Weekly Reflection — Sprint 1 Week 1
Sejak sprint 1 dimulai, saya bersama dengan kelompok sudah belajar mengenai Git dan tools lainnya yang ingin kami gunakan. Kelompok kami juga sudah belajar dasar node.js dan menyusun desain arsitektur basis data bersama dengan tim pengusul topik di Cermati. Selain belajar, sebagai persiapan untuk PPL ke depannya, saya meng-install aplikasi yang sekiranya dapat membantu pekerjaan saya ke depannya seperti Sourcetree (untuk akses GitLab) dan node.js.
Untuk pembagian tugas, saya mendapatkan task untuk set GitLab Runner dan UI/UX research.
Di kelas, secara singkat GitLab Runner saya tangkap sebagai “yang akan memberi tanda warna” pada status branch pada Git menjadi hijau jika lolos tes atau merah jika gagal melewati tes. Dengan anjuran Gentur, task untuk set Runner dan setup script dijadisatukan dengan Continuous Integration (CI) yang disediakan GitLab menjadi satu berkas .gitlab-ci.yml, yang akan dijalankan tiap fetching repository. Dari anjuran tersebut dan beberapa referensi yang ada, ternyata Runner sangat ajaib karena dapat mengerjakan beberapa job sekaligus dalam proyek. Job tersebut kan di-define dalam berkas YAML tadi, dan masing-masing job minimal memiliki satu script untuk dieksekusi saat dijalankan. That being said, mulailah saya mengerjakan .gitlab-ci.yml. Saat pengerjaan, saya bingung men-define apa yang harus dilakukan before-script, saya berkonsultasi kepada teman sekelompok saya, yang pada akhirnya membantu menyelesaikan Runner (P.S. Terimakasih dan maaf sudah memperlambat pace-mu ya :’ ).
Untuk UI/UX Research, saya menggunakan metode kualitatif dengan cara meminta beberapa orang (khususnya dari pihak Cermati selaku pengusul topik) untuk mencoba mengakses linked wireframe dan memperlihatkan mockup (untuk pages yang akan di-cover pada sprint 1) yang telah dibuat oleh kelompok kami di Balsamiq. Dari riset tersebut, saya menentukan pallete yang akan menjadi aksen dan melakukan beberapa revisi pada tampilan untuk menjadi acuan pembuatan HTML, khususnya dari segi layouting dan konsistensi penggunaan bahasa (bahasa yang diminta oleh pengguna kebanyakan adalah Bahasa Indonesia, karena beberapa istilah Bahasa Inggris menjadi rancu — misal: slip gaji tidak sama dengan payroll check, kasbon = ??? ).
Masalah yang saya hadapi pada beberapa minggu pertama ini adalah dalam memahami materi-materi teknis yang belum familiar. Akan tetapi, hal ini dapat teratasi dengan googling dan bertanya kepada teman-teman yang lebih paham. Selain itu, penghambat lainnya adalah kerusakan laptop. Beberapa saat setelah instalasi Sourcetree, node.js, express, dan kawan-kawannya, laptop saya mogok kerja akibat terkena tumpahan sesuatu. Alhasil, saya jadi pinjam-meminjam laptop :’)
Ke depannya, saya sangat berharap bisa mengeksplor hal-hal baru. Saya pribadi merasa excited dan tertantang untuk mendapat task coding lain sesegera mungkin agar dapat langsung mempraktikkan hasil belajar bersama dan mengejar target kelompok. Semangat PPLB3!