Mengoptimalisasi Pengembangan Produk Aplikasi melalui Product Management — Studi Kasus : Aplikasi SIAKAD

Wiwit S.N
Arkatama
Published in
20 min read5 days ago

Menurut CB Insights 42% startup gagal karena tidak ada pasar untuk produk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa banyak produk digital tidak memenuhi kebutuhan atau keinginan pengguna.

Dalam artikel kali ini kita akan membahas bagaimana kita bisa menambah value dari sebuah produk agar pertukaran value tetap terjadi antara pemilik produk dan pasar. Let’s unveiling..

Life’s been a little crazy, but I’m back and ready to share some new content with you all. I hope you find this informative and enjoyable to read ❣️.

🙆🏻‍♀️Background

Beberapa waktu yang lalu tim kami ditugaskan melakukan riset produk untuk memperbaiki produk digital yang sudah ada di kantor kami. Tim Riset tersebut terdiri dari Tim Produk dan Tim Marketing.

Sebagai perusahaan dibidang software house, tentu kami ingin menyelesaikan permasalahan dan menjawab kebutuhan pelanggan melalui sebuah produk aplikasi. Ada sebuah ilustrasi yang menggambarkan hubungan 2 entitas ini, yakni Perusahaan dan Pelanggan.

Value Exchange System

Pelanggan memiliki masalah yang perlu diatasi serta kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Sementara, perusahaan memiliki produk atau layanan yang mereka tawarkan.

Ketika kebutuhan tersebut terpenuhi, pelanggan akan memberikan imbalan kepada perusahaan dalam bentuk uang, yang kemudian menjadi pendapatan dan keuntungan bagi perusahaan. Proses ini sering disebut sebagai Value Exchange System (Sistem Pertukaran Nilai).

Dalam hal ini, pertukaran nilai tersebut dapat diartikan bahwa pelanggan harus menerima sejumlah nilai atas layanan atau produk yang mereka beli dari perusahaan penyedia jasa/produk.

Fungsi dari Tim Riset ini adalah untuk menambah value dari sebuah produk agar pertukaran value tetap terjadi antara perusahaan dan pelanggan.

So, what happens when there cannot be an exchange of value between the company and the customer?

➡️ Apa yang akan terjadi ketika tidak ada pertukaran value antara perusahaan dan pelanggan? Tentu saja kita akan memasuki fase Product Death Cycle!

Product Death Cycle adalah fase di mana pembuatan produk hanya berfokus pada umpan balik pelanggan terhadap visi produk. Perilaku ini menyebabkan lingkaran setan di mana umpan balik dikumpulkan dari pelanggan yang sudah ada, fitur produk baru dibangun berdasarkan umpan balik yang diterima, dan kemudian proses ini diulangi lagi dan lagi, sehingga gagal menarik dan mempertahankan pelanggan baru untuk produk tersebut.

Product Death Cycle

So, you’ve launched your product. Congratulations!

Sayangnya, kegembiraan tersebut tidak bertahan lama karena ketika melihat metrik produk yang dilaunching, ternyata tidak ada yang menggunakannya, atau setidaknya tidak sebanyak yang diharapkan.

Hal tersebut terjadi ketika sebuah perusahaan hanya membuat fitur yang diinginkan oleh pelanggan.

Mungkin fitur tersebut hanya digunakan atau dibutuhkan oleh pelanggan tertentu, sehingga tidak ada peningkatan yang signifikan dalam penggunaan sebuah produk secara berkelanjutan.

Dalam menyelesaikan hal terebut, tidak sesederhana menanyakan “apa yang perlu dibuat?”. Sebaliknya, kita harus bisa menemukan masalah yang dialami oleh pengguna, memvalidasi masalah tersebut, kemudian membuat solusi, dan memvalidasi solusi tersebut.

Proses inilah yang biasanya disebut sebagai double diamond process.

Double Diamond Design

Berbicara tentang value sebuah produk digital..

Value sebuah produk adalah sesuatu yang sering kali ditekankan ketika produk tersebut dibahas. Value bisa menjadi alasan yang kuat mengapa suatu produk menarik bagi banyak orang. Sehingga tidak heran jika para pengembang produk, perlu mendefinisikan value ini dengan jelas, agar faedahnya bisa dikomunikasikan dengan gamblang ke calon pelanggan.

Sehingga value bisa diartikan sebagai faedah yang dirasakan setelah menggunakan sebuah produk.

Sebagai contoh, kami memiliki produk aplikasi SIAKAD Link (Sistem Informasi Akademik). Value yang kami ingin tekankan pada produk ini bukan hanya terletak pada fitur-fiturnya yang canggih atau antarmuka pengguna yang intuitif. Akan tetapi lebih kepada manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh pengguna, seperti efisiensi proses akademik, peningkatan akses informasi, dan penguatan interaksi antara mahasiswa, dosen, dan staf administrasi.

Produk Aplikasi SIAKAD Link

Ketika berbicara tentang value aplikasi SIAKAD Link, kita membahas alasan mendasar mengapa institusi pendidikan memilih untuk menggunakan dan mengandalkan sistem ini.

Value inilah yang akan menjadikan aplikasi SIAKAD Link lebih dari sekadar alat administratif. Ia akan menjadi tulang punggung yang mendukung keseluruhan ekosistem akademik. Misalnya, kemampuan aplikasi untuk mengintegrasikan data akademik, keuangan, dan administrasi dalam satu platform meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengambilan keputusan.

Mendefinisikan value produk adalah langkah yang krusial. Karena hal tersebut melibatkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan keinginan pengguna, serta bagaimana produk tersebut dapat memenuhi atau melampaui ekspektasi tersebut.

Setelah value didefinisikan, tantangan berikutnya adalah mengkomunikasikannya dengan jelas kepada calon pelanggan. Berkomunikasi dengan pelanggan dapat dilakukan melalui berbagai saluran, seperti kampanye pemasaran, media sosial, website, demo produk, testimoni pengguna, dll

Menariknya, value yang ditawarkan oleh bisnis/produk/layanan memiliki berbagai tingkatan. Jika pembaca familiar dengan konsep piramida Maslow, pembaca bisa menggunakan piramida tersebut untuk mengidentifikasi value apa yang diinginkan oleh pasar.

Piramida Maslow

Akan tetapi, piramida Maslow ternyata masih terlalu umum meski berhasil untuk menggambarkan perilaku psikologis pasar. Piramida yang sudah ada sejak tahun 40an itu akhirnya dikembangkan menjadi piramida yang baru, yakni Piramida Value yang diulas pada Harvard Business Review (HBR) pada tahun 2016 yang lalu.

Piramida Value ini memiliki bentuk yang mirip seperti piramida Maslow, tetapi isinya telah disesuaikan dengan nilai-nilai yang lebih relevan dan dibutuhkan untuk kehidupan era saat ini.

Piramida Value

Jika diperhatikan, elemen-elemen pada piramida Value sangat mudah untuk diberikan kepada pelanggan oleh perusahaan dan produk/jasa digital.

Elemen-elemen pada piramida Value tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk berbagai strategi seperti pengembangan produk baru, penentuan harga dan melihat segmentasi pelanggan.

Sebagai contoh, pengembangan produk baru adalah sesuatu yang sangat lumrah ketika value baru dikembangkan oleh perusahaan untuk menjawab kebutuhan pasar.

Sementara harga dengan value cenderung kontradiktif karena penambahan value akan meningkatkan harga tetapi akan menurunkan keinginan pelanggan untuk membeli. Namun ada kalanya penambahan value bisa meningkatkan harga dan juga meningkatkan pendapatan perusahaan.

Sedangkan segmentasi, dengan value tertentu hanya akan bisa diberikan pada segmentasi pasar tertentu. Bahkan value tertentu tidak akan bisa diberikan pada beberapa segmen karena memang tidak merasa value tersebut dibutuhkan dan dianggap penting.

Elemen-elemen ini dapat membantu untuk menambahkan value pada produk dan layanan sehingga produk/layanan mendapatkan keunggulan di mata pelanggan— yang merupakan penentu value yang sebenarnya.

Why the digital product failed to gain traction?

Salah satu indikator paling penting untuk menunjukan apakah produk atau layanan kita diminati pasar dan memiliki potensi untuk sukses adalah User Traction.

Singkatnya, User Traction adalah indikasi bahwa pasar merespons dengan baik terhadap produk atau layanan yang ditawarkan.

Produk bisa gagal mendapatkan user traction karena berbagai alasan, diantaranya:

  • Tidak memecahkan masalah yang dialami oleh pengguna. Hal ini dikarenakan pemilik produk mempunyai bias terhadap produk yang sedang dibangun dan korelasinya dengan kebutuhan pengguna. Kesalahan yang sering terjadi adalah kebanyakan pengembangan produk berangkat dari fitur dan bukan dari masalah yang ada.
  • Menargetkan pasar yang salah. Hal ini sangat krusial karena target pasar yang sebenarnya dari produk tersebut tidak akan tahu mengenai produk dan tidak akan pernah mencobanya.
  • Pengalaman pengguna yang buruk. Jika pengguna memiliki pengalaman yang buruk dengan produk, mereka tidak akan kembali menggunakannya.
  • Kurangnya pemasaran dan promosi bisa berdampak terhadap pelanggan yang mungkin tidak menyadari keberadaan produk tersebut, sehingga sulit ditemukan oleh pasar.

Bagaimana mengembangkan sebuah produk?

Just because it’s a great idea doesn’t mean it will automatically turn into a great product.

Atlassian menjelaskan bahwa Product Management sebagai sebuah fungsi yang memandu segala tahapan dalam siklus pembuatan sebuah produk, baik dari tahap pengembangan, positioning hingga pricing, dan menjadikan produk serta pelanggan sebagai fokus utamanya.

Product Management sendiri umumnya terbagi menjadi Product Development (proses yang dilakukan untuk membawa produk baru ke pasar) dan Product Marketing (proses untuk mempromosikan dan menjual sebuah produk ke pelanggan).

Product Market Fit

Mengembangkan produk yang tepat dan sukses memerlukan framework yang jelas untuk memandu proses pengembangan. Product Market Fit Pyramid, merupakan salah satu framework yang umum digunakan dalam manajemen produk untuk memperjelas tahapan apa saja yang perlu dilewati.

Product Market Fit penting agar produk yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Sehingga, waktu, tenaga, dan sumber daya yang dilakukan oleh tim tidak menjadi sia-sia karena produk yang dibuat telah memiliki value yang signifikan bagi pelanggan.

Product Market Fit dapat dilakukan dengan mengguna Lean Product Process yang terdiri dari 6 tahapan, yakni:

  1. Menentukan target pelanggan
  2. Mengidentifikasi underserved customer needs
  3. Mendefinisikan value proposition
  4. Menentukan set fitur Minimum Viable Product (MVP)
  5. Membuat prototipe MVP
  6. Menguji coba dan memvalidiasi MVP ke pelanggan
Lean Product Process

Lean Product Process merupakan pendekatan pengembangan produk yang berfokus pada pengembangan produk yang cepat, berulang, dan berfokus pada pelanggan.

1️⃣ Menetukan target pelanggan melalui riset pasar dan produk

Salah satu alasan munculnya sebuah produk baru adalah masalah siapa yang akan diselesaikan oleh produk tersebut. Singkatnya adalah siapa pelanggan dari produk tersebut dan mengapa mereka harus menggunakan produk yang ditawarkan.

Terdapat 2 hal yang yang perlu diperhatikan dalam menentukan target pelanggan:

➡️ a. Market Sizing → perkiraan total pelanggan yang dapat dicapai dalam segmen pasar tertentu untuk produk atau layanan dalam jangka waktu tertentu.

Penting untuk mengetahui besaran pasar target sebelum mengembangkan produk. Jika pasar terlalu kecil, maka perlu dipertanyakan apakah produk tersebut dapat berkembang dan sukses. Terdapat dua cara untuk mengetahui besarnya pasar, yakni Top-Down Market Sizing dan Bottom-Up Market Sizing.

Top Down Market Sizing dimulai dengan mencari data statistik yang high level untuk melihat sebuah populasi besar, lalu persempit ukurannya semakin spesifik untuk menemukan pasar yang bisa kita layani dengan produk kita (Total Addressable Market), lalu pasar yang bisa ditawari dan akan membayar produk kita (Servicable Available Market), hingga menemukan pasar yang jadi target utama kita (Servicable Obtainable Market).

Market Size

Sementara Bottom-Up Market Sizing dimulai dengan individu atau segmentasi dari sebuah populasi. Lalu, menambahkan kemungkinan orang-orang hingga menemukan bahwa kita telah memasukkan semua orang yang bisa kita jadikan pelanggan dari produk kita.

Sebagai contoh, kita akan mencari market sizing dari produk aplikasi SIAKAD dengan cara Top Down

Tentu pasar dari produk tersebut adalah perguruan tinggi di Indonesia, sementara menurut data PDDikti tahun 2023, jumlah perguruan tinggi Indonesia telah mencapai 4.523. Berikut hasil TAM — SAM — SOM dari pasar tersebut.

Contoh Top Down Market Size

Dalam hal ini, TAM mewakili keseluruhan pasar potensial untuk aplikasi SIAKAD di Indonesia, yakni 100%. Sementara SAM, kita perkirakan 80% perguruan tinggi di Indonesia (3.618) memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk menggunakan aplikasi Siakad. Hal ini dikarenakan tidak semua perguruan tinggi memiliki anggaran untuk membeli dan siap untuk mengimplementasikan aplikasi SIAKAD.

Sedangkan untuk SOM, kita perkirakan 20% dari SAM (724) sebagai target pasar yang realistis untuk dicapai dalam 5 tahun pertama. Hal ini dikarenakan dalam pengembangan dan pemasaran aplikasi SIAKAD dibutuhkan waktu, serta adanya kompetitor lain yang mewarkan produk serupa di pasar.

Sehingga dapat disimpulkan, untuk kasus market size dari produk aplikasi SIAKAD ini adalah:

  • Pasar yang bisa kita layani dengan produk : 4.523 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia.
  • Pasar yang bisa kita tawari dan akan membayar produk : 3.618 instansi.
  • Pasar yang jadi target utama : 724 instansi.

➡️ b. Segmentasi Target Pasar → membagi pasar menjadi segmen-segmen yang lebih kecil berdasarkan karakteristik tertentu.

Melakukan segmentasi secara spesifik terhadap pasar yang dituju penting dilakukan agar produk yang dibuat benar-benar tepat menyelesaikan masalah yang tepat di pasar yang tepat. Identifikasi target pelanggan dengan menangkap semua atribut pelanggan yang relevan untuk menentukan siapa sebenarnya target pasar yang dituju.

Sebagai contoh, produk aplikasi SIAKAD yang kami pasarkan memiliki segmentasi pasar berdasarkan jenis dan ukuran perguruan tinggi, serta kebutuhan fitur yang diinginkan.

  • Berdasarkan jenis perguruan tinggi : aplikasi SIAKAD memiliki potensi untuk digunakan oleh semua jenis perguruan tinggi di Indonesia, mulai dari universitas negeri-swasta dibawah naungan Dikti dan Kemenag, hingga politeknik.
  • Berdasarkan ukuran perguruan tinggi : aplikasi SIAKAD memiliki potensi untuk digunakan oleh Perguruan Tinggi Sedang (5.000–10.000 mahasiswa) dan Perguruan Tinggi Kecil (Kurang dari 5.000 mahasiswa). Hal ini berdasarkan banyaknya perguruan tinggi berskala kecil yang mendominasi PT di Indonesia (Studi Evaluasi oleh Bappenas, 2021).
Persebaran PT di Indonesia (2021)
  • Berdasarkan kebutuhan fitur yang diinginkan : terdapat beberapa instansi yang hanya menginginkan fitur tertentu saja dalam pengimplementasian aplikasi SIAKAD. Sehingga produk SIAKAD kami memiliki beberapa modul, yakni Akademik, Keuangan, Tracer Study, LPPM, PMB, CAT, Integrasi dengan Feeder DIKTI.

2️⃣ Mengidentifikasi underserved customer needs

Setelah menentukan target pelanggan, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang belum terpenuhi.

Underserved customer needs atau kebutuhan yang belum terpenuhi adalah masalah atau kendala spesifik yang saat ini dialami target pelanggan, yang belum ditangani secara memadai oleh solusi yang ada.

Memahami kebutuhan ini sangat penting karena memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan produk yang menawarkan nilai signifikan dengan mengatasi kesenjangan di pasar.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membantu dalam mengidentifikasi underserverd customer needs.

  • What problem are we solving?
  • Define the need for the problem to be solved
  • Define who is currently solving the problem
  • Define the satisfaction and importance of the need against current solutions

Kita pakai produk aplikasi SIAKAD sebagai contoh.

a. What problem are we solving? Pada tahap ini, kita perlu mengidentifikasi tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dan para pemangku kepentingan terkait dalam hal administrasi akademik.

b. What the need for the problem to be solved? Setelah mengidentifikasi masalah, kita perlu memahami kebutuhan yang mendasari permasalahan tersebut.

c. Who is currently solving the problem? Dari masalah pelanggan tersebut, siapa yang menyelesaikan masalahnya saat ini. Atau bisa juga kompetitor dari produk atau solusi yang digunakan pelanggan saat ini.

d. Define the satisfaction and importance of the need against current solutions. Bagaimana kepuasan pelanggan terhadap solusi yang sudah ada atau dijalankan saat ini?Apakah ada gap diantara keduanya? Lalu, mencari tahu apakah kebutuhan yang sudah dirinci sebelumnya benar-benar penting bagi pengguna atau tidak.

Berikut adalah salah satu contoh metrik user satisfaction yang bisa kita gunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap solusi yang sudah kita buat, yakni CSAT (Customer Satisfaction Score).

User Satisfaction Metrics with CSAT Method

CSAT adalah metodologi survei yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap suatu bisnis, produk, atau layanan.

Sebagai contoh, kita ingin melakukan survei untuk mengetahui score user satisfaction terhadap produk aplikasi SIAKAD, maka berikut beberapa pertanyaan yang bisa digunakan.

CSAT Example : SIAKAD Application Products

Hasil dari survei mengenai kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipetakan ke dalam Importance VS Satisfcation Framework untuk melakukan mapping.

Importance vs Satisfaction Framework

3️⃣ Mendefinisikan value proposition

Mendefinisikan value proposition penting dilakukan agar bisa ditemukan hal apa yang perlu di fokus-kan dan menjadi prioritas dalam pembuatan produk.

Value Proposition dilakukan untuk membuat produk yang dibuat menjadi lebih baik dibandingkan alternatif yang sudah ada.

Berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendefinisikan value propositon:

  • Value Proposition Canvasmembantu untuk mendefinisikan nilai yang ditawarkan dari produk/layanan, target pelanggan, dan bagaimana produk/layanan tersebut dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan pelanggan.
  • Kano Modelmembantu untuk mengkategorikan fitur dan fungsionalitas dari produk berdasarkan tingkat kepentingannya bagi pelanggan. Sehingga pengembangan produk dapat berfokus pada fitur yang paling penting dan yang memberikan nilai terbesar bagi pelanggan.
  • SWOT Analysismembantu untuk mengembangkan strategi yang tepat untuk memanfaatkan kekuatan dari produk, mengatasi kelemahannya, memanfaatkan peluang, dan meminimalkan ancaman.

Kita akan menggunakan produk aplikasi SIAKAD sebagai contoh dalam tahapan ini. Untuk membuat value proposition yang lebih baik, kita akan mengkombinasikan ketiga pendekatan, Value Proposition Canvas, Kano Model, dan SWOT Analysis.

Hal tersebut dikarenakan ketiga pendekatan memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Dengan menggabungkannya, kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang nilai yang ditawarkan produk SIAKAD kepada pelanggan.

a. Value Propotition Canvas

Struktur dari value propotition canvas terdiri dari value propotiton dan customer segment.

Value Propotition Canvas Structure

Untuk menentukan bagian “Jobs” pada Customer Profile, kita perlu menjawab pertanyaan :

  • Fungsi apa yang coba dilakukan oleh pelanggan? (misalnya, menjalankan fungsi tertentu, menyelesaikan masalah tertentu, dll.)
  • Sasaran sosial apa yang ingin dicapai oleh pelanggan?
Customer Profile — Jobs

Untuk menentukan bagian “Pains” pada Customer Profile, kita perlu menjawab pertanyaan :

  • Apa solusi saat ini yang tidak sesuai dengan pelanggan?
  • Apa tantangan dan masalah utama yang dihadapi pelanggan? (Kurangnya pemahaman tentang cara kerja, kesulitan dalam implementasi, dll.)
  • Risiko apa yang ditakuti pelanggan? (keuangan, sosial, teknis, dll.)
Customer Profile — Pains

Untuk menentukan bagian “Gains” pada Customer Profile, kita perlu menjawab pertanyaan :

  • Apa yang membuat pelanggan Anda senang? (Waktu, uang, usaha, dll.)
  • Hasil apa yang diharapkan pelanggan Anda, dan apa yang bisa melampaui ekspektasi tersebut?
  • Apa yang akan menyederhanakan pekerjaan atau kehidupan pelanggan Anda? (Lebih banyak layanan, biaya lebih rendah, fitur baru, dll.)
  • Konsekuensi sosial positif apa yang ingin diperoleh pelanggan Anda?
  • Apa yang mereka cari? (Desain yang cerdas, jaminan, fitur khusus, dll.)
Customer Profile — Gains

Sekarang kita beralih ke struktur Value Propotition.

Fokus dari bagian “Pains Relievers” pada Value Propotition adalah pada bagaimana produk akan meringankan penderitaan pelanggan. Pain relievers ini harus relevan dengan pains yang disebutkan di customer profile.

Sementara pada bagian “Gain Creators” berfokus untuk menunjukkan bagaimana produk menambah nilai bagi pelanggan. Bagaimana produk membantu pelanggan mencapai tujuan mereka? Cantumkan segala sesuatu yang menawarkan hal baru atau meningkatkan pengalaman pengguna.

Value Propotition SIAKAD App Product

b. Kano Model

Kano model adalah salah satu kerangka (framework) prioritas yang membantu tim product memprioritaskan fitur terpenting produk berdasarkan tingkat kepuasan dan sudut pandang pengguna.

Melalui pendekatan model Kano, tim produk mengumpulkan daftar fitur-fitur potensial yang dapat menjadi solusi untuk permasalahan pelanggan. Tim harus mempertimbangkan fitur-fitur ini berdasarkan dua kriteria:

  • Potensi fitur untuk menjawab kebutuhan pelanggan
  • Investasi (waktu, tenaga, biaya) yang diperlukan untuk mengimplementasikannya
Kano Model

Model Kano memiliki beberapa jenis kategori fitur, diantaranya adalah Threshlod (basic feature/must have), Performance, Excitement/Attractive, Indifferent.

  • Threshlod (basic feature/must have)fitur yang diharapkan oleh pelanggan dan harus ada di dalam produk. Ketiadaan fitur ini akan menyebabkan ketidakpuasan bagi pelanggan.
  • Performance fitur yang meningkatkan kepuasan pelanggan seiring dengan peningkatan performanya.
  • Excitement/Attractive fitur yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan dan meningkatkan kepuasan mereka. Fitur ini tidak diharapkan oleh pelanggan, tetapi kehadirannya akan meningkatkan kepuasan mereka.
  • Indifferent fitur yang tidak relevan dengan kebutuhan pelanggan dan tidak memberikan nilai tambah bagi mereka. Kehadiran atau ketidakhadiran fitur ini tidak akan mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.

Berikut contoh hasil kuadran model Kano dari produk aplikasi SIAKAD.

Kano Model dari produk aplikasi SIAKAD

C. SWOT Analysis

Dalam membuat analisis SWOT terdapat metrik yang dapat digunakan, diantaranya:

  • Strength : Apa yang produk/layanan bisa lakukan dengan baik? Sumber daya unik apa yang dapat dimanfaatkan? Apa yang orang lain lihat sebagai kekuatan dari produk/layanan?
  • Weakness : Apa yang bisa ditingkatkan dari produk/layanan yang ditawarkan? Apa yang orang lain mungkin lihat sebagai kelemahan?
  • Opportunities : Peluang apa yang terbuka bagi produk/layanan? Tren apa yang bisa dimanfaatkan? Bagaimana produk/layanan bisa mengubah kekuatan menjadi peluang?
  • Threat : Ancaman apa saja yang dapat merugikan produk/layanan? Apa yang dilakukan kompetitor? Ancaman apa yang ditimbulkan oleh kelemahan dari produ/layanan?

Berikut contoh SWOT analysis dari produk aplikasi SIAKAD.

4️⃣ Menentukan set fitur Minimum Viable Product (MVP)

Setelah melakukan value proposition, langkah selanjutnya adalah menentukan fungsi-fungsi apa saja yang termasuk dalam Minimum Viable Product (MVP).

MVP dilakukan untuk membantu kita dalam membuat produk dengan fitur-fitur yang memang diperlukan dan sudah cukup untuk memberikan value bagi target pelanggan.

MVP juga dilakukan agar target pelanggan bisa memvalidasi fitur-fitur yang akan dimasukkan apakah sudah tepat atau tidak. Hal yang perlu ditemukan pada tahap ini adalah fitur apa yang bisa menyampaikan nilai tertinggi kepada target pelanggan, namun dapat dilakukan dengan usaha seminim mungkin.

Sebagai contoh kita akan menentukan set fitur MVP dari produk aplikasi SIAKAD. Set fitur MVP produk aplikasi SIAKAD bisa ditentukan dengan mengambil fitur-fitur yang terdapat pada bagian kategori “Must Have” dalam kuadran model Kano yang telah didefinisikan sebelumnya.

Kategori Fitury Must Have pada Kano Model

Penentuan set fitur MVP selain bisa menggunakan fitur Must Have pada model Kano, juga bisa didapatkan dengan core value dari masalah yang akan diselesaikan oleh produk/layanan.

Sebagai contoh, set fitur MVP produk aplikasi SIAKAD dapat ditentukan berdasarkan pada siklus proses akademik yang terjadi di kampus secara umum.

Siklus proses akademik adalah serangkaian langkah yang dilalui oleh mahasiswa dalam menyelesaikan studi mereka di perguruan tinggi.

Sehingga set fitur MVP dari produk aplikasi SIAKAD diantaranya:

  • Manajemen Penerimaan Mahasiswa Baru
  • Manajemen Dosen dan Mahasiswa
  • Manajemen Kurikulum Perkuliahan
  • Manajemen Kartu Rencana Studi (KRS)
  • Pembayaran UKT
  • Yudisium dan Wisuda
  • Tracer Study

Dalam berbagai kasus, untuk mengejar produk yang sempurna ini beberapa perusahaan kehilangan fokus pada core value dan mencoba memasukkan berbagai fitur dalam suatu produk. Sehingga MVP menjadi gagal dan kehilangan uang dan waktu.

5️⃣ Membuat prototype MVP

Prototype merupakan versi sederhana dari produkmu. Pembuatan prototype akan membantu kita untuk menguji ide dan desain dari produk kita dahulu, sebelum mengeluarkan biaya dan waktu untuk mengembangkan produk aslinya.

Pembuatan prototype akan membantu pengembang untuk melihat kemungkinan koreksi atau revisi dalam rangka penyempurnaan produk/solusi yang dibuat.

6️⃣ Menguji coba dan memvalidiasi MVP ke pelanggan

Setelah solusi sudah ditentukan, solusi tersebut harus divalidasi supaya tim produk dapat menentukan solusi mana yang dapat diimplementasi terlebih dahulu dan memastikan bahwa solusi yang ditawarkan sudah sesuai dengan kebutuhan pasar.

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Usability Testing

Usability testing ini bertujuan untuk melihat bagaimana calon pelanggan / pelanggan yang ada berinteraksi dengan produk atau solusi yang sudah dibuat.

Adapun beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum memulai Usability Testing:

  1. Prototype tampilan aplikasi yang akan diuji
  2. Skenario pengujian yang akan dilakukan (seperti: user melakukan registrasi, user melakukan pembayaran, dll.)
  3. Hal yang akan ditanyakan kepada user setelah selesai melakukan pengujian (contoh: Kenapa anda merasa bingung ketika membuka halaman ini? Apa yang anda rasakan? Apa kan ada perintah yang kurang jelas?)
  4. Dokumentasikan hasil pengujian

Selain hasil kualitatif, uji coba juga dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil kuantitatifnya. Salah satunya menggunakan score System Usability Scale (SUS).

Whats next after the product launch?

Do a Go-To-Market Strategy!

Go-To-Market Strategy (GTM) adalah sebuah rencana marketing yang dilakukan di akhir fase pembuatan produk. Tujuan dari GTM adalah untuk mengkomunikasikan produk maupun sebuah fitur ke pasar dengan tujuan untuk meningkatkan penggunaan fitur maupun produk.

Go-To Market Strategy dapat dilakukan ketika sebuah produk berusaha masuk ke dalam pasar atau memasarkan produk ke target pasar yang sudah ada sebelumnya.

Pada fase ini, tim produk akan berkomunikasi dengan tim marketing untuk membahas strategi komunikasi, harga produk, dan metode pemasaran. Sebelum melakukan Go-To Market Strategy, tim produk harus menentukan beberapa hal, diantaranya:

  1. Keunggulan produk. Apa yang membuat produk ini berbeda dengan produk lain di pasar
  2. Keuntungan yang didapatkan oleh pelanggan dengan menggunakan produk ini
  3. Masalah yang dialami oleh pelanggan sebelum adanya produk ini dan bagaimana produk ini menyelesaikan masalah tersebut
  4. Harga yang harus dibayar oleh pelanggan (jika fitur / produk ini berbayar)

Tujuan akhir dari Go-To-Market Strategy adalah menentukan apakah sebuah produk dapat mencapai sebuah kondisi yang disebut Product Market Fit.

Product Market Fit

Now, lets Go-To Market Strategy..

How to create a go-to-market strategy?

1️⃣ Mengetahui target audience

Dalam proses pembuatan produk, tim produk biasanya sudah menentukan user persona yang akan menggunakan produk maupun sebuah fitur. Sementara tim marketing akan menentukan buyer persona guna memahami keputusan pembelian target audiens. Hal ini digunakan untuk membantu dalam mengembangkan strategi marketing.

Bagi pembaca yang familiar dengan user persona, maka buyer persona meskipun memiliki beberapa kesamaan, terdapat perbedaan antara keduanya. Berikut perbedaan buyer persona dan user persona.

Perbedaan Buyer Persona dan User Persona

Untuk mempermudah pemahaman mengenai perbedaan tersebut, kita buatkan contoh buyer persona dan user persona dari produk aplikasi SIAKAD sebagai berikut.

  • Buyer Persona : Seorang Wakil Rektor kampus di Malang yang baru menjabat ingin merealisasikan prokernya, yakni perbaikan aplikasi SIAKAD kampus sehingga ia ingin berlangganan aplikasi SIAKAD pada vendor yang sesuai dengan kebutuhan dan budget dari kampus.
Buyer Persona dari Produk Aplikasi SIAKAD
  • User Persona : Seorang Kepala UPT TIPD (Unit Pelaksana Teknis Teknologi Informasi dan Pangkalan Data) yang menggunakan aplikasi SIAKAD untuk meningkatkan pengelolaan data akademik kampus

Buyer persona dan user persona adalah alat yang saling melengkapi yang dapat membantu kita dalam memahami target audiens kita dengan lebih baik.

Buyer persona membantu dalam menarik dan mengonversi prospek, sedangkan user persona membantu dalam mengembangkan produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan pengguna dan memberikan pengalaman pengguna yang positif.

Dalam mengetahui target audience, penting juga untuk mengetahui segmentasi pasar yang ada (demografik, psychographic, geographic, interest, dll.) karena dengan segmentasi yang berbeda, pesan marketing yang dibawa haruslah berbeda juga.

2️⃣ Menentukan pricing dari produk dan strategi penjualan

Tim produk dan tim marketing pada fase ini akan saling bekerja sama dalam menentukan pricing dan strategi penjualan.

Pada model bisnis B2B (Business to Business), strategi pricing biasanya dibagi berdasarkan fitur atau service yang diberikan kepada klien.

Semakin banyak fitur yang ditawarkan, semakin besar pricing-nya. Beberapa perusahaan pun mengimplementasikan paket “enterprise” untuk penggunaan produk dengan skala besar.

Pricing yang baik adalah pricing yang sesuai dengan tujuan bisnis, sesuai dengan customer profile, dan mampu membuat produk/layanan bersaing dipasar.

Berikut terdapat beberapa pertanyaan yang dapat kita gunakan sebagai dasar dalam penentuan pricing:

  • Berapa biaya untuk memproduksi produk/layanan?
  • Berapa harga yang harus dipenuhi untuk mendapat untung?
  • Berapa harga yang dikenakan kompetitor untuk produk/layanan serupa?
  • Berapa target pasar yang bersedia membayar untuk produk/layanan yang ditawarkan/
  • Apakah akan menggunakan model berlangganan atau beli-putus?

Setelah pricing ditentukan, selanjutnya adalah mengembangkan strategi penjualan. Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembuatan strategi penjualan, kita perlu mengetahui lebih terdahulu mengenai selling Process melalui Sales Process Mapping.

Selling process adalah menjadikan sales lead sebagai pelanggan yang ingin melakukan transaksi pembelian.

B2B Buying Journey mapped to SalesProcess

Pada gambar di atas sebelum melakukan sales process terdapat fase pencarian lead sales menggunakan teknik “outbound — inbound marketing”.

Outbound Marketing adalah jenis marketing yang mengharuskan perusahaan menjangkau calon pelanggannya sendiri. Strategi yang dilaksanakan kurang lebih mencakup penyebaran brosur, iklan di televisi, dan menjalankan telemarketing ke banyak orang.

Sedangkan Inbound Marketing adalah strategi marketing yang menggunakan berbagai macam jenis marketing lainnya. Mulai dari content marketing, search engine optimization (SEO), media sosial,dll.

Sales Process

Sebagai contoh, dalam proses penjualan produk aplikasi SIAKAD, kita bisa menggunakan teknik inbound marketing melalui content marketing dan optimasi SEO untuk menarik lead.

Setelah menentukan strategi unutk menarik lead, selanjutnya adalah melakukan sales process.

Sales Process Mapping Produk Aplikasi SIAKAD

Sales process mapping di atas terdapat informasi mengenai journey dari seorang sales dalam menjual produknya dan bagaimana buyer’s journey dari target pelanggan produk aplikasi SIAKAD.

Buyer’s journey mengacu pada tindakan dan keputusan calon pelanggan sebelum membeli.

3️⃣ Menetapkan tujuan yang konkret

Setiap strategi Go-To-Market dimulai dengan tujuan yang jelas. Goal memberi kita target spesifik yang ingin dicapai, linimasa yang jelas, dan cara mengukur progres.

Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam penetapan tujuan yang terukur sesuai dengan kebutuhan, diantaranya:

  • Goals SMART → Strategi ini membantu kita menetapkan gol yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. Contohnya kita dapat menetapkan Goals SMART berikut saat meluncurkan aplikasi baru: “Meningkatkan brand awareness produk aplikasi SIAKAD sebesar 20% dalam 6 bulan.”
  • Indikator kinerja utama (IKU) → IKU atau biasa disebut KPI adalah metrik kuantitatif yang membantu kita melacak progres terhadap tujuan bisnis. Sebagai contoh, kita dapat melacak jumlah klik-tayang iklan saat menjalankan strategi Go-To-Market untuk produk baru. Saat menyusun IKU, kita dapat menggunakan kerangka kerja goals SMART. Misalnya, “Dalam tiga bulan, hasilkan total 3 konversi dan 10 lead.”
  • Tujuan dan hasil utama (OKR) → Strategi ini menghubungkan tujuan yang ingin dicapai dengan hasil utama yang digunakan untuk mengukur progres. Strategi ini mengikuti format berikut: “Saya akan [tujuan] yang diukur berdasarkan [hasil akhir].” Misalnya, “Tim marketing akan meningkatkan awareness produk baru, yang diukur dengan hasil utama berikut: Mendorong 1 juta pengunjung web ke halaman produk, meningkatkan keterlibatan media sosial sebesar 20%, dan menghasilkan 10 pelanggan baru melalui direct marketing.”

Conclusion..

Dalam product management maupun marketing perlu product life cycle sehingga kita bisa menentukan kapan waktu yang tepat untuk mengiklankan produk, menyesuaikan harga, atau mencari pangsa pasar baru.

Product life cycle adalah tahapan yang dilalui suatu produk mulai dari pengenalan ke pasar hingga akhirnya menghilang dari pasar.

Product Life Cycle

Sehingga untuk membuat produk tetap bertahan di pasar kita perlu mengetahui posisi produk kita berada di fase apa dan faktor yang yang perlu diwaspadi pada fase tersebut agar kita bisa membuat solusi yang tepat.

Jika Anda membutuhkan bantuan dalam pengembangan sistem informasi dan aplikasi bisnis untuk perusahaan Anda. Arkatama sebagai Jasa Konsultan IT dan Software House dapat membantu bisnis Anda mengatasi tantangan tersebut. Kami siap membantu bisnis Anda dalam merancang, mengembangkan, dan implementasi solusi IT yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk memberikan tampilan UI/UX yang baik.

Jangan ragu untuk melakukan diskusi dan bertanya tentang detail proses kerja yang tim kami lakukan. Arkatama juga berpengalaman menjadi IT Training Center dengan menyediakan layanan pelatihan IT untuk mencetak sumber daya manusia yang kompeten pada era transformasi digital saat ini.

Hubungi tim kami disini!

Ingin bertanya atau mempunyai masukan serta tambahan terkait tulisan ini?

Silahkan ketik pertanyaan, masukan dan tambahan tersebut di Bagian Response di bawah.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca artikel yang lumayan panjang ini.. 😊

LinkedIn Penulis

--

--

Wiwit S.N
Arkatama

UI/UX Designer team at Software House. Very excited to learn all about Digital Product Development, Research & System Analyst.