Achieving Archive

Bandung Design Archive
Bandung Design Archive
6 min readApr 13, 2018

by Wigy Ramadhan, Audhina N. Afifah and Gerry Apriryan

Logo Bandung Design Archive

Inilah acara perdana dari Bandung Design Archive, setelah sebelumnya diresmikan pada tanggal 28 Desember 2017. Kami mengadakan sebuah diskusi dengan tajuk “Achieving Archive”, berusaha mempertegas fungsi dari ruang tersebut bagi masyarakat kreatif Kota Bandung. Diskusi ini mengundang Andi Rahmat, desainer grafis pemilik studio Nusae, Nicolaus Aji, desainer interior yang aktif di lembaga konservasi dan restorasi di bawah UNESCO bernama ICCROM (The International Centre for the Study of the Preservation and Restoration of Cultural Property), R. Rizky A. Adiwilaga, advokat dan pakar HKI yang telah banyak membantu desainer dalam melindungi haknya, serta Gerry Apriryan, sebagai perwakilan Rupa Desain, pengelola Bandung Design Archive.

Melalui diskusi ini, Bandung Design Archive mengundang para narasumber untuk memberikan pendapat pada pandangannya terhadap istilah “arsip desain”; dengan detail diskusi sebagai berikut:

(Untuk desainer) Apakah kalian mengarsipkan karya kalian? Apa andilnya dalam proses berkarya saat ini dan keuntungan lainnya yang sudah dirasakan? Bagaimana metode mengarsipkannya?

Andi Rahmat:

Pengarsipan membantu saya dalam proses berkarya, semisal saya melihat kembali desain2 yang dirancang oleh desainer terdahulu untuk mempelajari pola pikirnya. Saya mengarsipkan karya saya dalam bentuk softcopy dan yang tak kalah penting adalah hardcopy agar kita dapat mempelajari perkembangan kekaryaan kita.

Nicolaus Aji:

Arsip itu menjadi satu bukti legalitas, sebagai contoh, di dunia ini tertulis bahwa ada 3 jenis kolom (ionic, doric, Corinthian) dan menjadi standar universal karena arsipnya diterima di seluruh dunia. Saya sedang membuat satu kajian tentang joint (sambungan) kayu arsitektur vernacular di Jawa Tengah, namun minimnya dokumentasi tentang joint tradisional tersebut menghambat proses penelitian, jadi kita harus sambil memulai lagi dokumentasi dan mengembangkannya menjadi arsip. Arsip menjadi hal yang sangat penting terutama untuk konservasi dan preservasi.

Apa pentingnya mendaftar HKI dan paten? Adakah dasar hukum untuk arsip? Bagaimana cara menyelesaikan kasus yang terkait HKI (plagiarisme)?

R. Rizky A. Adiwilaga:

Kita harus melihat bagaimana pengarsipan dibahas dalam hukum di Indonesia. Di sini ada undang-undang pengarsipan, namun yang dibahas di situ adalah arsip yang bentuknya tertulis (script), belum ada untuk arsip yang sifatnya benda/tidak benda. Lembaganya di Negara ini adalah Arsip Nasional Republik Indonesia.

Yang kedua membahas tentang objeknya. Undang-undang yang membahasnya dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam bab Cultural Heritage (Warisan Budaya). Spesifikasinya ada banyak dan masih mengikuti bahasan UNESCO.

Yang ketiga ada perihal museum sendiri, bicara arsip berarti bicara mengenai museum sebagai tempat untuk mempublikasikannya. Bahasan di atas nantinya akan berujung ke peran dan fungsi museum ini sendiri.

Yang keempat database, yang berujung ke klaim kepemilikan. Klaimnya bisa oleh individu (biasanya tentang benda kontemporer) atau komunal / negara (kebiasaan dan budaya tradisional). Hal ini harus harus diurus dan bisa sensitif ketika produk budaya tersebut telah menjadi benda yang punya nilai komersial.

Bicara HKI berarti mengenai nilai dari sebuah produk komersil yang prosesnya harus terekam dengan baik. Saya sering bilang ke desainer, “Dokumen sketsa itu tidak boleh hilang.” Saya pernah menjadi saksi ahli dalam suatu sidang. Dalam prosesnya harus bisa diketahui bagaimana sebuah desain itu bisa terbukti dari seseorang, saya bilang yang bisa membuktikan itu dokumen desain, bentuknya kenapa seperti ini, dan lain lain. Nah dokumen ini nantinya bisa dikumpulkan untuk mencegah peniruan. Di luar, dokumen ini disimpan di platform arsip desain yang bisa diakses supaya menghindari peniruan akan inovasi juga sebagai design protection, cara menjaga desain tersebut untuk tidak digunakan oleh orang lain.

Adakah pengalaman kurang menyenangkan karena hasil karya belum terarsip dengan baik? Misalnya, ditiru?

Andi Rahmat:

Masalahnya sekarang itu etika desainernya. Semisal tidak memberikan credit pada proyek yang dikerjakan bersama. Saya ambil contoh designer internship di studio saya, ia tidak memberikan credit kepada desainer lain yang terlibat di portfolio-nya. Hal ini berakibat kepada saat desainer tersebut melamar ke kantor lain, ketika dia menadapatkan tanggung jawab untuk mengerjakan proyek serupa maka hal ini akan bisa memberatkan dirinya. Desain adalah attitude, prosesnya bisa terlihat dari alternatif desain, kemudian ada milestones, dummy karya, kemudian end product. Dengan membudayakan arsip berarti kita beretika dalam berkarya.

Saya suka esensi karya Kenya Hara & Jasper Morrison. Dari mereka, saya menambahkan sedikit, mungkin saya juga mencontek ya, tapi saya lebih mencontek ke cara berpikirnya. Bukan mencontek visualnya. Kita ambil cara berpikir dan sistem mengerjakannya kenapa akhirnya desainnya menjadi bagus. Desain itu terukur tidak seperti seni.

Nicolaus Aji:

Saya dan tim sih sering, karena chance-nya besar ketika itu merancang ruang publik. Saya sebagai perancang sudah punya kesadaran itu sendiri, jadi ketika ada yang menyontek dan meniru saya dan tim sih sudah biasa. Saya tidak terlalu takut, karena pasti pangsa pasarnya berbeda. Desain itu sudah tidak ada yang orisinil, dari yang sudah ada pasti akan dioptimasi.

R. Rizky A. Adiwilaga:

Ada satu jargon, etika itu di atas hukum, bukan hukum di atas etika. Artinya adalah ketika sesuatu tidak diatur dalam hukum, etika lah yang mengatur. Pemilik karya punya hak moral. Antara inspired by dan copying itu dua hal yang berbeda. Karena basisnya intelektual, dari yang tidak ada menjadi ada. Yang namanya pencipta itu bisa seorang dan beberapa orang, maka dalam setiap karya yang dibuat, harus dicamtumkan nama yang membuatnya, siapapun itu kalaupun hanya sketsanya saja. Eropa memisahkan hak ekonomi (keuntungan) dan hak moral. Moral rights itu berada di tempat tertinggi seperti yang disebutkan di awal tadi. Kalo sudah diarsipkan itu harus diberi kekuatan hukum supaya bisa di-enforce. Dan bisa menjadi produk hukum, seminimal-minimalnya harus bisa ditetapkan oleh pemerintah.

Membedakannya karya harus berdasar substansial, misal, orang yang berasal dari DKV dan desain produk akan beda substansialnya, berdasarkan cara berpikirnya. Cara mengujinya dalam hukum, keluarkan atau tagih dokumen desainnya, bandingkan dengan database yang ada di dunia.

Tentang BDA dan urgensi mengarsip.

Gerry Apriryan:

Berangkat dari ketika saya dulu, ketika ditanya desainer favorit, saya tidak bisa menjawab desainer favorit yang berasal dari Indonesia. Lalu kebanyakan yang mempengaruhi saya dalam berkarya selalu dipengaruhi desainer luar. Saya juga tidak pernah tau bagaimana desain masuk ke Indonesia. Ketika ditanya sejarah desain, Indonesia tidak pernah ada jejaknya kecuali yang dibawa dari luar. Oleh karena itu harapan kami dimulai dari Bandung dulu, setidaknya sebelum mendapat jawaban, kita juga bisa membuka diskusi bersama. Bisa menjadi bahan riset, konservasi dan kurasi, harapanya kolaborasinya sebesar mungkin. Tujuannya, agar pengarsipan desain ini bisa menjadi identitas desain Indonesia.

R. Rizky A. Adiwilaga:

Karya yang mengacu pada kelokalan pasti tidak ada di luar, tapi kalau yang mengacu kepada luar sudah pasti akan ada patennya.

Pertanyaan:

Andi Abdulqodir:

Ruang lingkup Bandung Design Archive? Untuk apa arsip jika hanya disimpan di dalam lemari?

Kenapa Bandung Design Bienalle ada yang tidak menyebut nama desainer?

Andi Rahmat:

Biennale itu harus kontekstual. Kalo kita liat biennale dibeberapa negara itu karyanya ada satu tema. Berangkat dari menjawab dari solusi menjawab permasalahan. Biennale kemarin saya sendiri juga tidak terlibat banyak. Karena sebenarnya menurut saya belum cukup tepat, namun saya bisa mengapresiasi kepada teman-teman yang sudah mengadakan acara tersebut.

Gerry Apriryan:

Apa yang kita lakukan serupa menyimpan ke dalam sebuah lemari, tapi kami akan membuka akses lemari tersebut sebesar besarnya melalui internet. Kita juga nggak mau cuma menyimpan itu secara pasif, juga sambil mencari data-data tersebut kami akan mencoba approach publik untuk aktif menggunakan ruang ini.

Andi Abdulqodir:

Dalam mengarsip sesuatu kita harus mempelajari pola-polanya, sehingga yang namanya researcher akan berguna karena bisa membaca pola pola dari setiap generasi yang nantinya akan dapat dibagikan ke publik juga dan menjadi seperti diskusi saat ini.

Pertanyaan:

Auladzin:

Standar produk yang dihasilkan di perkuliahan itu harus yang selalu tangible yang mana itu sebenernya berlawanan dengan keinginan saya dan tuntutan industri?

Andi Rahmat:

Sebenarnya untuk standarisasi desain, menjawab fungsi saja itu udah standar. Menurut saya profesi desain itu bukan profesi yang cepat, karena perlu proses bertahun-tahun. Jadi selama itu sudah menjawab standar seperti menyelesaikan permasalahan, fungsi, dan sebagainya menurut saya itu sudah cukup.

Baiknya menurut saya desainer itu harus punya pemikiran sendiri yang membedakan dengan desainer lainnya. Sambil jalan dan terus berkarya, pemikiran kita akan semakin matang.

Dapat disimpulkan, bahwa upaya pengarsipan yang dilakukan Bandung Design Archive ini dapat mendukung :

  1. Kebutuhan restorasi/konservasi
  2. Informasi atau wawasan bagi masyarakat luas (terutama masyarakat desain)
  3. Kebutuhan akademik, baik itu sebagai bahan penelitian, referensi akademik, dan sebagainya
  4. Kebutuhan industri, seperti trend forecasting, pendataan HKI, atau bahkan untuk mengembalikan nilai ekonomi dari karya desain yang terlupakan.

Melihat banyaknya irisan kepentingan dengan berbagai pelaku di dunia desain, maka Bandung Design Archive mengundang dan membuka diri kepada para masyarakat kreatif untuk turut aktif dalam aktivitas ruang tersebut pada programnya di masa yang akan datang.

--

--

Bandung Design Archive
Bandung Design Archive

Bandung Design Archive adalah sebuah upaya pengarsipan karya desain dan segala entitas lain yang berkaitan dengan perkembangan desain di Bandung.