap orang dan tidak bisa dihilangkan, kita harus tau caranya untuk berpikir adil apalagi soal gender.

By Raka Gunara, Research and Creative Team AkuKita Wanita

--

--