Muhammad dan Kekuasaan

Siapa pun yang menguasai manusia, menguasai dunia.

Muhammad Arsjad Yusuf
Apostrof
2 min readAug 4, 2023

--

Gambar gurun pasir Rub ‘al Khali karya Nepenthes yang diambil dari Wikipedia

Aku punya tesis sederhana: Siapa pun yang mempelajari kisah Muhammad secara utuh, akan membencinya, atau mengaguminya. Hanya dua kemungkinan itu. Tidak di antaranya. Tidak yang lain.

Utbah bin Rabiah, salah satu musuh Muhammad, setelah mempelajari verbatim Alquran dengan saksama, memberi nasihat kepada kawan-kawannya, “Tinggalkanlah Muhammad sendiri! kata-katanya [Alquran] kelak akan membara di luar sana, dan karenanya dia akan dihabisi. Kalau dia habis, keinginan kita terpenuhi. Kalau dia menang, kedaulatan dan kekuatannya kelak akan kita nikmati juga.”

Kawan-kawan Utbah mencela, “Kau sudah tersihir kata-kata Muhammad!”

Sayang, mereka keliru. Utbah tidak tersihir. Ia tetap setia kepada kawan-kawannya. Buktinya, ia mati dalam peperangan melawan Muhammad. Nasihat Utbah objektif, dan menjadi kenyataan. Muhammad akhirnya menang, dan kaumnya menikmatinya.

Apa yang Muhammad punya untuk menang? Bahasa dan ritual. Bukan bahasa dalam teks, murni verbal. Bukan ritual formalitas, tetapi ketundukan (Islam). Muhammad dengan orkestra bahasanya mampu menghasilkan nada-nada yang dibutuhkan untuk mereformasi bangsanya, di antaranya: kontroversi (pelecehan), ketakutan (neraka), harapan (kekuasaan), mimpi (surga), persatuan (monoteisme), dan solidaritas (jihad). Dengan bahasa, Muhammad mampu menundukkan emosi-emosi terdalam dari manusia dan mengendarainya. Untuk memastikan ketundukkan itu, Muhammad menguncinya melalui ritual. Karena itu, kita bisa mengukur secara dramatis keimanan seseorang melalui ritualnya. Dalam jargonnya, Muhammad membenarkan ini, “Salat adalah tiang agama.”

Tentu saja sebelum mengapitalisasi bahasa dan ritual, Muhammad telah terlebih dahulu menundukkan dirinya sendiri. Dalam deskripsi sederhana, Muhammad adalah seorang stoic. Punya satu tujuan, yaitu berkuasa, dan tidak pernah membiarkan emosinya tunduk pada segala hambatan dan rintangan untuk mencapainya. Karena itu, seluruh gerakannya selalu persisten dan konsisten, efektif dan efisien.

Muhammad menemukan formula sederhana untuk berkuasa: Tundukkan dirimu, kuasai bangsamu, taklukkan dunia. Muhammad memahami realita sederhana dari dunia: Penguasa berganti, perbatasan berubah, kekaisaran berguguran, tetapi manusia konstan. Karenanya, menguasai manusia berarti menguasai dunia. Ketika wafat, Muhammad telah menguasai sebagian besar tepi barat Semenanjung Arab. Selanjutnya, seperti prediksi Utbah, kaumnya menikmati kekuasaan dan kedaulatan Muhammad, menguasai sebagian besar dunia.

Dalam bukunya, Michael Hart menempatkan Muhammad pada posisi pertama dari seratus orang paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah. Alasannya, Muhammad adalah pemimpin yang sangat sukses baik dalam level sekuler maupun religius. Bahkan, belasan abad setelah wafatnya, pengaruh Muhammad mampu menundukkan miliaran manusia dan meresap secara terus-menerus.

Salah atau benar, baik atau buruk, Muhammad akan selalu menjadi tokoh yang diperdebatkan. Seperti tesisku di paragraf awal, mempelajari kisahnya hanya memberiku dua pilihan, membenci atau mengagumi.

Dan aku mengaguminya.

--

--