Tentang Informasi yang Terserak

Andika Kurniantoro
Bakulrujak
Published in
3 min readNov 11, 2014
knowledgeispower

Seorang tokoh Perancis bernama Francis Bacon pernah berkata,

Knowledge is power, and education is the fundamental precondition for political development, democracy and social justice.

Kutipan di atas selalu menggelitik saya hingga kini. Secara pribadi saya menangkap tiga kata kunci, yakni knowledge (ilmu pengetahuan), power (kekuatan), dan education (pendidikan).

Bahkan sejak abad ke-16 (era Francis Bacon), orang mulai menyadari bahwa knowledge adalah sebuah kekuatan. Ya, kekutan sebenarnya terletak pada knowledge atau ilmu pengetahuan manusia, bukan pedang atau meriam.

1. Knowledge (Ilmu Pengetahuan)

Saya suka sekali dengan peralihan bahasanya. Knowledge dalam bahasa Inggris memiliki akar kata know, atau tahu; mengetahui. Sedangkan setelah ditransformasikan ke dalam bahasa Indonesia berubah menjadi ilmu pengetahuan.

Pengetahuan, dari kata dasar tahu; mengetahui. Jadi knowledge berasal dari kondisi knowing, ilmu pengetahuan berakar dari tahu, atau mengetahui sesuatu.

Kemudian pertanyaan berikutnya adalah, dari mana pengetahuan itu datang? Mengapa ada orang-orang yang kepalanya dipenuhi ilmu pengetahuan, sedangkan di sisi lain ada orang yang terus menerus tertindas hanya karena mereka tidak memiliki pengetahuan, atau dengan kata lain, tidak tahu?

Saya sempat melakukan riset kecil-kecilan mengenai dari mana datangnya knowledge. Dan saya menemukan satu sumber utama: rasa ingin tahu, curiosity.

Seorang yang tidak memiliki rasa ingin tahu dalam dirinya, seolah secara sadar menutup pintu masuknya ilmu pengetahuan. Meskipun dia memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan setinggi langit. Percuma saja.

Di sisi lain, orang dengan curiosity yang tinggi akan membuka semua inderanya untuk menerima ilmu pengetahuan, menyambut dan mencari ilmu pengetahuan, bagaimanapun caranya.

Apakah cukup rasa ingin tahu saja? Tentu saja tidak. Sebab rasa ingin tahu yang diam hanya akan menghasilkan pribadi yang nyinyir, apatis dan berakhir pada kondisi selalu menyalahkan dan menghakimi. Blaming. Judging. Justru berbahaya.

Lalu?

Ya tentu saja rasa ingin tahu tersebut wajib diikuti dengan sebuah aksi. Action.

Tindakan untuk mengejar dan mendapatkan pengetahuan. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Untuk meredakan rasa lapar terhadap ilmu pengetahuan. hunger-for-knowledge. Jadi,

Curiosity + Action = knowledge.

Cukup adil bukan?

2. Knowledge is Power

Nah barangkali ini intinya. Mari membuka kembali kelambu sejarah Indonesia, bagaimana bisa bangsa yang begitu besar, dengan jumlah penduduk yang tidak pernah kurang, harus menyerah pada kaum kolonial dan nyaris hanya diam dijajah ratusan tahun?

Rasanya hanya satu penyebabnya, kita dibungkam dalam ketidak tahuan. Dijauhkan dari ilmu pengetahuan, dari knowledge.

Tidak ada ilmu pengetahuan, tidak ada kekuatan. Tidak ada pengetahuan tentang persatuan, tidak ada pengetahuan tentang mengelola sumber daya yang ada. Otot boleh kuat, bada boleh tegap dan kekar. Tapi tanpa ilmu pengetahuan, lunturlah segala kekuatan.

Ingatkah kapan awal masa kebangkitan Indonesia melawan penjajah secara masif? Tak ada yang menyangkal masa-masa itu dimulai saat kalangan terpelajar mulai banyak jumlahnya.

Ingat bagaiana RA Kartini berjuang mati-matian mendapatkan pendidikan? Memperjuangkan rasa ingin tahunya yang seakan tak terbendung. Rasa lapar akan ilmu pengetahuan yang seakan tak berkesudahan.

Orang mulai sadar bahwa pembodohan adalah upaya penjajahan. Membatasi akses terhadap ilmu pengetahuan adalah sarana pemandulan kekuatan.

Penjajah tahu persis, ilmu pengetahuan adalah kekuatan yang sebenarnya, knowledge is power!

Pada era 1980-an, Polandia terkekang oleh rezim komunis yang mengkhawatirkan. Kebebasan berpendapat dan bersuara dikebiri habis-habisan.

Namun rupanya para cerdik cendekia tak kurang akal. Media-media massa bawah tanah terus-menerus menyebarkan kebenaran melalui selebaran, propaganda, sarekat pekerja dan siaran-siaran komedi dengan nada sindiran.

Masyarakat akhirnya tahu, mereka mendapatkan pengetahuan, walaupun sangat minim. Apa hasilnya?

Di beberapa kota di perbatasan negara tersebut terjadilah aksi perlawanan dalam diam yang sangat manis.

Pukul 19.30 setiap harinya, saat pemerintah setempat menayangkan siaran berita, masyarakat beramai-ramai menyalakan televisi. Bukan untuk ditonton, mereka meletakkannya di jendela. Menghadapkan layar televisi mereka ke jalanan.

Sebuah aksi protes tanpa kata-kata, seolah berkata dengan lantang, “kami tak sudi menonton, kami menolak kebenaran versi Anda.”

Megapa bisa begitu? Sebab masyarakat telah memperoleh pengetahuan, mereka punya knowledge. Yang menimbulkan keberanian dan pengambilan keputusan secara jamak.

Sumber rujukan:

Kovach, Bill & Rosenstiel, Tom, 2001, The Elements of Journalism, Crown Publishers, New York.
http://en.wikipedia.org/wiki/Francis_Bacon
http://www.dw.de/knowledge-is-power-why-education-matters/a-15880356
http://en.wikipedia.org/wiki/Curiosity
http://www.quora.com/Where-does-curiosity-come-from-Why-are-humans-curious-creatures
http://www.ted.com/conversations/18503/how_does_curiosity_and_hunger.html

--

--