Mengenal Berbagai Pola Kerjasama Tempat Praktik

Achmad Iman Firmansyah
baham
Published in
6 min readAug 4, 2018
Photo by rawpixel on Unsplash

Apakah kamu dentist yang baru mau praktik mandiri? Atau kamu pengelola tempat yang mau bekerjasama dengan dentist? Kalau selama ini yang paling umum bentuk kerja sama antara dentist dan pengelola tempat adalah sewa tempat. Ternyata masih banyak lagi model kerjasama. Yuk kita simak, apa aja sih model kerjasama yang bisa diterapkan.

  1. Sewa Tempat

Sistem kerjasama sewa tempat merupakan sistem yang paling banyak digunakan dan memiliki perhitungan sederhana berdasarkan waktu, ada yang per bulan namun umumnya per tahun. Yang menyewakan tempat praktik juga bermacam-macam, pihak yang menyewakan tempat bisa punya usaha terkait bidang kesehatan seperti praktik dokter umum atau apotek yang mempunyai ruang kosong atau juga pemilik bangunan seperti minimarket atau bangunan kantor.

Nah, kalau kamu berencana untuk sewa tempat, yang harus kamu perhatikan selain lokasi adalah fasilitas apa saja yang diberikan oleh pihak yang menyewakan tempat. Misal ada pemberi sewa tempat yang hanya menyewakan ruang kosong, berarti kamu harus mengeluarkan biaya untuk membangun infrastruktur seperti saluran, membeli dental unit, dan juga instalasi peralatan lainnya. Ada juga pemberi sewa tempat yang telah menyediakan dental unit, jadi kamu tinggal membawa peralatan dan bahan untuk memulai praktik.

Fasilitas lainnya adalah seperti tempat parkir, penjaga keamanan, dan petugas umum yang membersihkan tempat praktik, apakah sudah disediakan oleh penyewa atau belum. Fasilitas disediakan bisa menjadi bahan pertimbangan kamu dalam menghitung biaya yang nanti kamu bayarkan kepada penyewa. Jangan sampai suatu tempat terlihat harga sewanya murah namun ternyata kamu butuh biaya yang cukup besar untuk memulai praktik(set-up cost), belum lagi biaya operasional ekstra yang sedikit tapi banyak karena dibebankan kepada kamu, seperti tagihan air, listrik, lingkungan(RT/RW), keamanan, dan petugas bagian umum. Soal pajak bumi dan bangunan juga harus jelas dalam kontrak sewa menjadi tanggung jawab siapa karena PBB bisa tiap tahun nominalnya naik.

Bila yang menyewakan tempat adalah yang memiliki usaha berkaitan dengan bidang kesehatan, umumnya untuk pengurusan SIP dan pembuatan plang/papan nama akan diurus oleh pihak penyewa.

Kelebihan dari sistem sewa adalah kamu bisa dengan mudah menyusun perencanaan keuangan karena biaya sewa tempat yang bersifat konstan. Untuk kekurangan dari sistem sewa adalah kamu harus menyiapkan dana di awal untuk membayar sewa tempat, umumnya dibayar per tahun. Lebih baik lagi kalau kamu bisa membayar sewa tempat sekaligus 5 tahun kedepan supaya kamu punya jaminan harga sewa yang tetap, karena ada saja kejadian dimana pemilik tempat menaikkan harga sewa ketika melakukan perpanjangan kontrak sewa tempat.

2. Sistem Upah Periodik

Sistem upah periodik atau biasa disebut dengan gaji. Jadi pengelola praktik bekerja sama dengan dentist, dan dentist tersebut dibayar berdasarkan jumlah waktu praktik. Kalau kamu sebagai pengelola tempat praktik, berarti kamu yang berkewajiban menyediakan seluruh bahan dan alat untuk tindakan, termasuk alat dan bahan khusus yang diminta oleh dentist kamu.

Kelebihan dari sistem gaji adalah pengelola tempat praktik bisa melakukan penganggaran biaya operasional untuk gaji lebih mudah karena jumlahnya yang bersifat tetap tiap bulan. Kekurangan dari sistem gaji bagi pengelola tempat praktik adalah bila pasien/jumlah tindakan masih sedikit. Kekurangan lainnya adalah dentist jadi kurang merasa memiliki tempat praktik, karena kinerja bagus atau tidak, tidak akan berpengaruh terhadap penghasilan, karena kinerja hanya dihitung berdasarkan kehadiran.

Menerapkan sistem gaji bisa efektif dilakukan ketika tindakan yang dilakukan ditempat praktik kamu hanya tindakan dasar yang hanya memerlukan waktu kurang dari 1 jam dan jumlah kunjungan pasien ditempat kamu sudah bisa ditentukan dalam waktu sebulan. Misal tempat praktik yang melayani karyawan perusahaan, atau tempat praktik yang melakukan kerjasama dengan BPJS.

3. Sistem Per Panggilan (On Call)

Ada sebagian tempat praktik yang mendatangkan spesialis tertentu untuk melakukan suatu tindakan, umumnya tindakan yang bisa dilakukan dengan 1 kali pertemuan, seperti odontektomi. Dengan sistem on call, akan memudahkan pasien mendapatkan perawatan, pasien cukup datang ke tempat kamu dan mendapatkan penanganan dari dentist spesialis.

Kelebihan dari sistem on call adalah kamu sebagai pengelola klinik tidak perlu menganggarkan uang kehadiran untuk dentist spesialis. Tentu tempat praktik yang kamu kelola bisa lebih efisien, karena dapat melakukan tindakan spesialis tanpa perlu menambah dentist yang standby. Dengan sistem on call, biasanya dentist spesialis akan membawa alat dan bahan sendiri. Artinya, kamu cuman menyediakan tempat dan waktu. Untuk kerja sama per panggilan biasanya sudah jelas kompensasi di awal mengenai berapa yang akan didapat oleh dentist spesialis. Jadi bisa membuat perhitungan yang lebih sederhana untuk penagihan biaya ke pasien.

Kekurangan sistem on call adalah mengatur jadwal antara pasien dan dentist spesialis. Terkadang setelah dentist hadir, ternyata pasien yang menunda kunjungan, dan juga bisa terjadi sebaliknya. Bila dentist stand by sudah jelas jadwal praktek dalam satu minggu, tinggal mengatur waktu yang dimiliki pasien untuk berkunjung. Selain itu, kekurangan lain dari sistem on call bila ternyata dentist spesialis yang biasa kita on call sudah pindah keluar kota, maka kita harus mencari dentist spesialis lain atau melakukan rujukan ke tempat praktik teman sejawat.

4. Bagi Hasil Berdasarkan Bruto

Cara bagi hasil paling mudah adalah dengan sistem pembagian berdasarkan dari biaya tindakan yang ditagihkan ke pasien. Karena mudah maka sistem bagi hasil berdasarkan penagihan kepada pasien adalah paling banyak juga diadaptasi oleh pengelola praktik.

Persoalan yang timbul dalam pembagian hasil dari bruto adalah pembagian beban operasional pada tiap tindakan. Yang dimaksud dengan beban operasional adalah fasilitas yang disediakan oleh pengelola tempat praktik. Bila alat dan bahan sepenuhnya disediakan oleh tempat praktik maka perhitungan menjadi lebih mudah.

Umumnya tempat praktik enggan untuk melakukan investasi bahan, apalagi bahan yang jarang digunakan dalam tindakan dan memiliki masa kedaluwarsa. Sehingga dentist membawa sendiri bahan atau alat untuk melakukan suatu tindakan kemudian pembagian hasil tetap berdasarkan bruto tanpa menghitung beban bahan yang milik dentist.

5. Bagi Hasil Berdasarkan Neto

Pengertian bagi hasil berdasarkan neto adalah bagi hasil yang dilakukan antara pihak pengelola tempat praktik dengan dentist berdasarkan selisih antara jumlah tagihan yang dibayarkan oleh pasien kemudian dikurangi dengan seluruh beban operasional yang timbul selama dilakukan perawatan.

Pembagian hasil berdasarkan neto sangat jarang dilakukan ditempat praktik karena perhitungan neto rumit untuk dilakukan, apalagi bila pengelola praktik tidak memiliki prakiraan berapa biaya yang timbul dalam suatu tindakan. Penyusunan prakiraan biaya tindakan harus memperhitungkan biaya operasional yang bersifat tetap(sewa bangunan, upah perawat, penyusutan alat) dan biaya variabel sampai dengan unit terkecil(misal: berapa gram jumlah bahan komposit yang digunakan), berikut mengalkulasi risiko yang terjadi selama tindakan seperti penggatian cuma-cuma ketika tambalan lepas.

Keunggulan dari pola bagi hasil berdasarkan neto adalah pihak pengelola tempat praktik dan dentist sama-sama menanggung risiko dari tindakan yang dilakukan kepada pasien. Kemudian bila ada bahan atau alat yang dimiliki dentist digunakan untuk tindakan, maka akan dihitung oleh pihak pengelola tempat praktik dan pihak dentist mendapat penggantian diluar bagi hasil.

6. Gabungan Antara Kehadiran dan Tindakan

Pola yang terakhir ini adalah pola yang menggabungkan antara 2 atau lebih dari kelima pola kerjasama diatas. Ada penyedia tempat praktik yang menyediakan seluruh alat dan bahan, namun sistem kerjasama nya adalah sewa dan bagi hasil. Misal sewa tempat sekian X juta rupiah kemudian ada bagi hasil yang biasanya dari bruto, berupa 20% untuk pengelola tempat praktik dan 80% untuk dentist.

Kemudian ada sistem dimana seorang dentist dibayar per sif untuk pasien BPJS dan mendapatkan pembagian berdasarkan bruto untuk pasien non BPJS.

Kesimpulan

Dengan mengetahui berbagai pola kerjasama antara pengelola tempat praktik, baik kamu pihak pengelola tempat praktik atau pun dentist, bisa lebih memperhitungkan lagi kelebihan dan kekurangan masing-masing pola yang akan dijalani.

Kalau kamu adalah dentist, dengan mengetahui pola kerjasama maka kamu dapat menggunakannya untuk melakukan negosiasi terkait kompensasi yang menurut kamu paling sesuai dengan pengelola tempat praktik. Termasuk lebih teliti dalam membaca dan memahami surat kontrak kerjasama yang diajukan oleh pihak pengelola tempat praktik.

Untuk kamu yang mengelola tempat praktik, kamu dapat menyesuaikan lagi pola kerjasama yang akan kamu lakukan, supaya tempat praktik yang kamu kelola bisa lebih optimal lagi dalam menjalankan kegiatan operasional. Misalnya kamu tidak perlu menyediakan alat atau bahan yang memang bukan fokus tindakan ditempat praktik kamu, namun kamu tetap bisa menyediakan suatu tindakan dengan cara on call dengan dentist spesialis membawa alat dan bahan sendiri.

Selain untuk membuat perhitungan kelebihan dan kekurangan, mengetahui pola kerjasama nanti nya akan berhubungan dengan tanggung jawab siapa dalam usaha mendatangkan pasien.

Untuk pola kerjasama yang terbaik adalah pola pembagian berdasarkan neto, kekurangan pola tersebut adalah rumit nya melakukan perhitungan biaya operasional per tindakan. Untuk itulah kita harus mengetahui cara menghitung biaya operasional per tindakan. Yang nanti akan kami bahas dalam artikel selanjutnya.

Salam hangat,

--

--