Kenapa Hari Pangan Penting Untuk Diperingati

Irma Sitompul
Bentala — Earth Conscious Living
5 min readOct 16, 2018

Tau nggak kalian kalau hari ini, tanggal 16 Oktober, dunia memperingati Hari Pangan? Mungkin banyak dari kita yang mikir, “emang penting ya buat hidup gue?” Well, buat kita-kita yang hidup berkecukupan, mungkin isu makanan nggak pernah menjadi beban pikiran. Tiap kali kita ngerasa lapar tinggal pesan go-food atau ke warung makan pilihan, dan dalam waktu singkat, perut kita kembali kenyang.

Tapi, kenyataannya sampai saat ini masih ada hampir 1 miliar manusia yang hidup dalam kelaparan dan nggak punya akses terhadap makanan sehat, termasuk di negara kita ini.

Fakta yang lebih menyedihkan lagi, tingginya tingkat kelaparan di dunia bukan disebabkan oleh kurangnya jumlah pangan, tapi karena adanya inefisiensi pendistribusian makanan.

Nah, Hari Pangan Sedunia diperingati untuk meningkatkan kesadaran mengenai ketimpangan pangan yang masih terjadi sampai saat ini. (Sumber: FAO)

The Wasteful Generation
Di Indonesia sendiri, sekitar 40% pangan terbuang saat panen dan pemrosesan, hanya karena bentuk dan ukurannya nggak sesuai standar jual. Selain itu, setiap tahunnya, Indonesia menghasilkan sampah makanan sebanyak 13 juta ton!

Kabarnya, ini bisa memberi makan 11% penduduk indonesia, atau sekitar 28 juta orang. (Sumber: FAO) Nah, dari 13 juta ton ini, kira-kira sepertiganya adalah sisa makanan yang nggak kita habiskan.

Sumber Reuters

Kalau dipikir-pikir, gila juga ya kita bisa segitu ignorant-nya soal ini. Kita-kita yang di kota besar seringkali nggak menghabiskan makanan, sedangkan banyak orang-orang di luar sana yang kesusahan mencari sesuap nasi.

Pemanasan Global
Ada satu hal lagi nih yang membuat masalah pangan menjadi lebih kompleks. Sampah makanan yang menggunung dan nggak diolah di TPA menghasilkan polusi yang bahaya banget buat bumi kita.

Sumber: Reporter News

Sampai saat ini, sampah makanan masih menjadi kontributor terbesar efek gas rumah kaca. 1 ton sampah organik bisa menghasilkan 50 kg gas metana. Bayangin aja betapa besarnya efek gas rumah kaca yang dihasilkan dari hanya satu TPA di Bali yang punya sekitar 180 ton sampah organik — kira-kira 90 ton gas metana*. (Sumber: Mongabay)

*Gas metana efeknya 21x lebih besar dari Karbondioksida

Solusi Akar Rumput

Kabar baiknya, saat ini semakin banyak inisiatif akar rumput yang mulai bermunculan yang tujuannya ingin menyelesaikan masalah sampah sampai ke akar. Beberapa di antaranya mungkin akan terlihat ngga appealing buat kita-kita yang hidup di kota yang terbiasa beli bahan pangan di supermarket.

Ada 3 inisiatif dari Asia Tenggara yang ingin saya highlight disini, termasuk dari Indonesia.

Pagpag di Philippines

Sumber: Pepper

“Pagpag is the product of a hidden food system for the urban poor that exists on the leftovers of the city’s middle class.” -BBC

Pagpag adalah warung makan yang menjamur di daerah kumuh Philippines yang bahan-bahan makanannya berasal dari sisa-sisa makanan yang dibuang oleh restoran-restoran di kota.

Kalau kalian nonton videonya, memang terlihat sangat nggak higienis dan mungkin menjijikkan. Tapi, coba deh kita liat situasinya dengan perspektif berbeda; liat deh dari kacamata mereka yang hidup di perkampungan kumuh di Philippines, yang sehari-harinya mungkin ngga akan makan kalau ngga ada warung Pagpag.

Sumber: Pepper

Kenyataannya, warung Pagpag sudah memberi makan ribuan warga miskin dan bisa jadi sudah membantu mengurangi jumlah emisi sampah organik, karena sisa-sisa makanan yang harusnya menimbun dan membusuk di TPA, bisa ‘terdaur ulang’ menjadi makanan baru.

Komunitas Freegan, SG Food Rescue & Foodbank di Singapore
Sebagai salah satu negara dengan ekonomi paling maju di Asia, Singapore lumayan peduli sama isu sampah makanan.

Banyak dari warga Singapore yang beranggapan bahwa negara mereka lumayan wasteful kalau soal makanan. Restoran, kafe dan supermarket menghasilkan surplus makanan berton-ton tiap harinya. Salah satu inisiatif yang menurut saya paling unik (melihat gaya hidup orang Singapore saat ini) adalah Komunitas Freegan.

Sumber: Eco Business

Komunitas Freegan adalah perkumpulan warga Singapore yang berusaha menjalankan gaya hidup tanpa uang. Mereka biasanya memberi dan mendapatkan apapun yang mereka butuhkan secara cuma-cuma. Salah satu dari kegiatan yang mereka lakukan adalah dumpster diving aka cari makanan di tempat sampah.

Sumber: Today Online

Dari kegiatan dumpster diving inilah muncul gerakan-gerakan yang berusaha untuk mengurangi sampah makanan seperti SG Food Rescue dan Foodbank yang mengumpulkan sisa-sisa pangan layak makan dan mendistribusikannya kembali ke warga miskin di Singapore.

Food Cycle di Indonesia

Source: Food Cycle Indonesia

Mirip dengan SG Food Rescue dan Foodbank, Food Cycle mengumpulkan sisa-sisa makanan untuk didistribusikan kembali ke masyarakat yang membutuhkan. Bedanya, Food Cycle mengumpulkan sisa makanan dari event atau acara pernikahan yang biasanya sisa makanannya berlimpah.

Menarik ya!

Bersyukur karena masih banyak orang-orang yang proaktif mencari solusi bagi permasalahan pangan saat ini. Nah, buat kita-kita yang hidup nyaman, ada loh cara-cara yang bisa dilakukan untuk ikut berkontribusi mengurangi sampah makanan.

Salah satunya dengan lebih bertanggungjawab dengan makanan kita. Sebisa mungkin, sebaiknya kita selalu menghabiskan makanan yang kita taruh di atas piring kita agar tidak berujung menjadi sampah.

Selain membantu mengurangi polusi, tidak menyisakan makanan juga menunjukkan kalau kita bersyukur dengan makanan yang kita santap tiap hari. Semoga artikel ini bermanfaat dan selamat Hari Pangan Sedunia. :)

--

--