Sebuah Abstraksi tentang Sistem Organisasi (Studi kasus: HMJ)

Ilham Muzakki
Beranda Pagi
Published in
8 min readMar 29, 2019

--

Tulisan lama, diterbitkan 29 Maret 2019. Sengaja dibawa ke Beranda Pagi.

Baru-baru ini sempat kepikiran dan bertanya-tanya, “mungkinkah lembaga yang memiliki pemosisian setegas himpunan mahasiswa jurusan ditinggalkan oleh anggota-anggotanya?” Mungkin. Namun cara anggota-anggota dalam meninggalkannya bukan berarti tidak ikut himpunan, namun lebih ke… ikut, setelah dapat jahim, cabut. Agenda himpunan tidak pernah datang, tak pernah ada kontribusinya. Bahkan tidak tahu kondisi himpunan sendiri seperti apa.

Mungkin fenomena itu justru sekarang-sekarang sudah terjadi ya? hehehe

Nah justru saya pun sebenarnya takut kalau misalnya makin sini ternyata jadi nonhim menjadi sesuatu yang normal. Hal ini bisa terjadi karena mahasiswa di prodi tersebut merasa tidak ada gunanya lagi masuk himpunan. Masuk atau tidak, sama saja. Bahkan lebih menyulitkan kalau masuk.

Saya tidak menyangkal orang-orang banyak mendapatkan sesuatu di himpunan, terutama bagi mereka yang aktif dalam menggerakan roda organisasi di himpunan. Namun jika lambat laun anggota-anggotanya tidak ada, bagaimana jadinya? Memang himpunan bukan besar karena jumlah anggotanya, tapi impact-nya. Namun kalau gaada anggota… ya gak bakal bergerak juga rodanya.

Tulisan kali ini akan memuat secara singkat (gatau deh bener2 singkat apa enggak wkwk), tentang bagaimana usulan rancangan sistem organisasi himpunan mahasiswa jurusan ke depannya. Akan dimulai dengan analisis kondisi eksisting dengan beberapa dimensi lalu berlanjut pada usulan.

Menurut saya kita perlu berdiam, duduk, dan berpikir tentang apa yang sedang terjadi. Gejala-gejala sudah bermunculan, apakah iya kita harus diam?

Berikut merupakan analisis saya pribadi berdasarkan apa yang pernah saya tahu dari teman-teman saya di himpunan lain, himpunan sendiri, keresahan orang-orang, dan ya mengamati ketika berinteraksi dengan beberapa himpunan di ITB. Ditambah analisis eksternal terkait “calon penerus himpunan”.

Organisasi itu ada ilmunya, jangan freestyle

HMJ Eksisting dan Calon Anggota

1. HMJ Selama ini Geraknya ke mana?

Sebenarnya, ke mana himpunan bergerak? Selama ini biasanya yang saya lihat.. gak kemana-mana. Hehehe. Ya mungkin tujuannya satu: memenuhi kebutuhan mahasiswa. Karena secara dokumen pun memang tercantum seperti itu, “…berfungsi untuk mewadahi kebutuhan sektoral mahasiswa dalam bidang keilmuan dan keprofesian” (Konsepsi KM ITB).

Sebenernya menurut saya fungsi ini tidak memberikan arah kemana-mana karena diinterpretasikannya beda-beda. Bagai dalam satu box, setiap orang di dalam box mendorong ke sisi-sisi yang berbeda. Setiap orang, bahkan yang satu himpunan pun merasa bahwa kebutuhan tiap orang berbeda-beda, makanya kadang arah geraknya gak jelas, ke sana ke mari. Programnya ngelanjutin yang tahun lalu, ada inovasi dikit entah ngarah kemana, biasanya tahun berikutnya pun gak dilanjut, karena dianggap sebagai “ciri khas BP gue”. Karena kebutuhan tiap orang banyak, jadi arah gerak himpunan, kadang saya ngerasanya lari kesana-sini. Kebutuhan tiap orang memang beda-beda, tapi emang semuanya harus dipenuhi gitu?

Ini juga terkadang dirasakan sama orang yang ngurus dalam satu himpunan, beda departemen. Orang-orang ngerasa departemennya yang harus juara. PSDA ngerasa ini penting, Internal itu penting, Eksternal ini penting. Ini gak sehat. Jadi kemana-mana kan.

Menurut saya sendiri sekarang potensiya sudah berbeda. Potensi HMJ sudah jauh lebih besar. HMJ bisa lebih dari itu. Memenuhi kebutuhan adalah kewajiban. Lalu selebihnya apa? Ini yang menjadi topik menarik pada analisis selanjutnya.

2. Core Activity dari HMJ itu apa?

Saya pernah melempar hal ini pada sebuah grup yang memang sering menjadi tempat saya bertanya dan selalu ada jawabnya. Di sana muncul jawaban yang berbeda-beda dari setiap orang di berbeda himpunan. Mungkin karena memang begitu ya? Kita menginterpretasikannya beda, makanya timbul warna-warni di ITB, masing-masing HMJ memiliki budayanya sendiri. Saya setuju dengan hal itu. Kita harus mempertahankan keberagaman budaya yang ada di ITB ini.

Namun ada satu hal yang ingin saya sepakati, kita sebagai HMJ harus punya core activity yang jelas. Biar bisa bedain, mana yang core activity mana yang supporting activity. Mana yang jadi supporting function mana yang jadi core function. Biar tadi, arah geraknya jelas. Mana sebenernya aktivitas inti dari himpunan itu. Kalau emang “pengembangan manusia”, yaudah fungsi yang lain dipakai untuk mendukung aktivitas pengembangan manusia. Contoh, bagian “akademik” seluruh aktivitasnya jadi dimaksudkan biar anggotanya gak ada masalah akademik sehingga bisa melakukan aktivitas “pengembangan manusia”. Contoh lain, bagian “eksternal” seluruh aktivitasnya dalam menjalin hubungan sama lembaga lain dimaksudkan untuk mendukung proses “pengembangan manusia”, misal menjalankan kolaborasi untuk membuat kader terbiasa bekerja dengan latar belakang yang berbeda.

Di sini, sekali lagi, mengacu pada paragraf pertama bagian ini, bisa jadi interpretasi tiap himpunan beda-beda. Tapi kadang… tidak ada yang mendefinisikannya. Banyak yang menganggap sepele, padahal sebenernya ini baik untuk menjalankan proses orientasi, “kemana kita akan pergi”, “apa yang menjadi fokus kita tahun ini”.

3. Tentang Manusia-Manusia yang Kita Hadapi

Banyak kok yang sudah sadar dan kajiannya tentang generasi Z ini. Tapi entah kenapa gak ada yang menyesuaikan dari sisi apapun. Tetep penerimaan dan metode pengembangan pake cara lama. Ya pantes aja gak in. Ini mungkin berlaku buat beberapa organisasi aja ya. Kalau memang punya metode dan cara pengembangan sendiri yang harus dipertahankan karena alasan keilmuan dan keprofesian… ya silahkan.

Ibarat sebuah pabrik, sekarang kondisi inputnya beda, dimasukin ke pabrik yang sama, apakah bakal tetep menghasilkan output yang sama? Kalau mau sama, ya berarti harus berubah sistem pabriknya biar menghasilkan output yang sama, membawa value yang sama. Ya kan?

Intinya: adaptasi perlu dilakukan seiring berubahnya karakteristik manusia dari generasi ke generasi. Sudah banyak penelitian yang menjelaskan, tinggal kita coba membuka pikiran, melihat pada dunia yang lebih luas tanpa meninggalkan esensi berhimpun yang dimiliki oleh masing-masing. Masa-masa transisi ini akan sulit bagi pemimpin yang punya pikiran konservatif.

Pahami mereka, adaptasikan sistem organisasi dengan mereka.

Focus, Agile, Adaptive Organization.

Tiga poin yang disampaikan di atas menjadi salah satu dasar mengapa sistem organisasi harus mulai beradaptasi, terutama untuk himpunan mahasiswa jurusan. Karena sangat mungkin HMJ ditinggalkan orang-orangnya ketika memang sudah tidak cocok lagi sistemnya. Ada tuntutan eksternal.

Ketika arahan dan core activity tidak jelas didefinisikan oleh organisasi tersebut, maka wajar saja mungkin orang-orang akan lebih mudah untuk pergi. Karena tidak merasakan tidak mendapatkan apa-apa. Karena merasakan tidak menghasilkan apa-apa. Tidak jelas ukuran produktivitasnya. Semuanya dikerjain. Ngerjain itu karena himpunan A ngerjain itu. Ngerjain ini karena himpunan B punya ini. Ngerjain ini itu karena ya pengurus yang sebelumnya ngerjain ini itu.

Evaluate your business process.

Apakah masih sesuai?

Seperti yang dikatakan di atas, salah satu yang sering menjadi masalah adalah para pelaksana organisasi ini gak paham, sebenernya core activity atau core business-nya dari himpunan mahasiswa jurusan ini sendiri apa. Jadinya seakan-akan semua harus gerak, dan sayangnya ke arah yang berbeda. Tau sih tau, tapi kadang gak diterjemahkan, gak ditransformasikan menjadi strategic planning yang sesuai pada saat kepengurusannya.

Apakah visi-misi pemimpinnya sudah allign dengan nilai-nilai yang ingin dipertahankan organisasi tersebut? Apakah visi misi nya sudah diturunkan sesuai dengan baik menjadi strategic goals yang bisa diikuti dan dipahami pada level manajemen di bawahnya? Setiap manajer yang ada di organisasi tersebut seharusnya bisa mentransformasikan dari strategic goals menjadi objectives per departemen yang dipimpinnya. Apa yang akan dikejar oleh departemen tersebut untuk memenuhi visi-misinya. Jadi semua kembali mendukung ke visi-misi. Gak kemana-mana. Berikut merupakan hierarki tujuan yang menjadi salah satu kerangka berpikir bagaimana menurunkan visi-misi ( strategic planning) sampai kepada action plan untuk setiap orangnya di organisasi tersebut.

Jika dilihat dari piramida tersebut, salah satu outcome dari penurunan tersebut adalah performance measures. Dan salah satu tools untuk mengukur performa adalah Key Performance Indicators (KPI). Seharusnya setiap jabatan atau departemen yang mewakili fungsi masing-masing, memiliki KPI-nya masing-masing yang akan menunjang KPI secara keseluruhan. Proses penerjemahan dari KPI organisasi menjadi KPI per departemen ini yang menjadi tuntutan untuk setiap kepala departemen, “di departemen ini, biar visi-misinya tercapai, apa goals yang harus dicapai ya?”.

Salah satu yang suka menjadi tuntutan dari orang-orang sekarang adalah “ini kita ngapain sih di sini? gak jelas”. Yang sebenarnya mungkin saja mereka-mereka ini sudah menyumbang prestasi di KPI, mengendalikan performanya di dalam organisasi.

Perlihatkan performa mereka seperti apa, misal nih ya salah satu KPI-nya itu terkait kekeluargaan yang diwujudkan dengan kehadiran massa di sekre. Ya coba buat control chart kehadiran massa di sekre dan diupdate setiap minggunya, liatin ke massa gimana performanya. Kalau mulai menurun dan dibatas bawah patut bertanya, “kenapa nih?”. Kalau ada di atas batas, update lagi control chart-nya.

Organisasi-organisasi yang agile (lincah) memiliki kemampuan untuk secara cepat mengadaptasi taktik untuk dapat berespons dan/atau beradaptasi terhadap perubahan serta tantangan yang dihadapi di lingkungannya (Gligor & Holcomb, 2012, 2013).

Salah satu yang kadang luput dari perhatian kita terkait kondisi lingkungan. Analisis eksternal terkait apapun bisa saja memengaruhi keadaan di dalam organisasi kita. Kita tidak bisa pungkiri itu, orang-orang bukan cuman main di dalem sini. Orang-orang dapet informasi tentang dunia luar kini lebih mudah. Kita harus akui bahwa sebagai HMJ kita punya kompetitor juga dalam memiliki sumber daya yang potensial. Kalau cuman seorang dua orang gapapa. Ini kalau makin banyak, gak ada isinya juga ni himpunan.

Coba riset kecil-kecilan deh, biar ngerti kondisinya tuh gimana. Tanya langsung, jangan pake google form, “apasih yang kamu dapetin di luar dan senang mendapatkan hal itu, apa yang bisa organisasi luar penuhi daripada kamu di sini. Apa bedanya?”. Di himpunan saya sih udah nanyain, gak pake google form, terima kasih MTI.

Jika Anggota adalah salah satu yang berharga dari himpunan, ya tunjukan bahwa anggota sangat dihargai keberadaannya di sini. Saya sedang mikir-mikir juga tentang Compensation & Benefits di dalam organisasi mahasiswa. Bagaimana anggota di ormawa ini mendapatkan “gaji” dan “benefit” yang lebih terstruktur, kalau performanya segini mereka dapat ini, kalau jarang dateng mereka dapetnya apa. Gak ngawang-ngawang, sebenernya mereka dapet apa sih selama di sini.

Terkait generasi Z juga, mungkin saya sendiri gak bisa berkata banyak-banyak ya karena belum mempelajari banyak. Namun yang saya tahu memang ada perbedaan cara merespons sesuatu. Ya Anda semua tahu bahwa kondisinya mereka dari lahir sudah terpapar dengan teknologi digital. Segalanya lebih mudah. Kebutuhan dasar mereka sudah berbeda. Bukan sandang papan pangan lagi.

yang mau disampein di sini, persis seperti di atas. Kita gak bisa pake metode yang sama. Generasi-generasi transisi ini yang emang harus pusing mikirin metode baru bagaiman melakukan engagement & retention kepada para calon kader nanti, atau bahkan mungkin kader-kader termuda yang sudah ada di himpunannya sekarang. Jangan sampai, ketika organisasi ini ditinggal oleh para generasi transisi (ya kita-kita), kita belum sempat menanamkan nilai-nilai yang seharusnya dipertahankan oleh organisasi kita. Dan akhirnya mulai lah memasuki masa-masa denial. Di mana orang udah mulai ninggalin, karena mereka mikir juga “y dpt apa y, gk dpt apa2 tuc”.

Semoga teman-teman dapat membacanya dengan seksama ya. Kalau mau ada yang tidak sepakat atau mau pendapat lebih lanjut, ya ngobrol-ngobrol aja.

Saya menulis ini justru sayang sama budaya di KM ITB ini, terutama yang ditimbulkan oleh HMJ masing-masing. Bagaimana perbedaan dapat berjalan secara sinergi demi mewujudkan pergerakan yang harmoni. Saya orang harus merasakan bagaimana berkemahasiswaan dengan semangatnya di sini. Tempat ini sedang mengalami denial dari anggota-anggotanya yang sudah terlalu lelah sama sistem yang mulai tidak sesuai dengan value dan belief yang mereka bawa. Jangan sampai HMJ juga begitu. Makanya harus focus, agile, and adaptive.

--

--

Ilham Muzakki
Beranda Pagi

A writer who shares stories from his life and work. Passionate about organization and personal development.