Memaknai Integritas

Andika Kurniantoro
Bakulrujak
Published in
3 min readOct 18, 2017
Ilustrasi — Foto: Pixabay.com

Minggu lalu seorang teman bercerita peristiwa yang belum lama terjadi di sebuah perusahaan tempat rekannya bekerja.

Alkisah seorang tenaga pemelihara server terpergok memanfaatkan server-server milik perusahaan untuk kepentingan pribadinya, dalam kurun waktu yang sudah cukup lama. Perihal kegiatan (pelanggaran) apa yang ia lakukan, tak perlu saya sebutkan sebab bukan itu intinya. Cerita dari kawan saya ini membuat saya mengingat lagi salah satu value yang diajarkan Dr. Handry Satriago lewat bukunya. Value apa itu? Integritas.

Perilaku menyalahgunakan wewenang dan otoritas yang dipercayakan kepada seseorang, jelas bukan perilaku seorang yang memiliki integritas. Banyak orang menggembar-gemborkan integritas dan segala yang indah-indah, namun apakah Anda benar-benar mengerti apa itu integritas, dan apa saya yang mungkin bisa menggerogotinya?

Kembali ke Dr. Handry, beliau mengisyaratkan integritas sebagai perpaduan dari laku do the right things (spirit), dan do the things right (letter).

Do the right things ini, masih menurut Dr. Handry, ada di sifat bawaan manusia. Semestinya manusia dengan segala logika dan akal sehatnya memahami, dan bisa membedakan dengan jelas, antara hal-hal yang baik dan tidak baik pada umumnya. Sedangkan premis kedua, do the things right adalah terkait dasar hukum. Sebaik apapun perbuatan yang dilakukan seseorang, belum bisa dibilang berintegritas jika cara ia melakukannya menabrak peraturan dan undang-undang.

Pendeknya, integritas adalah “do the right things right”. Bukan hanya hal yang dilakukan harus benar, cara menjalankannya mesti baik dan benar pula.

Ketika Anda memiliki wewenang sebagai panitia seleksi CPNS, misalnya, tentu bukan hal yang sulit untuk meloloskan seorang teman yang sedang mengikuti seleksi, tak peduli seburuk apapun hasil ujiannya. Maka jadinya Anda do the right thing (membantu teman), tapi tidak do thing right (melawan hukum), maka Anda bukanlah seorang yang berintegritas.

Ketika Anda yakin betul menjalankan segala peraturan perusahaan dengan baik; datang dan pulang pada waktunya, menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna, selalu mencapai target penjualan, tapi dalam prosesnya menabrak norma-norma sosial juga jadi beda ceritanya. Mengikuti segala peraturan (do the things right), namun di lain sisi membuat teman-teman Anda merasa terintimidasi, tidak memberikan coaching yang baik pada tim, atau sering mempermalukan rekan kerja di muka umum juga akan membuat Anda dicap tak punya integritas.

Jika bicara di lingkup perusahaan, rasanya tidak ada perusahaan yang kepingin merugi. Semua perusahaan berlomba meraih revenue, kejar target sales, turutin semua maunya customer, bikin investor happy. Tapi jika proses mengejar hal-hal baik tersebut melanggar norma-norma yang ada, misal utak-atik angka di neraca, berbohong tentang kuliatas barang, atau malah membunuh kompetitor dengan terang-terangan, perusahaan macam ini juga tidak punya nilai integritas dalam bisnisnya. Customer dan investor awalnya happy, tapi lama-lama bisa hilang trust-nya.

Menjadi orang yang punya integritas memang tidak mudah, di beberapa tempat dan posisi malah bisa banyak musuhnya, dijauhi rekan kerja, dikatain “nggak asik”, atau malah digencet kiri-kanan. Tapi masalah hidup dan karir, Anda bisa memilih bagaimana menjalaninya, dengan integritas atau tidak.

Banyak kasus membuat kita belajar, orang atau perusahaan yang besar dengan integritas yang baik akan punya pijakan yang kokoh, punya reputasi yang baik, dan trust yang kuat. Dan sering value integritas ini dibangun dengan hal-hal kecil dan nampak remeh, jadi berhentilah berpikir, “Ah, ini kan hal kecil”.

Benarlah apa kata paman Ben di film Spiderman-nya Tobey Maguire; bersama kekuatan besar, ada tanggung jawab yang besar pula. Jadi jika Anda dipercaya memelihara aset berharga dan bernilai tinggi milik perusahaan, perlakukan dengan penuh tanggung jawab. Dan tentunya, dengan integritas.

--

--