Bekerja, Belajar, atau Beribadah?

Tulisan ini lebih kepada kontemplasi pribadi

Diana Eka M
Badr Interactive
3 min readMar 17, 2018

--

Beraktivitas di sebuah perusahaan teknologi yang kental dengan nuansa keislaman, nasehat-nasehat yang senantiasa mengingatkan tentang hal-hal baik, ibadah, dan nasehat tentang bagaimana mengatur agar value keislaman dalam diri kita tidak luntur, membuat saya belajar bersabar lebih, memahami lebih, dan bersyukur lebih lebih lagi.

Bekerja — Sekaligus Belajar.

Di perusahaan ini saya bekerja — tapi saya lebih suka disebut berkarya sih; sebagai perancang mockup yang menjadi acuan developer untuk di-develop — istilah kerennya; UI/UX Designer. Menyiapkan semua tampilan untuk setiap flow, aset-aset yang dibutuhkan developer, dll. Tampak simpel ya, — yaelah naroh-naroh kotak, bulet-bulet, gitu doang, dibanding puyengnya developer, cincay ya kan..😎

Ternyata, banyak printilan tugas yang tampak simpel tadi yang harus jadi perhatian penting. Tentu saja saya ngalamin stres karena ada istilah-istilah development yang tidak dipahami tapi harus bekerja dengan itu, dan belum menemukan jalan keluarnya, bertanya ke developer bagaimana saya harus mengerjakan itu sama dengan mengganggu menurut saya, dan nambah kerjaan mereka tentunya 🙊

“Emangnya ngga ada senior yang bisa ditanya?”

Saat itu seingat saya tidak ada senior yang bisa saya ganggu, dan partner sesama desainer juga tidak selalu tahu, tapi syukurnya partner di tim development sangat bisa diajak diskusi, terutama mendiskusikan UX bersama Project Manager, dan setidaknya mau juga untuk berdiskusi dengan desainer lain, lalu sama-sama mencari solusinya, dan akhirnya jadi sama-sama tahu, solved! Proses seperti ini menjadi sangat berarti dan menjadi masa-masa yang sangat penting ✍🏻 #belajar

Kita akan tahu sebanyak apa kekurangan kita dan teruji pengembangan diri kita, ketika kita benar-benar bersedia terlibat dalam proses development. Semua akan berujung pada sikap yang memecahkan masalah.

Beribadah

Jangan mau kalah sama Mo Salah dong, atau, janganlah mencari alasan juga jika Mo Salah jelas lebih mudah sujud ketimbang kita. Dia mencintai bola! Kita? Stres, capek, banyak berkorban perasaan, ngga cinta-cinta amat sama kerjaan?? Susah tau untuk bersyukurastaghfirullah. 😞

Akhirnya saya menemukan hadits berikut;

Diriwayatkan, beberapa orang sahabat melihat seorang pemuda kuat yang rajin bekerja. Mereka pun berkata mengomentari pemuda tersebut, “Andai saja ini (rajin dan giat) dilakukan untuk jihad di jalan Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menyela mereka dengan sabdanya, “Janganlan kamu berkata seperti itu. Jika ia bekerja untuk menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk menafkahi kedua orang-tuanya yang sudah tua, maka ia di jalan Allah. Dan jika ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka ia pun di jalan Allah. Namun jika ia bekerja dalam rangka riya atau berbangga diri, maka ia di jalan setan.” (HR Thabrani, dinilai shahih oleh Al Albani)

“Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kalian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik.” (HR Baihaqi, dinilai shahih oleh Al Albani)

Adakah yang lebih menentramkan hati selain ingat kepada Allah dalam bekerja?

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Tidak ada perusahaan yang 100% dapat memenuhi apa yang menjadi harapan impian kita. Kita juga mungkin tidak 100% mencinta pekerjaan kita. Berusahalah, belajar, berkonsultasi, dan jika merasa ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya diskusikanlah dengan supervisor. Agar tidak zhalim terhadap diri sendiri, teman kerja, sub-ordinat, atau bahkan atasan.

Akhir kata,

“Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah” (HR.Ahmad)

Aaamiin..

--

--

Diana Eka M
Badr Interactive

UX timeless-learner | Part NF Juara | Ex- @badrinteractive |