Beberapa Orang Pun Mengira Perubahan Adalah Dosa Besar Tak Terampuni

Perubahan adalah satu-satunya hal yang konstan, kata Heraclitus, seorang filsuf Yunani.

Andika Kurniantoro
Bakulrujak
5 min readMay 1, 2016

--

Bicara tentang perubahan, kondisinya selalu sama dari dulu hingga sekarang, segala hal berubah. Perubahan adalah satu-satunya hal yang konstan, kata Heraclitus, seorang filsuf Yunani.

Semua hal berubah; kondisi ekonomi, pemerintahan, politik, tren pakaian, bahkan konsumen.

Maka semua organisasi harus mengikutinya. Dibutuhkanlah inovasi, ide-ide baru, rumus jitu agar perubahan tersebut tidak terlalu “menyakitkan”.

Nah, ide baru akan membawa perubahan, ini premis pertama. Premis kedua adalah, banyak orang akan berikap resistan alias menolak perubahan tersebut.

Berakar dari sana, kemudian muncul teori Change Management (akan kalian temukan salah satunya saat belajar tentang ITIL — IT Infrastructure Library).

Intinya, perubahan harus ada aturan mainnya. Jika tidak, bakalan terjadi perubahan hampir setiap jamnya, akan sering terjadi benturan. Terang saja, anak-anak muda selalu dipenuhi ide-ide baru. Makanya harus ditertibkan.

Tidak ada yang mengatakan perubahan itu mudah dan selalu menyenangkan. Belum lama ini Zappos (perusahaan toko online asal Amerika) mengumumkan perubahan yang cukup radikal di struktur organisasinya.

Penerapan kultur baru yang belakangan dikenal dengan “Holacracy” ini harus dibayar mahal oleh Zappos dengan merelakan tak kurang dari 260 karyawannya yang mengajukan pengunduran diri hanya dalam hitungan bulan.

Jangan salah, angka tersebut berarti 18% dari karyawan perusahaan tersebut. Jumlah yang besar, mengingat Zappos tidak sedang dalam program pengurangan karyawan.

Progress is impossible without change, and those who cannot change their minds cannot change anything.

~George Bernard Shaw

Saya sebetulnya ingin membahas tentang orang-orang yang justru menempatkan diri di sisi yang bersebarangan dengan inovasi dan perubahan itu sendiri.

Intinya orang-orang yang malas berubah dan menentang perubahan. Karena bingung, saya akan menggunakan frasa “Pasukan Life is Good” [1], disingkat dengan Pasukan LG.

Pasukan LG adalah orang-orang yang menganggap dunia ini adalah tempat yang statis. Dan segala hal akan tetap berada di tempatnya, apa yang hebat di saat ini akan tetap hebat selamanya.

Mungkin juga mereka tak mau tau bahwa sekarang di luar sana sudah ada mobil yang bisa berjalan sendiri, berkeliaran di jalan raya tanpa sopir.

Mereka ini biasanya sudah berada pada zona yang aman dan nyaman. Gaji cukup, skill pas-pasan, dekat dengan pimpinan, dan mungkin juga punya beberapa usaha sampingan. Maka segala perubahan, sekecil apapun akan membuat mereka ketakutan kehilangan zona aman tersebut.

Orang-orang ini ada di semua perusahaan, bahkan di perusahaanmu. Mereka bisa saja ada di jajaran manajemen, HR, finance, IT, bahkan mungkin saja duduk di sebelahmu saat ini.

Mereka menunggu dan siap membunuh semua ide yang berpotensi membawa perubahan. Kuncinya, mereka akan mengungkap segala sisi negatif dan risiko jika ide tersebut dilakukan. Ya, ini dia kata kuncinya: risiko.

Alasan yang diajukan sering kali sifatnya sangat tidak kuantitatif dan tak bisa diukur. Semua serba pakai “sepertinya”, “menurut saya”, “rasanya”, dan selalu tanpa data. Mereka ini benar-benar menghisap waktu dan energi teman-temannya dalam setiap diskusi.

Jika inovasi ternyata disetujui dan transisi siap dieksekusi, mereka akan mempersiapkan senjata selanjutnya. Senjata “Apa kubilang?”.

Mereka tidak akan pernah memberikan dukungan secara terang-terangan saat inovasi tersebut diimplementasikan. Dan diam-diam selalu berharap ide dan inovasi tersebut gagal dengan menyedihkan.

Dan setiap ada sedikit saja tantangan atau kegagalan, sekecil apapun, mereka akan mengeluarkan kata-kata itu, “Apa kubilang?”. Menjatuhkan semangat.

Saat berkunjung ke Jakarta, Bos Spotify mengatakan di sebuah diskusi, bahwa lebih baik kehilangan kesempatan merekrut orang hebat, dibanding merekrut orang yang salah, they will drag the whole team down, katanya.

Lebih baik kehilangan kesempatan merekrut orang hebat, dibanding merekrut orang yang salah

Percayalah, bekerja bersama orang semacam ini bagaikan ikut balapan mobil tapi kamu lupa melepaskan rem tangan. Jangankan memenangkan balapan, bergerak maju saja akan sangat sulit dan berat.

Saya mengangkat tema ini setelah membaca buku dari dua bersaudara Joe & Bob Azelby yang berjudul “Kiss Your But Good-Bye”. Buku yang keren, tapi sayang kurang terkenal.

Dalam buku tersebut, Azelby bersaudara menyebutkan ada tiga penyebab besar kegagalan karir seseorang: kemampuan (aptitude), sifat (personality), dan sikap (behavior).

Sialnya pasukan LG memiliki kekurangan dalam ketiganya.

Pertama, jelas ini adalah sifat yang mereka bawa sejak kecil. Sifat apa itu? Takut.

Mereka selalu ketakutan untuk berubah. Takut gagal, takut kalah pintar dari para juniornya, takut dipecat, takut terlihat bodoh.

Sifat takut ini berdampak pada sikap atau perilakunya. Mereka jadi bersikap serba apatis, pesimistis, dan sibuk mencari cara untuk menyelamatkan posisi.

Sikap seperti ini berakibat pada skill yang tidak berkembang, karena mereka sudah tak punya waktu untuk mempelajari hal-hal baru yang lebih produktif.

Bagaimana jika kondisi ini terjadi padamu?

Instrospeksi, apakah kamu sering bersikap skeptis? Karena siapa tau orang lain justru menilainya sebagai sebuah tindakan yang menghambat kemajuan.

Lihat apakah kamu merasa harus selalu fokus pada satu hal dan mengesampingkan yang lain? Karena siapa tau orang lain justru menganggapnya sebagai sikap kurang inovatif & motivasi.

Bagaimana mencegahnya? Coba alihkan energimu. Mencari cara untuk menjegal ide dan inovasi membutuhkan banyak energi. Nah, cobalah alihkan alokasi energi itu.

Alihkan untuk belajar dan banyak membaca. Setiap muncul keinginan negatif, segeralah kembali ke bukumu atau teknologi baru yang sedang kamu pelajari. Dengan begitu semoga kamu akan kehabisan waktu dan tak ada energi lagi untuk melakukan hal-hal yang kontra-produktif.

Terakhir, mintalah feedback kepada direct leader, atau ke pimpinan yang lebih tinggi.

Beberapa perusahaan menerapkan konsep 360-degree, penilaian dari orang-orang di sekelilingmu; teman sejawat, direct leader, termasuk juga juniormu. Ini bagus juga, jadi kita bisa dapat penilaian yang lebih obyektif dan menyeluruh.

Saya ingin menutup tulisan ini dengan kata-kata yang sarat pesan moral dari Pak Handry Satriago:

Sekarang ini, ketika mengajarkan sesuatu kepada karyawan baru, sudah bukan jamannya lagi kita menganut konsep guru silat.

Pendekar silat jaman dulu, jika memiliki sepuluh jurus andalan mereka hanya akan mengajarkan sembilan jurus kepada muridnya. Satu jurus lagi disimpan untuk dirinya sendiri, jaga-jaga kalau suatu saat si murid berbalik melawannya.

Hari ini, ketika seandainya kita ajarkan sembilan jurus ke junior kita, maka mereka mudah saja mengakses informasi dari Google dan menemukan ratusan jurus lain yang lebih canggih dan siap digunakan untuk melawan kita. Jika memang mau.

Ingat itu baik-baik. Sekian.

Catatan kaki.
[1]. Konsep istilah life is good saya dapat dari David Wayne Ika, CEO kami di Kurio. Dipakai untuk menyindir anggota tim yang bekerja ala kadarnya, hanya memenuhi KPI, serta miskin inovasi.

--

--