UI/UX Designer; The Wizards.

Magical Touches Yang Sebaiknya Dimiliki

Diana Eka M
Badr Interactive
5 min readMar 25, 2018

--

Ini adalah versi tulisan dari Knowledge Sharing pada Kamis, 22 Maret 2018.

UI/UX Designer bukanlah sekedar supporter dalam development, atau sekedar penyaji kebutuhan development; penyaji mockup, penyaji aset icons dan gambar, dan penyaji-penyaji lainnya. Karena untuk penyajian-penyajian tersebut sudah ada alatnya sendiri; framework tools, dan kitalah yang memberikan sentuhan magic ketika menyiapkan semuanya sebelum disajikan; the Wizards do.

Sebagai Wizards, terbayang kita melakukan keajaiban-keajaiban yang liar dan tidak relevan dengan alur kerja dalam proses development, tidak begitu, tentu saja apa yang dipersiapkan tetap dalam framework yang doable. Mengadopsi istilah wizards yang saya baca dari beberapa tulisan, saya mencoba mengaitkan hal-hal magical apa saja yang bisa dikerjakan seorang UI/UX Designer dalam proses development, bahwa Wizards;

  1. Memiliki Magical Laboratories. Yes we have, amat sangat banyak pendukung untuk melakukan magical touch; partner kerja lintas role yang bisa diajak diskusi, ruang belajar yang terbuka secara mandiri maupun dengan lead, senior, atau bersama designer lain, serta sesi knowledge sharing, internal learning prosess, dan capacity building yang diadakan. Semua ini adalah tool dalam laboratorium besar.
  2. Melakukan Banyak Magical Experiment. Yes we do. Saya pernah ngobrol santai dengan seorang UX Researcher dari salah satu perusahan tiket online terbesar di Indonesia. Poin pembicaraannya tentang Interface. Sebelum ada nama UI Designer, tidak ada sebutan khusus yang begitu popular. Tapi, pasti ada pemikir atau perancang dibalik tampilan sebuah produk. Apapun sebutannya, apapun tool yang digunakannya. Berawal dari tools yang ada saat itu (Mostly, memakai Adobe Illustrator atau Photoshop), sampai kini banyak pilihan yang sangat jauh lebih efisien, optimal, dan proper digunakan dalam development; Sketch, Adobe XD, Figma, dan sejenisnya. Lalu ada protoype tool yang sederhana hingga yang berguna untuk menunjukkan interaksi yang lebih mendekati kepada developer; Flinto, Protopie, Principle, dan sejenisnya. Kesemuannya adalah Magical Experiment bagi para designer untuk melakukan yang terbaik.
  3. Membuat Magical Product. Yes we do. Tapi, tentu ini dengan ketentuan dan syarat yang berlaku. Magical Product akan ada ketika proses development dilakukan dengan baik. Semua anggota team dalam development sangat besar andilnya untuk membuat Magical Product; Lead atau Product Owner atau Project Manager, UX Researcher, Mobile/Web Developer, UI/UX Designer, Quality Assurance, dan berbagai role yang siap mengerahkan magical touch nya masing-masing. Yang tak kalah penting; Visi Misi sebuah Produk itu.
Magical Touches of UI/UX Designers

Note: Di posisi ini, yang umum dalam lingkup UI/UX Design dikerjakan oleh satu orang designer (dalam sebuah instansi atau perusahaan yang memiliki struktur medium)

Oke mari lanjut. Berikut adalah Magical Touches seorang UI/UX Designer:

1. Mampu Merasakan dan Menemukan Duri Dalam Daging Yang Tampak Segar dan Baik-Baik Saja 🔍

Curiosity and Inspection

Seorang UI/UX Designer tidak melakukan seluruh pekerjaannya hanya jika diminta Product Owner dalam satu produk, atau seorang Project Manager dalam satu proyek. Mengerjakan seluruh tugas bukan sekedar karena instruksi.

Keterlibatan seorang UI/UX Designer diharapkan bisa menyadari adanya masalah pada apa yang dihasilkannya; layout interface, flow, assets, dan lain-lain.

Jika belum bisa menemukan, sampaikan dan diskusikan apa yang ia rasakan pada yang dirasa mampu membantu untuk menemukan dan memberikan jalan keluar. Kemampuan ini sangat penting dalam langkah fast iteration. Semakin optimal iterasi, semakin baik experience yang dihasilkan. Kemampuan ini dapat terjadi hanya jika pemahaman yang lebih mendalam pada produk yang sedang dikembangkan, bersama developer lainnya.

2. Mampu Menemukan dan Melengkapi Kekosongan Antar Potongan Puzzle 🗝

Magical Collaboration

Seorang UI/UX Designer ibarat otak kanan yang mau bertemu otak kiri, seorang Mobile/Web Developer ibarat otak kiri yang mau menyambut otak kanan. Perbedaan demikian menciptakan gap yang perlu dijembatani. Seorang UI/UX Designer tidak harus bisa ngoding, minimal menemukan cara how to prepare for. Seorang Mobile/Web Developer tidak harus bisa merancang visual sebuah interface dan menyiapkan segala printilannya, minimal punya feeling dan taste yang sejalan dengan target users.

Maka jembatan ini harus saling dibangun bersama; Kolaborasi. Yang paling biasa terjadi adalah sinkronisasi detail flow dan interaksi-interaksinya. Maka penting seorang UI/UX Designer untuk mengantisipasi dan mengkomunikasikannya, baik secara langsung kepada developer, atau menggunakan tools (Flinto, Principle, atau Protopie), maupun diskusi bersama team. Hal ini dalam rangka pengenalan dan pemahaman seorang anggota terhadap team development.

Awalnya, dulu saya mencoba mengusulkan dan mengangkat keunggulan Zeplin sebagai technical tool untuk kolaborasi development, mencoba diskusi dengan beberapa developer tentang akan seberapa jauh tool ini membantu proses Development. Mencoba juga tool sejenis seperti Sympli dan Avocode, membandingkan mana yang lebih pas (dan lebih murah). Memang terkadang kondisinya tidak selalu mendukung untuk benar-benar bergerak mulai menggunakannya, tentu saja dengan pertimbangan. Namun teruslah menemukan potongan puzzle dan merangkainya, karena solusi bisa datang dari perantara siapa saja. Akhirnya sejak setahun belakangan menggunakan Zeplin dengan segala manfaat yang diberikan.

3. Mulai Memanggil Gagasan-Gagasan dan Membayangkannya Demi Kebutuhan (Calon) Pengguna 💡

Specific Ideas

Semakin jauh ke depan dan semakin luas pandangan, seorang UI/UX Designer akan menemukan celah untuk mengumpulkan gagasan-gagasan dan membayangkan jika sebuah produk dapat tetap digunakan oleh seluruh pengguna. Maksud dari seluruh pengguna ini bukanlah semua kalangan usia atau semua gender, namun semua kalangan termasuk yang memiliki keadaan istimewa; Color-blind partial atau bahkan yang totally cannot see.

Gagasan ini tentu tidak akan bisa bekerja sendiri, tapi tetap dengan keyakinan bersama team. Gagasan bisa datang dari siapa saja lalu diyakini oleh semua. Namun untuk mempersiapkannya, maka peran UI/UX Designer bisa mulai mengeluarkan magical touches nya di sini. Mulai mengumpulkan insight terkait, hal yang berkenaan dengan itu, dan mulai memilih satu atau beberapa yang bisa menjadi salah satu solusi; warna apa yang color-blind friendly, flow seperti apa yang totally blind friendly, dan lain-lain. Dan hal ini dalam rangka pengenalan dan pemahaman kita terhadap (calon) pengguna produk. Apa dan bagaimana rancangan yang benar-benar membuat nyaman dan bermanfaat bagi pengguna.

Demikian Magical Touches yang menunjukkan seorang UI/UX Designers adalah the Wizards ✨ yang turut menjadi bagian terciptanya magical product dan terus membuatnya semakin magical dengan proses iterasi.

Tinggalkan magical opinions dari kamu! ✨✨✨

--

--

Diana Eka M
Badr Interactive

UX timeless-learner | Part NF Juara | Ex- @badrinteractive |