Penciptaan Alam Semesta dan Isinya

Meretas Misteri Alam Semesta: Menggali dan Memahami Isinya dengan Penuh Kecintaan

D. Husni Fahri Rizal
Al-Haitsam
10 min readAug 20, 2023

--

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (Ulil Albab)

Di suatu malam yang memikat, seorang peneliti terpesona oleh pesona langit berbintang yang memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana alam semesta ini tercipta dan mengapa segala sesuatu ada? Di sisi lain dunia, ilmuwan dan filsuf dari berbagai budaya juga merenungkan misteri serupa. Artikel ini mengajak kita untuk menjelajahi perpaduan antara ilmu pengetahuan dan pandangan agama, khususnya perspektif Islam, dalam membahas penciptaan alam semesta. Dari pandangan ilmu pengetahuan modern yang menyoroti teori kosmologi hingga pandangan Islam yang mengaitkan penciptaan dengan kehendak Alloh SWT, kita akan merenungi makna yang melampaui batas langit yang kita lihat.

Dalam perjalanan menggugah ini, kita akan menggali pandangan ilmu pengetahuan modern tentang bagaimana alam semesta bermula, melalui konsep seperti Teori Ledakan Besar. Di samping itu, artikel ini juga akan memperlihatkan cara pandangan agama Islam, yang melihat ciptaan sebagai tindakan Tuhan Yang Maha Kuasa, memberikan kedalaman spiritual dalam pemahaman tentang asal-usul alam semesta. Dengan mempertimbangkan kedua perspektif ini, kita akan mencoba menjembatani kesenjangan antara eksplanasi ilmiah dan makna rohaniah dalam upaya kita memahami akar penciptaan alam semesta dan segala isinya.

Penciptaan Alam Semesta dari Sisi Ilmu Pengetahuan

Teori Ledakan Besar, atau Big Bang Theory, adalah konsep mendasar dalam kosmologi modern yang pertama kali diusulkan oleh seorang astronom Belgia bernama Georges Lemaître pada tahun 1927. Lemaître, seorang imam Katolik yang juga ahli fisika, mengajukan gagasan bahwa alam semesta awalnya terkonsentrasi dalam satu titik yang sangat padat dan panas, disebut singularitas. Ia menggambarkan bahwa pada titik ini, seluruh materi dan energi berkumpul dalam keadaan sangat terkonsentrasi.

Ilustrasi Big Bang awal Penciptaan

Alam semesta dimulai sebagai sesuatu yang sangat kecil, tidak terhingga, padat tidak terbatas, sebuah singularitas. Dari mana asalnya dan mengapa itu muncul? Tidak ada yang bisa menjawab. Dengan kata lain, ini adalah titik di mana semua hukum fisika tidak dapat dibedakan satu sama lain, di mana ruang dan waktu tidak lagi saling terkait, namun bergabung dan tidak memiliki makna independen.

Namun, konsep Teori Ledakan Besar tidak segera diterima. Baru pada tahun 1929, astronom Amerika Edwin Hubble memperoleh bukti observasional yang mendukung gagasan ekspansi alam semesta. Hubble mengamati pergeseran merah dalam spektrum cahaya galaksi-galaksi yang menandakan bahwa mereka menjauh satu sama lain, menunjukkan ekspansi alam semesta. Temuan ini sejalan dengan prediksi Teori Ledakan Besar yang menyatakan bahwa alam semesta mengalami ekspansi.

Pergeseran Merah Sebanding dengan Jarak antar Galaksi

Seiring waktu, pengamatan lebih lanjut dan pengembangan konsep fisika dan kosmologi mendukung Teori Ledakan Besar. Berbagai bukti seperti pengamatan pergeseran merah yang semakin besar seiring dengan jarak galaksi, distribusi unsur-unsur kimia dalam alam semesta, dan penemuan latar belakang radiasi mikro gelombang kosmik (CMB) semakin menguatkan pandangan bahwa alam semesta bermula dari ledakan besar yang dahsyat.

Radiasi yang tersisa dari tahap awal perkembangan alam semesta

Selain Teori Ledakan Besar, terdapat juga teori lain yang mengusulkan pandangan alternatif mengenai asal-usul alam semesta. Salah satunya adalah Teori Stasioner yang diusulkan oleh Hermann Bondi, Thomas Gold, dan Fred Hoyle pada tahun 1948. Teori ini berpendapat bahwa alam semesta tidak memiliki awal atau akhir yang jelas, melainkan selalu ada dalam keadaan seragam dari waktu ke waktu. Namun, bukti observasional seperti pergeseran merah dan radiasi latar belakang kosmik lebih mendukung Teori Ledakan Besar.

Teori lain yang menarik adalah Teori Multiverse, yang mengusulkan bahwa mungkin ada banyak alam semesta atau “multiverse” yang eksis secara bersamaan. Setiap alam semesta dalam multiverse ini mungkin memiliki hukum fisika dan kondisi awal yang berbeda-beda. Walaupun teori ini spekulatif, beberapa fisikawan telah mengeksplorasi kemungkinan multiverse sebagai jawaban atas beberapa pertanyaan dalam fisika teoretis.

Teori Multiverse

Meskipun berbagai teori ini terus berkembang dan mengalami perbaikan, Teori Ledakan Besar tetap menjadi landasan utama dalam memahami asal-usul alam semesta dan perkembangannya. Meskipun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, konsep Teori Ledakan Besar memberikan wawasan yang penting tentang bagaimana segala sesuatu bermula.

Mengubungkan Penjelasan Ilmiah dan Keterangan Agama

Dalam konteks menjelaskan segala hal dari sudut pandang agama, penting untuk menjaga kewaspadaan dan kehati-hatian. Informasi yang disampaikan harus melewati filter ketelitian, merujuk kepada dasar-dasar ajaran Islam yang berpusat pada Al-Qur’an dan Hadits yang shohih.

Hadits yang shohih merupakan riwayat dari Nabi Muhammad SAW dengan rantai sanad yang kuat dan bebas dari celaan. Mengutip informasi dari Hadits yang shohih penting agar penjelasan yang diberikan sesuai dengan ajaran Islam yang sahih dan ilmiah. Mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits yang shohih, penjelasan menjadi akurat, menghindari penyebaran informasi keliru dari sumber yang tak valid.

Oleh karena itu, keberhati-hatian dalam menyampaikan informasi agama adalah kunci. Dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits yang shohih, kita memastikan penjelasan sesuai ajaran Islam, andal untuk pandangan yang benar. Namun, penjelasan agama kadang membutuhkan interpretasi. Tapi, dalam penafsiran agama, logika ilmu pengetahuan tak selalu tepat.

Ilustrasi Kitab Hadist

Penafsiran agama bisa mengandung dimensi spiritual yang tak terjangkau akal manusia. Kadang tak bisa dijelaskan logis. Jika mendukung ilmu pengetahuan, bisa jadi bukti kebesaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Keseimbangan antara ilmiah dan keyakinan agama penting. Ada dimensi agama di luar akal manusia, mengajarkan rendah hati menghadapi misteri agama.

Sambil menghormati akal dan ilmu, kita perlu mengakui dimensi kompleks agama. Ini mengajarkan kita bahwa terkadang iman memberikan pemahaman lebih dalam daripada akal. Sehingga, dalam memahami penjelasan agama, keseimbangan antara ilmu dan keyakinan adalah penting, mengingat ada hal-hal yang tak terjangkau oleh akal.

Penciptaan Alam Semesta dari Sisi Agama Islam

Untuk memulai penjelasan tentang penciptaan alam semesta, mari kita mulai dengan merujuk pada Surat Az-Zumar Ayat 62:

ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.

Hal ini sejalan dengan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:

كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ ، وَخَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ

Allah telah ada dan sesuatu apapun selain-Nya belum ada. Arsy-Nya berada di atas air. Dia mencatat segala sesuatu dalam ad-Dzikr (al-Lauh al-Mahfudz) dan Dia menciptakan langit dan bumi. (HR. Bukhari 3191)

Ayat dan Hadits yang telah disebutkan menggambarkan secara rinci tentang kondisi awal penciptaan alam semesta serta hubungan antara Alloh dan ciptaan-Nya. Ayat ini merujuk kepada fakta bahwa seluruh makhluk dan entitas di luar Alloh adalah ciptaan-Nya. Semua makhluk tersebut diatur, diurus, dan diciptakan oleh-Nya.

Dalam perspektif ini, ayat dan Hadits tersebut memberikan gambaran tentang kedaulatan dan kekuasaan Allah sebagai Pencipta semesta. Dengan ini, kita diingatkan akan ketergantungan mutlak semua makhluk kepada-Nya. Allah berada di atas segala sesuatu sebagai Pencipta dan Pengatur. Semua yang ada, baik langit, bumi, dan seluruh isinya, adalah hasil ciptaan-Nya.

Pentingnya ayat dan Hadits ini juga terlihat dalam penjelasan mengenai posisi Arsy Allah. Dalam pemahaman ini, disebutkan bahwa sebelum penciptaan langit dan bumi, Arsy Allah berada di atas air. Namun, perlu ditekankan bahwa posisi ini tidak terbatas oleh ruang dan waktu manusia, karena Allah berada di luar dimensi ruang dan waktu kita. Meskipun posisi Arsy Allah di atas air dijelaskan dalam konteks awal penciptaan, ini bukanlah gambaran fisik yang dapat kita pahami secara terbatas.

Disisi lain ada hadist yang di riwayatkan juga oleh Imam Bukhori bahwa Arsy Alloh senantiasa berada di atas air (HR. Bukhari 6869 dan Muslim 1659)

Dengan kata lain, ayat dan Hadits-Hadits di atas menggambarkan makna yang lebih mendalam tentang keberadaan Allah dan relasinya dengan ciptaan-Nya. Mereka mengingatkan kita untuk mengembangkan pemahaman dan penghormatan yang tepat terhadap kebesaran dan kedaulatan-Nya, sambil mengakui bahwa kita sebagai manusia memiliki keterbatasan dalam memahami aspek-aspek yang lebih tinggi dan spiritual dalam agama.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan,

Makna tekstual Hadits yang sebelumnya bahwa Arsy dulu berada di atas air, sebelum penciptaan langit dan bumi. Dan disepakati bahwa Arsy Allah selalu berada di atas air. Dan yang dimaksud dengan air bukan air lautan, namun dia adalah air di bawah Arsy sebagaimana yang Allah kehendaki. (Fathul Bari, 13/410).

Kalau saya berpendapat, sekali lagi ini adalah cuma pedapat sendiri, air yang berada di bawah arsy Alloh ini cendrung ke suatu bentuk gas yang cair. Dalam ilmu pengetahuan atau fisika bentuk ini di sebut sebagai Flasma. Hal ini karena Plasma merupakan bentuk zat yang paling umum di semesta, baik dalam massa maupun volume. Seluruh bintang terbuat dari plasma, dan bahkan ruang antar bintang juga berisi plasma, walaupun sangat renggang.

Penciptaan Langit dan Bumi

Apabila kita persempit makna alam semesta dengan definisi adalah langit dan bumi beserta isisnya maka jelas bahwa kondisi awal sebelum alam semesta di ciptakan Alloh telah mencipatkan, salah satunya Arsy, Qolam (al-Lauh al-Mahfudz) serta air yang ada di bawah arsy ( bukan air yang ada di kehidupan kita sehari-hari).

Berdasarkan keterangan dalam Al Qur’an surat Al Anbiya ayat 30 di jelaskan:

اَوَلَمۡ يَرَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡۤا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ كَانَـتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰهُمَا‌ ؕ وَجَعَلۡنَا مِنَالۡمَآءِ كُلَّ شَىۡءٍ حَىٍّ‌ ؕ اَفَلَا يُؤۡمِنُوۡنَ

Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?

Dalam ayat tersebut, pernyataan bahwa langit dan bumi “dahulu adalah suatu yang padu” dapat diartikan sebagai keadaan awal alam semesta yang padat dan terkompresi, sesuai dengan konsep titik tunggal pada permulaan Big Bang. Kemudian, pernyataan “kemudian Kami pisahkan antara keduanya” sesuai dengan fase perluasan alam semesta yang terjadi setelah meledaknya titik tunggal tersebut.

Bagian penting lainnya adalah pernyataan “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” Ini menggambarkan penciptaan makhluk hidup dari unsur dasar seperti air, yang konsisten dengan pandangan bahwa elemen-elemen dasar dalam alam semesta memainkan peran dalam munculnya kehidupan.

Dalam konteks teori Big Bang, ayat tersebut dapat dianggap sebagai suatu gambaran yang paralel dengan pemahaman ilmiah tentang asal-usul alam semesta. Ayat ini menyampaikan gagasan bahwa langit dan bumi berasal dari keadaan awal yang padu dan kemudian dipisahkan, yang sesuai dengan perluasan alam semesta dalam teori Big Bang. Sementara pernyataan tentang penciptaan makhluk hidup dari air sesuai dengan perkembangan kehidupan di bumi, yang juga konsisten dengan pandangan ilmiah mengenai evolusi kehidupan.

Alam semesta di awali dengan dentuman besar, begitu pula alam semesta ini akan di akhiri dengan dentuman besar pula yaitu tiupan terompet sangkakala hari kiamat. Apabila terompet ini di bunyikan ini pertanda bahwa hari kehancuran alam semesta ( bumi dan langit) terjadi.

Di awali dengan Big Bang dan di akhiri dengan Big Rip

Ketika Allah telah selesai menjadikan langit dan bumi, Allah menjadikan sangkakala (terompet) dan diserahkan kepada malaikat Isrofil, kemudian ia letakkan dimulutnya sambil melihat ke Arsy menantikan bilakah ia diperintah. Saya bertanya : “Ya Rasulullah apakah sangkakala itu?” Jawab Rasulullah : “Bagaikan tanduk dari cahaya.” Saya tanya : “Bagaimana besarnya?” Jawab Rasulullah : “Sangat besar bulatannya, demi Allah yang mengutusku sebagai Nabi, besar bulatannya itu seluas langit dan bumi, dan akan ditiup hingga tiga kali. Pertama : Nafkhatul faza’ (untuk menakutkan). Kedua : Nafkhatus sa’aq (untuk mematikan). Ketiga: Nafkhatul ba’ats (untuk menghidupkan kembali atau membangkitkan).”

Kesimpulan

Dalam era modern, penelitian dan eksplorasi ilmiah telah membawa manusia untuk lebih memahami misteri asal-usul alam semesta. Konsep Teori Ledakan Besar dan berbagai penemuan observasional yang mendukungnya telah memberikan dasar ilmiah untuk memahami bagaimana alam semesta bermula dari sebuah titik tunggal yang padat dan panas. Pandangan ini terus berkembang dan memberikan wawasan tentang alur perkembangan alam semesta dari saat itu hingga saat ini.

Namun, menjelaskan asal-usul alam semesta tidak hanya terbatas pada pendekatan ilmiah semata. Artikel ini juga menunjukkan pentingnya memahami perspektif agama, khususnya Islam, dalam menjelaskan penciptaan alam semesta. Ayat dan Hadits yang diambil dari Al-Qur’an dan tradisi Nabi Muhammad SAW memberikan pandangan yang mendalam tentang bagaimana Allah SWT sebagai Pencipta segala sesuatu, di mana langit dan bumi awalnya “dahulu adalah suatu yang padu” sebelum dipisahkan, dan bahwa air adalah elemen penting dalam penciptaan makhluk hidup.

Dengan mengintegrasikan pandangan ilmiah dan pandangan agama, artikel ini mengajak pembaca untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman fisik dan spiritual tentang penciptaan alam semesta. Meskipun Teori Ledakan Besar memberikan gambaran ilmiah tentang awal alam semesta, pandangan agama mengarahkan kita untuk memahami dimensi yang lebih dalam, yaitu penciptaan sebagai tindakan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Penjelasan ilmiah dan pandangan agama bukanlah hal yang bertentangan. Sebaliknya, keduanya dapat melengkapi satu sama lain dan memberikan perspektif yang lebih komprehensif tentang asal-usul alam semesta. Dengan memadukan pemahaman ilmiah dan spiritual, kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang keberadaan alam semesta, sekaligus menghargai kebesaran dan kedalaman ajaran agama.

Apa Selanjutnya?

Untuk pembahasan selanjutnya kita akan coba kaji dan jelaskan lebih dalam mengenai proses penciptaan Langit dan Bumi dengan lebih detil dan mendalam. Stay Tune !!!

Wallahu a’lam bish-shawab (Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya)

You Tube

Jangan Lupa untuk Share, Like , dan Subscribe untuk mendukuk Dak’wah Kami.

Reference

  1. Al-Qur’an
  2. Al-Hafizh Ibnu Katsir, Terjemah Al-Bidayah wa An-Nihayah Jilid 1. Pustaka Azzam. 2013
  3. Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fathul Bari.

--

--

D. Husni Fahri Rizal
Al-Haitsam

Engineering Leader | Start-Up Advisor | Agile Coach | Microservices Expert | Professional Trainer | Investor Pemula