SoundCloud (Masih) Terus Berlanjut

Anton Kurniawan
antonkurniawan
Published in
3 min readAug 16, 2017
SoundCloud ‘era baru’

Akhir pekan lalu merupakan hari-hari yang begitu sangat menentukan bagi nasib SoundCloud untuk ke depan… hingga akhirnya satu posting di blog resmi SoundCloud pada tanggal 11 Agustus 2017 yang dituliskan oleh sang CEO Alexander Ljung,
Exciting news and the future of SoundCloud, menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan serta gunjang-ganjing selama ini. Mulai dari kabar pengurangan ratusan karyawan, penutupan kantor di London & San Francisco, kehabisan duit cash, hingga isu penutupan layanan. Poinnya adalah model bisnis yang dijalankan oleh SoundCloud yang menginjak usianya yang ke-10 tahun, hingga detik ini belum memberikan keuntungan bagi perusahaan yang bergerak di layanan musik streaming alias pengaliran musik ini, dimana mayoritas kontennya adalah merupakan lagu-lagu ‘indie’.

Dari keterangan di blog resmi tersebut dijelaskan bahwa SoundCloud telah mendapatkan kesepakatan pendanaan dari The Raine Group (bank/New York) dan dari Temasek (BUMN/Singapura), tanpa menyebut secara rinci berapa nilai investasi masing-masing yang dikucurkan, namun diyakini SoundCloud mendapatkan suntikan dana sekitar 170 juta dollar atau setara hampir 2,28 trilyun.

Di dalam blog tersebut juga disebutkan struktur & management baru perusahaan (tentunya atas permintaan/kesepakatan dengan para investor baru), dengan masuknya Kerry Trainor dan Mike Weissman yang masing-masing akan menjabat sebagai CEO and COO SoundCloud. Sebelumnya Kerry Trainor dan Mike Weissman tergabung dalam platform layanan video Vimeo. Sementara para cofounder SoundCloud yang bertahan yaitu Alexander Ljung sendiri masih tetap memiliki jabatan di SoundCloud yaitu sebagai Chairman dan Eric Wahlforss sebagai CPO, dan tentunya mereka masih digaji he… he... he…

Kita bakal lihat bagaimana kelanjutan kinerja SoundCloud ke depan. Dengan duit sekian trilyun di tangan target utamanya adalah yang pasti untuk membayar hutang-hutang lalu. Model bisnis yang sudah ada sekarang tidak mungkin dilanjutkan lagi kalau SoundCloud mau tetap survived dan profitable. Dengan membebankan layanan premium sebesar $10 per bulan konsumen akan merasa berat, sudah pasti lebih mahal dibandingkan dengan layanan pengaliran musik dengan jumlah katalog lagu yang lebih besar milik Spotify misalnya ataupun Deezer.

Ada satu artikel menarik dari TNW, bahwa disebutkan untuk mendapatkan pemasukan duit, SoundCloud seharusnya bisa lebih fokus sebagai music publisher. Dengan banyaknya konten yang jumlahnya sangat besar saat ini, terutama sekali konten-konten independen dan beragam genre membuat SoundCloud ‘lebih kaya’. Hal lain yang bisa juga dilakukan adalah dengan mengadopsi ala Bandcamp, mendukung penuh talenta-talenta musik yang berbakat untuk jualan album, termasuk jualan produk-produk merchandise musik, dan juga menyediakan layanan donasi dari penggemar.

Oya, saya coba mengingat hampir dua tahun lalu (2 Juli 2015) pernah diundang oleh salah satu pejabat SoundCloud untuk melakukan meeting kecil di Jakarta. Dari kartu nama yang saya peroleh saat itu, posisi yang bersangkutan adalah “New Markets”, jadi saya coba menerka-nerka bahwa mungkin saja SoundCloud akan fokus menggarap pasar Indonesia/Asia Tenggara.

Beberapa hal kami diskusikan dan shared saat itu, termasuk saya sampaikan juga bahwa di beberapa kota di Indonesia lumayan solid tumbuh komunitas-komunitas SoundCloud lokal, terlihat dari aktivitas off-air ataupun event yang diadakan secara kolektif. Namun sepertinya hal tersebut masih dianggap ‘kurang’ oleh divisi “New Markets” ini. Menurutnya, SoundCloud lagi menguber banyak konten ataupun katalog lokal dalam jumlah besar, termasuk diantaranya lagu-lagu Indonesia yang hits dan populer. Termasuk juga mengincar konten lagu yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan rekaman di Indonesia.

Semoga bertambah lebih baik, sukses SoundCloud ‘era baru’ di dekade selanjutnya!

Foto: Soundcloud Tumblr

--

--