Memaknai Rutinitas Pekerjaan IT sebagai ‘Batu Bata’ Kebaikan yang Lebih Besar

Big Zaman
Badr Interactive
Published in
4 min readMar 27, 2018

Notes : Tulisan ini dibuat untuk dimuat dalam Majalah Lentera Rumah Kepemimpinan. Menjadi catatan dan pengingat untuk diri sendiri dan para alumni Rumah Kepemimpinan yang tersebar di berbagai ranah kontribusinya masing-masing :)

Barangkali ini adalah tulisan yang paling ‘ringan’ di antara tulisan-tulisan para alumni RK yang lain. Berbicara dengan tema yang diminta redaksi yakni “Teknologi dan Peradaban” tentu sangat berat disampaikan oleh seorang yang biasa-biasa saja yang saat ini hanya menjalani rutinitas di bidang teknologi.

Buat yang belum kenal (dan tentu sangat banyak hehe), nama saya Big Zaman. Hari ini saya memimpin sebuah perusahaan sederhana bernama BADR Interactive sebagai Head of Project. Rutinitas sehari-hari saya dan tim adalah menyediakan service pengembangan aplikasi kepada klien-klien BADR, baik di sektor pemerintahan, swasta, maupun dari sektor ketiga. Pekerjaan yang tentu jauh dari riuh sebagaimana alumni-alumni mentereng lain di bidang teknologi, sebut saja Bang Achmad Zaky dan Bang Fajrin Rasyid pentolan salah satu startup raksasa hari ini Bukalapak, atau rekan seperjuangan saya dulu sebagai supervisor Bang Ihsan Akhirulsyah dan Bang Gibran Huzaifah petinggi startup yang sedang naik daun e-Fishery. Ada juga Bang Gesa Fulagon dengan Ramesia nya yang semakin berjaya, bahkan dibandingkan dengan sahabat saya, Bang Andreas Senjaya, yang saat ini pun sedang melejit di iGrow dan segala kiprahnya di dunia startup nasional hingga internasional.

Melihat keatas, memang selalu bisa menjadi obat yang mujarab untuk ‘menampar-nampar’ dan mengevaluasi prestasi kehidupan paska kampus kita yang penuh dengan realita, bukan idelita yang sering kita diskusikan dulu di asrama. Namun, dengan bilangan umur yang semakin tinggi, tak sedikit yang akhirnya give up dengan kenyataan ini, dan cenderung menyerahkan tanggungjawab peradaban ini kepada abang-abang yang nampak lebih sukses dari kita.

“Apalah yang bisa saya kontribusikan buat dibandingkan Bang Zaky? Gimana bisa bikin impact klo ga punya apa-apa, biarlah tugas Bang Gesa atau Bang Jay aja..”

dan narasi-narasi sejenis lainnya yang barangkali selalu menghiasi isi kepala kita. Dilengkapi pula dengan gerusan setiap hari tanpa henti rutinitas pekerjaan harian kita, pada akhirnya makin memudarkan mimpi besar kita yang dulu kita azzamkan saat di asrama.

Menjadi orang besar adalah pilihan, sebagaimana menjadi seorang yang biasa-biasa saja. Semua adalah pilihan bebas yang menjadi hak prerogatif bagi kita yang menjalaninya. Namun sebagai alumni Rumah Kepemimpinan, mengambil tanggungjawab peradaban ada di setiap pundak kita. Mau tidak mau. Siap tidak siap harus siap. Mampu tidak mampu harus mampu. Karena setiap bilangan beasiswa yang kita terima dulu masih mengalir dalam darah kita hari ini dan harus kita pertanggungjawabkan. Karena setiap fasilitas yang kita nikmati dulu tentu tidak bisa kita lupakan begitu saja. Fakta bahwa setiap donasi, usaha, dan kerja keras para petinggi RK yang membuat RK tetap berdiri tegar hari ini (bahkan semakin massif hingga berada di 8 regional) harus masuk dalam ruang kesadaran berfikir kita, bahwa semua ini harus kita bayar dalam bentuk kontribusi-kontribusi kebaikan di jalan kehidupan apapun yang kita tempuh saat ini.

Namun sebagai alumni Rumah Kepemimpinan, mengambil tanggungjawab peradaban ada di setiap pundak kita. Mau tidak mau. Siap tidak siap harus siap. Mampu tidak mampu harus mampu. Karena setiap bilangan beasiswa yang kita terima dulu masih mengalir dalam darah kita hari ini dan harus kita pertanggungjawabkan.”

Maka di BADR yang saat ini telah menginjak tahun ke-7 sejak didirikan, saya, kami (semua alumni RK yang masih berjuang disini hari ini) berharap bahwa apa yang kami lakukan disini dapat menjadi pertanggungjawaban kami. Dengan sedikit pemahaman teknologi yang kami miliki serta keyakinan potensi multiplier effect yang bisa terjadi bila kita mampu memanfaatkannya, kami belajar, bekerja, terjatuh, lalu terbangun kembali dalam membesarkan perusahaan ini dari nol. Kami mulai belajar membuat produk-produk yang mampu mewakili visi kebaikan di kepala-kepala kami ini.

Ya, kami berharap produk-produk yang kami inisiasi seperti iGrow, Learn Qur’an, Yawme, Teman Bisnis, Complete Qur’an dan produk-produk kami lainnya memiliki kontribusi nyata untuk Indonesia. Untuk umat.

Pun juga bagi saya yang spesifik bekerja di divisi project, yang dari 6 tahun lalu hanya menjadi “sekedar” vendor, tim IT, alias ‘tukang’ perusahaan lain atas kebutuhan IT mereka. Namun kami percaya bahwa dalam setiap baris kode yang kami buat, jika project ini memiliki nilai kebaikan didalamnya, maka kami pun akan mendapatkan cipratan kebaikannya yang sama. Salah satu proyek kebaikan yang sedang kami garap saat ini adalah kami sedang membuat dua sistem besar untuk pendidikan di negeri ini, yang pertama SIAP (Sistem Inovasi Aplikasi Penulisan) yang menjadi bank soal untuk ujian nasional seluruh anak-anak di negeri ini dengan ujian berbasis komputer. Yang kedua adalah sistem Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) yang juga saat ini sedang digunakan ribuan satuan pendidikan di Indonesia. Kami berharap banyak pendidik hingga siswa yang mendapatkan manfaat sebanyak-banyaknya karenanya.

Ya, saya yakin banyak alumni diluar sana seperti saya, yang selalu merasa rendah diri menyandang status alumni RK dibawah bayang-bayang kehebatan seorang Bang Goris Mustaqim. Kami bukan enterpreneur sekelas Bang Ahmad Zaky, Bang Gesa, cendikiawan secerdas Bang Shofwan atau Bang Nasikun, dan para alumni RK lainnya yang selalu berhasil membuat kita bergidik dengan konsistensi prestasinya. Maka sebagai orang-orang yang masih terkungkung dalam aktivitas harian kita, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah mencoba menemukan makna sebanyak-banyaknya dalam pekerjaan kita. Terus mencari lahan kontribusi kita ditengah aktivitas nafkah sehari-hari kita. Pastikan ada nilai kebaikan yang kita tanam disana. Pastikan kita adalah salah satu ‘batu bata’ proyek kemashlahatan, bukannya pendukung kemudharatan yang sudah sangat banyak berada diluar sana.

​Mudah-mudahan karena sikap itulah jiwa kita dapat menjadi lebih tenang, idealisme kita dapat kembali menyala.. Mudah-mudahan segala hal tersebut dapat kita klaim sbg hujjah kontribusi kita pada peradaban, yang akan kita pertanggungjawabkan kelak di yaumul hisab, atas ikrar idealisme yang sering kita bacakan dulu, yang kini kita pertanggungjawabkan sebagai seorang alumni Rumah Kepemimpinan..

“Yang kami harap adalah terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah Pencipta Alam semesta”

--

--

Big Zaman
Badr Interactive

Leading a visionary software house BADR Interactive http://badr.co.id. Passionate in project management, leadership, and Islamic as well.