TENTANG DESAIN, KREATIVITAS, DAN PRODUKTIVITAS

Hubungan Antara Desain dan Copywriting

Menambah nilai plus desain dengan microcopy

Utari Ambarwati
Published in
6 min readApr 10, 2020

--

Saat mengembangkan produk digital, desain dan tulisan tidak bisa dipisahkan. Sama seperti saat kita berbicara dengan orang lain di kehidupan nyata, dalam sebuah desain, tulisan inilah yang membuat produk terasa lebih hidup.

Walaupun produk kamu sudah didukung dengan UI dan ilustrasi yang bagus, baik minim teks atau banyak teks, akan percuma jika tulisannya tidak bisa dimengerti. Karena itulah dibutuhkan sentuhan tulisan yang ciamik biar ga miskom :)

Ikuti instagram kami di @belajardesain.io untuk mendapatkan update #BelajarDesain terbaru dan bagaimana agar menjadi lebih baik — bagi diri sendiri, pekerjaan, ataupun orang lain.

Copywriter dan UX Writer

Kebanyakan orang sudah cukup familiar dengan istilah copywriting — kegiatan membuat copy (tulisan) untuk mempromosikan atau menjelaskan suatu produk, awalnya banyak digunakan di dunia periklanan. Orang yang melakukan pekerjaan tersebut adalah copywriter.

Kebutuhan akan copywriter ini merambah ke dunia produk digital, khususnya bagian pengembangan produk. Orang yang membuatnya disebut UX Writer. Kok ada UX nya? Sedikit berbeda dengan copywriter pada bagian periklanan, UX writer ini fokus pada keseluruhan pengalaman yang akan dirasakan pengguna saat berinteraksi dengan produk, bukan hanya untuk promosi.

UX Writer bertanggung jawab pada setiap tulisan yang tertera di layar aplikasi. Tulisan ini bukan selalu pesan yang panjang seperti kalimat, tapi bisa juga berupa angka, kata, tanda baca. Tulisan yang dihasilkan UX Writer disebut microcopy, seperti tulisan pada button, pesan error, navigasi, menu, instruksi/langkah-langkah menggunakan produk dan sebagainya.

Perubahan microcopy meningkatkan tingkat keterikatan user di Google Hotel (source: here)

Jika kamu diposisi pengguna, tentu kamu akan merasa mudah beradaptasi dengan aplikasi baru jika microcopy pada navigasi dan menu nya jelas. Kamu juga akan merasa lebih nyaman menggunakan aplikasi jika bahasa yang digunakan pada microcopy sesuai dengan gayamu.

Perubahan Gaya Microcopy di Aplikasii Gojek (source: here)

Microcopy sangat bergantung dan mempengaruhi pengalaman yang akan diciptakan, maka dari itu UX Writer sangat berhubungan dekat dengan desainer. Tidak hanya desainer, UX Writer juga berkolaborasi denga Product Manager, Tim Teknologi, Team Bisnis, Tim Marketing dan Tim Research.

UX Writer dan Desainer

Sebelum ada UX Writer, para desainer ini yang membuat copy nya, biasanya dibantu oleh tim bisnis atau marketing.

Lalu setelah ada UX Writer apakah desainer sudah tidak membuat copy?

Jika ditim kamu belum ada UX Writer, lalu bagaimana agar desainer tetap bisa menghasilkan microcopy yang baik?

Coba kita bahas satu-persatu agar produk kamu semakin legit dengan microcopy yang baik.

#1 Melibatkan UX Writer Sejak Dini

Selayaknya desainer yang selalu teribat dari awal hingga akhir projek, begitupun UX Writer. Undang UX Writer pada sesi kick off projek, sesi brainstorming, sesi design sprint dan sesi research.

Hal tersebut akan mempermudah UX Writer untuk memahami konsep dari projek secara utuh. Selain itu, juga bisa membantu desainer dan tim mengetahui bagian mana saja yang memerlukan penekanan copy, sehingga daftar revisi copy tidak akan major.

Jika tidak sempat mengajak UX Writer dari awal projek, desainer harus meluangkan waktunya untuk menjelaskan keseluruhan konsep dan flow. Namun, hal tersebut memiliki efek domino yang cukup negatif jika selalu dilakukan.

UX Writer membutuhkan waktu untuk menyerap segala hal yang dijelaskan, apalagi jika flow nya cukup panjang. Revisian mungkin akan banyak terjadi karena kurang fokus dan pekerjaan menumpuk di belakang. Hal tersebut juga bisa mengurangi rasa kepemilikan terhadap produk yang dibuat. Kasarnya baru diajak saat dibutuhkan, padahal bukan itu konsep kolaborasinya.

#2 Hindari Template Kosong atau Penggunaan “Lorem Ipsum”

Saat membuat wireframe, desainer sebaiknya sudah menuliskan draft copy pada setiap komponen yang dibuat. Jangan hanya kotak-kotak kosong dan panah atau mengganti teks dengan template “lorem ipsum”.

Selain pemahaman konsep, UX Writer membutuhkan pemahaman konteks untuk membuat copy yang sesuai antara produk dan interaksi yang akan dihasilkan.

Tebak-tebak buah manggis, kira-kira isi konten ini tentang apa ya, sis? (source: here)

Tidak hanya untuk membantu UX Writer, desain yang dibuat dengan menggunakan draft copy juga bisa mempermudah orang lain memahami wireframe yang kamu buat, baik saat membaca dokumentasi atau saat kamu presentasi projek jika microcopy yang sesungguhnya belum siap.

Hal positif lainnya, desainer juga jadi bisa belajar membuat copy yang baik. Sangat berguna ketika ada projek yang harus diselesaikan dengan cepat sehingga meringankan tim writer yang tinggal edit dan kasih bumbu pelengkap.

#3 Mengetahui Lawan Bicara

Setiap orang yang terlibat dalam pengembangan produk, harus mengetahui siapa target usernya. Jika desainer harus memahami aktivitas dan perilaku user, UX writer harus memahami cara berkomunikasi para pengguna agar sesuai dengan antara pesan yang disampaikan dengan emosi yang dihasilkan dari interaksi. Istilahnya tone of voice (ToV).

Bagaimana caranya agar bisa membuat tone of voice yang sesuai?
Empathy.

Sama seperti desainer dan researcher ketika membuat persona, tone of voice ini menjadi acuan agar writer dapat membuat microcopy yang sesuai dengan gaya berbicara pengguna dan konsisten. Tidak hanya memahami user, dalam menulis tim writer juga harus menyesuaikan dengan tipe produk yang dibuat dan branding produk / perusahaan tersebut.

Microcopy biasanya berupa kata atau kalimat pendek. Tapi bukan berarti kaku dan membosankan. Kamu bisa berkreasi dengan tetap memberikan efek positif walaupun user sedang mengalami skenario yang tidak menyenangkan seperti ketika salah input password, loading page yang lama, kehilangan koneksi atau tidak menemukan produk yang ingin dibeli.

Contoh microcopy Tokopedia yang dibuat sejalan dengan branding Toped Universe (source: here)

#4 Membuat Kamus

Setelah menentukan tone of voice dari produk yang dibuat, kamu bisa mengembankannya menjadi sebuah guideline seperti kamus do’s and don’ts. Pembuatan ‘kamus’ ini tentu ada prosesnya. Prosesnya juga tidak jauh berbeda dengan proses membuat wireframe dan sifatnya cyclic, penuh iterasi.

Writing Proses dalam buku Nicely Said: Writing for the Web with Style and Purpose (Voices That Matter). (source: here)

Seperti yang sudah dijelaskan di awal, microcopy memiliki banyak jenis dan implementasinya. Tim writer dan desain bisa berkolaborasi untuk membuat guideline-nya agar tulisannya tetap bisa fit dengan komposisi desain dan bisa dimasukkan kedalam library desain.

Library dan guideline yang dibuat tentunya sangat bermafaat untuk mempermudah dan memperecepat proses desain. Desainer bisa langsung drag-and-drop komponen yang didalamnya juga sudah disediakan berbagaimacam contoh template microcopy.

Kamu bisa check guideline lengkap punya google disini.

Contoh guideline writing Google (source: here)

#5 Jangan Lupa Dites

Langkah terakhir, validasi. Jangan lupa meminta feedback dari oranglain terhadap microcopy yang sudah kamu buat. Proses ini bisa dilakukan baik oleh UX writer itu sendiri atau digabung dengan keseluruhan flow bersama desainer dan researcher, tergantung kebutuhan.

Lebih baik jika ditest sesuai dengan segmentasi target usernya sehingga feedback yang didapat lebih cocok.

Bonus Link Bacaan Inspiratif

Kesimpulan dan Pesan

Secara umum, proses bekerja desainer dan writer itu mirip-mirip. Keduanya harus memiliki ilmu visual dan tulisan. Kamu tidak perlu hebat di keduanya karena sifatnya memang saling melengkapi.

Kalau sekarang kamu lagi bikin desain, coba review lagi microcopy-nya jangan di🍇in, karena itu penting. Selamat dan semangat berproses :)

Special thanks untuk teman-teman UX Writer ku (salsa, ayu, nona, evira) atas kerjasama dan pelajarannya yang aku dapat selama 2 tahun ini. Kalian keren!!!

Hari ini, kamu sudah #BelajarDesain dan menjadi lebih baik tentang Desainer dan Writer Relationship.

Ikuti instagram kami di @belajardesain.io untuk mendapatkan update #BelajarDesain terbaru dan bagaimana agar menjadi lebih baik — bagi diri sendiri, pekerjaan, ataupun orang lain.

--

--