Belajar Untuk Membuat Kesalahan di Binar Academy

Arzy M
Binar Academy
Published in
20 min readApr 29, 2018
Photo credit: Luthfikh

“The biggest risk is not taking any risk. In a world that’s changing really quickly, the only strategy that is guaranteed to fail is not taking risks.” — Mark Zuckerberg

Memang perjalanan saya mengikuti kelas di Binar Academy tidak terlalu lama, hanya 2,5 bulan. Tetapi pelajaran yang saya dapatkan di Binar belum tentu bisa saya dapatkan di tempat lain.

World class mentor, passionate people, excellent support, and friendly folks are all here.

Ceritanya dimulai ketika saya melihat postingan mengenai kelas programming gratis di Yogyakarta bertebaran di Linkedin.

Penasaran dengan postingan tersebut, saya klik dan mulai mencari tahu asal usul postingan tersebut.

Singkat cerita, dari situlah saya pertama kali mengenal Binar Academy.

Berbulan bulan berlalu setelah pertama kali saya melihat iklan tersebut, baru tergerak hati saya untuk mendaftar kelas di Binar Academy, kelas yang ditawarkan pun beragam mulai dari Backend developer, Frontend developer, UI/UX Designer, Quality Assurance, Android developer, hingga iOS developer.

Saking banyaknya pilihan, saya jadi bingung untuk mengikuti kelas yang mana.

Ujian Masuk

Setelah login berkali-kali ke Binar Dashboard karena session browser yang sudah berapa kali habis karena kelamaan mikir.

Akhirnya saya tentukan untuk memilih mengikuti kelas Frontend Developer dan Product Manager.

Sedikit bocoran, bisa jadi ini hanya terjadi di batch saya tapi yang menarik setelah tahap pemilihan peminatan, ada rangkaian ujian masuk untuk yang bentuknya mirip ujian nasional. Mungkin bahasa keren untuk sekarang itu UNBK, ya.

Soalnya enggak banyak dan enggak sedikit juga.

Tapi dari yang saya lihat dan bisa saya simpulkan, semua soalnya tidak mudah!

Langsung terlintas di pikiran saya untuk langsung menyerah karena melihat soal-soal ujian masuk yang diberikan oleh Binar sangat menantang.

Saya juga langsung ingat satu pepatah yang sangat populer di Indonesia yaitu “Malu bertanya sesat di jalan.”

Tekad saya sudah bulat untuk mengikuti Binar Academy, tetapi saya tidak boleh kalah bahkan sebelum menjawab soal ujian.

Dengan modal bertanya kepada beberapa teman saya, soal ujian pun bisa dijawab semuanya dengan skor yang cukup memuaskan.

Dari pengumuman hasil lulus ujian yang diberitahukan langsung setelah mengikuti ujian, saya langsung bisa bergabung ke dalam grup Binar Academy yang dibuat khusus untuk Batch kami.

Ketika bergabung ke dalam grupnya, saya cukup kaget karena ternyata banyak sekali orang yang berhasil lolos untuk mengikuti kelas di Binar Academy.

Kagetnya lagi, di dalam satu batch hanya dipilih beberapa Product Manager saja untuk mengurus beberapa tim yang terdiri dari banyak orang dengan berbagai peminatan.

Karena saya sudah mempunyai cadangan peminatan yaitu kelas Frontend, saya merasa sedikit lega karena kelas Frontend tidak dibatasi seperti kelas Product Manager.

Setelah beberapa minggu menjelang Induction, para siswa yang mengambil peminatan Product Manager diberikan sebuah tugas yang menentukan layak tidaknya untuk menjadi seorang Product Manager.

Saya sempat menunda beberapa hari untuk mengerjakan tugas tersebut karena kebiasaan untuk mengumpulkan tugas menjelang detik terakhir tutup.

Untungnya tugas bisa saya selesaikan tepat waktu dan tidak ada masalah.

Induction

Induction Binar Academy Batch 6. Photo credit: Luthfikh

Waktu Induction pun tiba, di sini kami semua berkumpul dengan para siswa dari batch sebelumnya yang melakukan Graduation di acara yang sama.

Penjelasan mengenai Binar Academy serta peraturan yang ada pun dijelaskan panjang lebar oleh para master di Binar Academy.

Tapi, hal yang paling saya tunggu tunggu adalah pengumuman untuk peminatan Product Manager karena hanya 6 orang yang terpilih untuk mengikuti kelas Product Manager.

Ketika daftar siswa kelas Product Manager diumumkan, rasanya cukup mendebarkan tetapi beruntungnya nama saya ikut disebutkan sebagai siswa yang lolos untuk menjadi siswa di kelas Product Manager Binar Academy.

Resmi menjadi siswa untuk kelas Product Manager, saya pun masih menunggu kabar selanjutnya untuk pembagian tim dan jadwal kelas perdana.

Kelas Perdana / Basic Class

Product Manager Class Situation.

Pembagian tim sudah dilakukan dan jadwal kelas perdana pun sudah keluar, rasanya menyenangkan bisa bertemu dengan orang-orang baru yang mempunyai peminatan yang sama.

Setelah grup tim dibuat, dimulailah diskusi mengenai produk apa yang akan dibuat dalam waktu 2 bulan kedepan.

Tema sudah ditentukan oleh para master dan kami harus membuat sebuah produk berdasarkan tema yang sudah ditentukan.

Pikiran kami pun sudah dipenuhi oleh berbagai macam ide dari tema tersebut.

Tidak mau tergesa-gesa, saya memutuskan untuk mendefinisikan masalah apa yang ingin kami selesaikan secara lebih mendalam dan rinci.

Terdengar rumit, tapi nyatanya memang sangat rumit untuk menentukan sebuah masalah yang ingin diselesaikan.

Kelas perdana Product Manager yang sudah dimulai juga mengajarkan kami para Product Manager untuk berpikir kritis dan benar benar masuk hingga ke dalam akar dari masalah yang akan kami selesaikan.

Kami para siswa di kelas product manager berasal dari berbagai macam bidang keahlian seperti Jurnalisme, QA, Fisika, Aerospace engineering, Ekonomi, dan saya sendiri dari jurusan bahasa Inggris. Membuat kelas menjadi sangat menarik karena keberagaman ilmu kami.

Di beberapa kelas perdana, kami diajarkan mengenai dasar dasar product management serta beberapa pemahaman mengenai pola pikir untuk menjadi seorang manajer produk yang baik.

Mencari Masalah

Maksud dari mencari masalah di sini adalah kami mencoba mencari masalah dari tema yang sudah ditentukan yaitu desa.

Ketika tema ditentukan dan dibagikan ke grup tim, sudah tertuang banyak sekali ide dari beberapa anggota tim.

Tetapi dari awal, kami product manager diajarkan tidak datang membawa ide yang kemudian dijadikan sebuah produk. Tapi mencari tahu masalah apa terlebih dahulu yang ingin kami selesaikan, baru setelah itu kami bisa menentukan solusi apa yang kami tawarkan untuk meneyelesaikan masalah tersebut.

Hanya untuk mencari sebuah masalah saja susahnya bukan main, diskusi demi diskusi sudah terjadi di grup hingga tatap muka hanya untuk mencari masalah yang benar benar ingin kami selesaikan.

Mulai dari kumpul pertama tim kami, beberapa masalah sudah diajukan seperti:

  • Masih banyaknya lahan kosong di desa yang belum dimanfaatkan.
  • Sulitnya untuk memasarkan hasil kerajinan dari desa.
  • Dan masih belum ada cara yang mudah untuk mengurus suatu perizinan di desa.

Dari beberapa masalah, seperti masalah di atas, kami mulai memikirkan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah itu.

Setelah melakukan brainstorming dan research, ternyata masalah di atas bukan masalah yang worth untuk kami selesaikan. Karena ternyata sudah ada startup di luar sana yang sudah menyelesaikan masalah yang kami cari tersebut.

Dari sini, saya belajar satu hal dalam menentukan masalah yaitu: riset, lakukan riset dan pikirkan berulang kali apakah masalah yang akan diselesaikan worth atau tidak.

Menawarkan Solusi

Belajar dari sulitnya mencari masalah, saya akhirnya benar benar menemukan sebuah masalah dari perjalanan kami dalam mencari masalah dengan tema desa.

Masalah yang kami hadapi adalah sulitnya menemukan startup, bisnis, aplikasi, website, portal, atau apapun platformnya yang memberikan informasi lengkap tentang masalah apa yang sudah diselesaikan.

Kami tahu sebelum kami mulai menawarkan solusi untuk masalah yang akan kami selesaikan, kami harus melakukan riset terlebih dahulu agar produk yang kami selesaikan tidak jadi sama dengan produk lain yang ternyata sudah menyelesaikan masalah yang sama.

Akhirnya kami putuskan masalah yang ingin kami selesaikan adalah sulitnya menemukan platform yang memberikan informasi lengkap tentang startup yang sudah menyelesaikan masalah yang sudah ada.

Dari masalah di atas, kami pun mulai berpikir bahwa untuk ke tahap selanjutnya kami juga perlu menawarkan sebuah solusi.

Solusi yang benar-benar menyelesaikan masalah dan membuat semuanya menjadi lebih mudah. Itu yang harus kami lakukan.

Saya sendiri bahkan tidak menyangka bahwa masalah yang akan kami selesaikan adalah di bidang informasi.

Kumpul Tim

Yes, UNO is a part of team building!

Masalah klasik yang hampir setiap tim di Binar Academy hadapi adalah sulitnya untuk mengumpulkan anggota timnya di satu tempat untuk membahas sesuatu bersama-sama.

Nah, masalah ini juga terjadi di kelompok kami.

Tapi untungnya kami sadar di Binar Academy, kami semua mempunyai tujuan untuk belajar dan berkolaborasi bersama.

Sebenarnya tidak terlalu sulit bagi saya untuk mengajak anggota tim untuk melakukan kumpul, tapi kendala terbesarnya ada di pemilihan waktunya.

Beberapa orang di tim saya berasal dari luar kota Jogja yang mana mereka harus berangkat dari luar kota menuju Jogja hanya untuk kumpul tim.

Misalnya saja ada yang dari Solo, teman saya ini harus naik bisa dari Solo menuju Jogja apabila tidak kedapatan tiket kereta. Setelah sampai di Jogja harus naik ojek online menuju tempat kumpul.

Atau ada juga yang berasal dari Wonogiri dan mengendarai sepeda motor untuk menuju Jogja.

Bagi mereka yang menetap di luar Jogja juga harus hadir mengikuti kelas tanpa ada kompromi hanya dengan memilih jadwal yang tersedia di platform Binar.

Tapi dengan teknologi yang sudah maju sekarang, koordinasi dapat kami lakukan hanya melaui platform chat.

Platform yang kami gunakan adalah Telegram, di sana tidak semua dari tim aktif mengemukakan pendapat dan aktif menanggapi satu sama lain.

Dari hal tersebut, saya juga belajar tidak semua orang nyaman untuk muncul di grup yang isinya banyak orang.

Solusinya, buat grup per divisi dan chat langsung orang yang ingin saya ajak diskusi atau koordinasi.

Manajemen Orang Sebelum Produk

  • Mencari masalah ☑️
  • Solusi dari masalah ☑️

Akhirnya kami mulai memasuki tahap yang paling utama dari proses pembelajaran kami di Binar Academy yaitu pembuatan produk.

Bagi saya, membuat sebuah produk adalah sebuah tantangan tersendiri dari mengikuti kelas product manager.

Di sini kami ditantang untuk langsung menerapkan ilmu yang kami pelajari di kelas untuk bisa diterapkan ke pembuatan produk langsung.

Selain bertugas untuk melakukan manajemen produk, saya juga harus memimpin 16 orang secara keseluruhan yang terbagi dari Android Developer, Backend Developer, Frontend Developer, UI / UX Designer, serta Quality Assurance.

Lagi-lagi saya ditantang untuk bisa berkompromi dengan banyak orang yang masing masing mempunyai pendapat dan idealisme yang berbeda-beda.

Maka dari itu, di tim saya sendiri tidak ada yang namanya batasan.

Saya bahkan menantang tim saya untuk membuat sesuatu yang out of the box dengan beberapa scope atau batasan yang sudah saya tentukan dari awal setelah deal untuk membuat produk dari masalah yang kami temukan.

Di tim yang saya pimpin, saya yakin apabila setiap orangnya unik dan mampu melewati tantangan apapun yang akan kami hadapi kedepannya.

Pembuatan Wireframe Produk (Lo-Fi Design)

Lo-Fi Version 1

Diskusi panjang lebar sudah dilakukan oleh divisi UI/UX designer dengan saya untuk mendesain sebuah produk yang tujuannya mudah digunakan oleh pengguna.

Hampir semua fitur yang terbayangkan oleh kami semuanya saya tuliskan untuk ditaruh di dalam produk yang akan kami buat.

Kami sebenarnya tidak tahu apabila fitur yang kami tuliskan tersebut benar benar dibutuhkan oleh pengguna atau tidak.

Semua kami lakukan berdasarkan inisiatif dan estetika agar tampilan produk kami terlihat bagus.

Kumpul pertama yang saya lakukan dengan divisi UI/UX adalah melakukan pembagian tugas dan penentuan lead dari divisi UI/UX sendiri.

Karena dirasa kami harus bergerak cepat, saya berinisiatif membantu divisi UI/UX untuk membuat sketsa dasar bagaimana wujud dari produk yang kami inginkan.

Sketsa saya buat menggunakan aplikasi Sketch dan menggunakan template Google Material untuk Sketch yang sangat mudah digunakan, hanya dengan copy paste, saya sudah membuat desain kasar dari produk yang kami inginkan.

Setelah semua sepakat dengan desain kasar yang saya buat bersama dengan divisi UI/UX yang memberikan arahan mengenai penempatan beberapa fitur dan fungsi di aplikasi, barulah tahap selanjutnya saya serahkan sepenuhnya kepada divisi UI/UX.

Aplikasi Android

Membuat aplikasi Android memang terdengar sulit, tapi memang kenyataannya sulit, sih.

Begitu yang saya dengar dari teman-teman divisi Android.

Dari awal kami sudah sepakat untuk hanya membuat produk di platform Android karena tujuannya adalah pengguna ponsel Android.

Menurut beberapa survey yang saya temukan di internet, pada tahun 2016 sendiri sudah hampir 80% penduduk Indonesia menggunakan ponsel Android.

Peluang pasar yang bagus, tapi tujuan utama kami adalah menyelesaikan desa.

Tidak menutup kemungkinan di beberapa tahun ke depan hampir semua penduduk di Indonesia, termasuk di pedesaan sudah menggunakan ponsel Android.

Balik lagi ke proses pengembangan produk kami, divisi UI/UX yang sebelumnya mendesain wireframe untuk aplikasi Android sudah selesai mengerjakan wireframe dengan hasil yang cukup ciamik menurut saya.

Dalam mengerjakan produk, kami menggunakan sebuah tool yang mempermudah pembagian task per divisi yaitu Trello. Sangat simpel dan mudah digunakan untuk manajemen tugas yang lebih efektif.

Proses awal yang kami lewati setelah mendesain wireframe dari produk adalah membuat presentasi dan mempresentasikannya di depan kelompok lain.

Presentasi Perdana — Party Class 1

Me trying to explain about our product. Photo credit: Luthfikh

Di sini kami semua berkolaborasi dan bekerjasama, bukan untuk berkompetisi.

Jika tujuan awal saya adalah berkompetisi dengan kelompok lain, mungkin saya tidak akan mendapatkan apa arti sebenarnya dari Binar Academy.

Baik di dalam kelas product manager atau di luar kelas sekalipun, kami para product manager sering kali berbagi keluh kesah entah itu sulitnya mengatur orang atau pesimis dengan produk yang sedang dikembangkan.

Ketika proses membuat presentasi produk untuk Party Class 1 yang dibantu oleh divisi UI/UX, saya sendiri sempat meminta beberapa masukan dari product manager tim lain.

Di tahap awal pengembangan produk, bahkan saat membuat materi presentasi saja kami semua mengalami kebingungan mengenai pendefinisian masalah, hingga bagaimana menjelaskan solusi apa yang ditwarkan.

Ketika tiba waktunya presentasi, tim yang sudah tiba di lokasi presentasi bergiliran melakukan presentasi di depan para master dan mentor dari Binar Academy.

Di depan semua orang, kami melakukan presentasi per-tim dan dituntut untuk bisa menjelaskan masalah apa yang ingin kami selesaikan, dan solusi apa yang kami tawarkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Semua tim mendapat kritik yang sangat pedas dan juga saran yang sangat membangun dari para master dan mentor.

Bukan berarti kami harus mendengar dan merubah semua yang sudah kami rencanakan, tetapi kami harus memikirkan kembali apakah produk yang akan kami kembangkan nantinya benar benar bisa kami selesaikan atau tidak.

Pivot Fitur

Setelah diberikan kritik dan saran saat presentasi, dengan berat hati beberapa fitur harus kami hilangkan dari produk kami.

Untung saja produk belum masuk tahap pengembangan oleh tim developer.

Desain dirombak lagi untuk menyesuaikan dengan fitur fitur yang tersisa agar tetap bisa terlihat ciamik.

Menurut saya, sebenarnya kritik dan saran di awal sangat berguna sekali sebelum para developer mulai mengembangkan aplikasi.

Sebenarnya kami beruntung bisa mendapatkan kritik dan saran itu dari orang yang benar-benar ahli di bidangnya.

Jadi beberapa fitur yang sebelumnya sudah kami rencanakan harus direlakan hilang sementara dari tahap awal pengembangan produk.

Bisa jadi fitur yang kami hilangkan di awal akan dibuat di masa depan.

Mockup Product Perdana (Hi-Fi Design)

Design Progress

Revisi desain sudah dilakukan dengan fitur seminimal mungkin, tapi kami melupakan satu hal yaitu koordinasi dengan divisi Android.

Harusnya dari awal divisi UI/UX tidak hanya melakukan koordinasi dengan saya, tetapi juga dengan divisi Android.

Kami baru sadar tentang hal ini ketika Sprint pertama sudah dimulai.

Akhirnya saya berusaha menghubungi divisi Android dan UI/UX agar mereka bisa melakukan koordinasi mengenai desain produk yang nantinya akan dikembangkan oleh divisi Andoid.

Untuk koordinasi antara UI/UX dan Android, saya hanya berhasilkan mengumpulkan satu orang dari masing masing divisi. Tapi menurut saya itu sudah lebih dari cukup karena kami sudah bisa bertukar pikiran.

Ketika melakukan diskusi mengenai mockup terbaru, teman saya dari divisi Android mengeluhkan banyak hal mengenai peletakan beberapa tombol dan fitur karena akan sulit dikembangkan oleh mereka.

Sementara teman saya dari divisi UI/UX juga hanya mengangguk mendengar pendapat dari divisi Android, bukan berarti kami saling mengerti. Tapi kami berusaha menjaga ego dan idealisme masing-masing dan belajar saling mendengarkan.

Setelah koordinasi dan diskusi selesai dilakukan, perubahan besar terjadi pada desain produk kami, mulai dari penempatan tombol hingga penggunaan warna berubah total.

Sebenarnya perubahan besar seperti ini bisa dicegah apabila koordinasi antar divisi sudah dilakukan dari awal.

Pelajaran yang bisa diambil: Koordinasi dari awal

Sprint 1 dan Sprint Review — Party Class 2

Sprint 1 Review Presentation. Photo credit: Luthfikh

Di saat divisi UI/UX menyelesaikan revisi mockup dari divisi Android, saat itu juga Sprint 1 sedang berjalan yang mana harusnya tahap pengembangan aplikasi sudah mulai dilakukan juga baik dari sisi Backend, Android, atau pun Quality Assurance.

Beberapa divisi seharusnya sudah bisa berjalanan secara paralel menggunakan mockup dari UI/UX sebagai patokan, tapi apadaya karena revisi kami harus cukup bersabar menunggu revisi selesai.

Tak terasa kami sudah harus menghadiri Party Class 2 setelah baru saja menghadiri Party Class 1.

Yang membuat saya sangat kaget adalah ternyata kami harus melakukan presentasi dari perkembangan pengerjaan produk kami.

Tanpa persiapan, kami maju dan mempresentasikan kemajuan dari produk kami.

Party Class 2 adalah saatnya bagi kami melakukan review dari Sprint 1 yang artinya Sprint 1 harus sudah selesai hari itu juga.

Untungnya, beberapa bagian sudah selesai yaitu Splash Screen dan Onboarding page. Ya, baru selesai 2 bagian dari sisi Android.

Sementara dari sisi UI/UX, kami baru menyelesaikan desain bagian dan fitur inti dari produk kami. Termasuk prototype sudah selesai tiba tiba pada hari itu juga.

Oh iya, landing page untuk promosi aplikasi juga sudah diselesaikan oleh Frontend yang bisa saya katakan cukup ajaib karena bisa selesai walaupun saya belum pernah bertemu orangnya secara langsung hingga tahap ini.

Desain aplikasi kami lumayan mendapat perhatian dari para master karena sedikit unik, beda dari yang lain, dan mungkin agak sulit digunakan. Karena saya sendiri bingung mendefinisikan fitur berdasarkan mockup terbaru kami.

Bisa ditebak, kami harus melakukan revisi besar lagi di Sprint 2 besoknya.

Setelah acara Party Class 2, saya sempatkan melakukan Standup meeting yang sebenarnya dengan teman satu tim yang datang saat itu.

Dari standup meeting tersebut saya belajar bahwa apabila semua hal dikomunikasikan oleh setiap orang, kami bisa saling memahami satu sama lain mengenai perkembangan apa yang sudah dibuat oleh masing-masing orang.

Siap Berlari di Sprint 2

Sprint 1 yang sebelumnya berjalan sekitar 2 minggu hanya fokus ke desain produk dan pengembangan fitur awal dari aplikasi.

Sebenarnya dari divisi Android memang baru bisa mengerjakan 2 bagian saja saat Sprint 1 yaitu Splash screen dan Onboarding page karena belum siapnya desain dari divisi UI/UX.

Tapi saya tidak menyalahkan divisi manapun, di sini pentingnya komunikasi masing masing divisi sangat dibutuhkan.

Belajar dari Sprint 1 yang belum sepenuhnya siap untuk dipresentasikan, serta tidak banyak yang bisa kami kerjakan saat Sprint 1.

Di Sprint 2 kami sudah dituntut berlari cepat, maka dari itu dinamakan “Sprint”.

Sprint yang harus selesai dalam 2 minggu kedepan harus sudah mencakup keseluruhan fitur utama dari produk kami dan bisa benar-benar digunakan oleh pengguna.

Tantangan yang cukup menarik bagi saya karena status kami semua di sini masih baru belajar dan harus membuat sebuah produk jadi dalam 2 minggu.

Memang terdengar tidak masuk akal bagi saya, tapi apapun tantangannya harus kami hadapai karena tujuan kami adalah melanjutkan apa yang sudah kami mulai dari awal.

Sprint 2 Dimulai

Sebagai seorang product manager, saya diajarkan selalu menerapkan metode Agile yang mana harus bergerak cepat dan mudah beradaptasi.

Di Sprint 2 saya menerapkan bagaimana semua divisi dapat berjalan secara bersamaan walaupun desain produk kami masih terus dalam tahap pengembangan.

Hal pertama yang saya lakukan adalah memastikan divisi UI/UX bisa menyelesaikan beberapa bagian utama yang paling penting dari produk terlebih dahulu.

Setelah semua bagian utama selesai, mereka bisa mencoba untuk bereksperimen di bagian lain yang bukan bagian dari fitur utama.

Sementara itu untuk divisi Android, saya selalu menekankan untuk selalu berkomunikasi dengan divisi UI/UX untuk memastikan bagian mana saja yang sudah bisa mereka kembangkan.

Product manager adalah orang yang harus bisa menghubungkan antar divisi dan memastikan semua komunikasi dan koordinasi berjalan lancar.

Kendala yang kami hadapi saat Sprint 2 tidak sedikit, konflik mulai terjadi, idealisme masing-masing orang mulai terlihat, dan beberapa orang mulai jarang berkomunikasi di grup chat.

Fokus ke tujuan utama adalah hal yang terus saya bagikan kepada teman-teman satu tim. Saya jelaskan bagaimana masa depan dari produk kami dan bagaimana produk kami akan bermanfaat kepada pengguna.

Intinya, semua orang bekerja keras untuk mencapai tujuan utama.

Pivot Fitur di Fase Krisis

The Final Truly Final Yes Final Fix Design

Sprint 2 yang hampir selesai menuntut semuanya bekerja lebih keras, namun ada satu hal yang membuat kami harus bekerja lebih keras lagi dari sebelumnya.

Ketika di tengah pengerjaan, kami mendapat saran yang sungguh luar biasa dari master untuk menghilangkan sebuah fitur tetapi menggantinya dengan sebuah fitur yang sangat brilian.

Kami semua berkumpul di satu ruangan dengan para master yang siap mendengarkan perkembangan dari produk kami selama masa Sprint 2 ini.

Para master tidak hanya mendengarkan tetapi juga memberikan saran mengenai berbagai macam hal termasuk fitur pengganti dari sebuah fitur yang dihilangkan.

Ini adalah sebuah kumpul dadakan yang diadakan oleh para master guna mempersiapkan kami untuk presentasi Showcase dari produk kami nantinya.

Kenapa saya bilang fase krisisi? Karena waktu Showcase tidak sampai 2 minggu lagi sementara kami harus mengerjakan produk dengan sebuah fitur tambahan.

Lagi lagi sebuah tantangan yang sangat menarik bagi kami.

Kelas Keluh Kesah Para Product Manager

The Great Product Manager of Binar Batch 6. Photo credit: Luthfikh

Memasuki sesi ke-5 hingga seterusnya bisa saya katakan kelas yang saya hadiri adalah kelas keluh kesah bagi para product manager.

Mentor berusaha menyampaikan materi dengan cepat, singkat, dan padat lalu fokus mendengar perkembangan dari produk yang sedang kami kembangkan lengkap dengan keluh kesahnya.

Hampir setiap sesi kami selesaikan beberapa jam lebih banyak dari waktu yang tertera di jadwal.

Rasanya waktu berlalu begitu cepat ketika kami menceritakan perkembangan dari masing-masing produk kami. Dari setiap orang yang bercerita, masing-masing dari kami bisa belajar dari cerita orang tersebut.

Bisa jadi ada pelajaran yang bisa dipetik dari keluh kesah product manager lain.

Di sini juga saya tahu kalau sebenarnya tidak hanya saya yang mengalami kesulitan, melainkan ada juga yang mengalami kesulitan yang sama.

Bahkan, tidak jarang dari kami yang blak-blakan mengeluhkan sulitnya menjadi product manager dan sulitnya berkomunikasi kepada tim.

Kami belajar untuk tetap semangat dan tidak menyerah, seberapapun sulitnya tantangan yang kami hadapi bisa kami bagikan di kelas product manager.

Ya, product manager juga perlu didengarkan.

Selain jadi pendengar yang baik untuk anggota tim, product manager juga harus bisa menjadi pendengar keluh kesah para product manager lainnya.

Renungan menjelang Showcase

Memang dari awal kami sudah diberitahu bahwa akan ada sesi terakhir di mana seluruh tim akan memamerkan produknya di depan para master dan mentor.

Tapi ada satu hal yang tiba tiba diumumkan dan berada di luar dugaan kami. Showcase kali ini akan dihadiri oleh para partner Binar.

Hmmm, menarik tapi bikin jantung deg-degan juga karena baru diumumkan 2 minggu sebelum showcase, sementara produk yang sedang kami kembangkan masih jauh dari kata rampung.

Walaupun sudah ada beberapa fitur yang dihilangkan dari produk kami, tapi masih saja kami merasa kesulitan untuk mengejar tenggat waktu yang diberikan untuk menyelesaikan produk kami setidaknya mencapai tahap di mana fitur utama bisa digunakan pengguna.

Panik bukan kepalang, tapi saya tetap harus tenang dan menjaga agar produk yang kami buat tetap terkontrol dan terjaga kualitasnya. Bukan berarti saya bisa membiarkan produk asal jadi tapi tidak mengutamakan kualitas.

Baik dari sisi developer, desain, maupun QA tetap saya perhatikan perkembangan dari pengerjaan masing-masing divisi. Saya tidak menerapkan sistem micro-management di mana saya harus mengontrol hampir setiap rinci dari produk, tetapi cukup memperhatikan perkembangan produk dari laporan stand-up meeting harian ataupun sesekali menghubungi lead dari masing masing divisi.

Rasanya semua serba dikejar-kerja, waktu tidur yang mulai berkurang di satu minggu terakhir untuk menyicil pengerjaan presentasi dan tetap mengawasi pengembangan produk.

Prinsip saya adalah semua harus dipersiapkan dari awal agar tidak panik menjelang tenggat waktu presentasi. Tapi kenyataan di lapangan berbeda, saya sendiri mencari alasan untuk menunda berbagai macam hal seperti testing aplikasi ataupun menyusun dokumentasi.

Dokumentasi yang harusnya disusun sejak awal tetapi baru mulai saya lengkapi di hari-hari terakhir, berat sih, tapi itu adalah salah satu tanggung jawab dari product manager.

Persiapan Showcase

One day before Showcase

Showcase yang tinggal menghitung hari mungkin adalah suatu keajaiban tersendiri bagi saya, karena para anggota divis menjadi semakin kompak dan akrab.

Pemandangan yang sedikit aneh bagi saya, kenapa di saat-saat terakhir baru seperti ini, kenapa tidak dari awal juga sudah kompak dan akrab.

Hubungan antar divisi rasanya semakin lancar dan sudah sepenuhnya siap untuk pamer produk di sesi Showcase.

Perkembangan produk yang sudah memasuki tahap akhir membuat kami pede walaupun sebenarnya ada beberapa fitur yang tidak sempat dibuat karena tenggat waktu yang mepet.

Rasanya semua sudah siap, semua fitur inti sudah siap dijalankan dan digunakan oleh pengguna, serta sistem untuk melakukan manajemen konten pun sudah sangat siap.

Baik dari sisi Quality Assurance pun sudah memastikan produk kami berjalan dengan lancar dan setidaknya dengan bug sesedikit mungkin karena kami tahu hampir tidak mungkin kami bisa membuat produk yang sempurna dan bebas dari bug di fase awal ini.

Presentasi yang masih dalam bentuk kasar yang kami garap dipresentasikan di depan para master untuk diberikan tanggapan apa yang perlu ditambahkan atau diperbaiki dari presentasi yang kami buat. Untungya masih dalam bentuk latihan karena kami semua belum siap untuk mempresentasikan apa yang sudah kami kerjakan selama di Binar.

Pada saat mengerjakan presentasi untuk Showcase dan sudah dibekali dengan masukan dari para master, kami menjadi semakin lebih akrab karena baru pertama kalinya anggota tim yang aktif semuanya berkumpul di satu tempat hanya untuk menyelesaikan presentasi dan melakukan latihan presentasi bersama-sama.

Showcase — Pameran Produk

Showcase Day. Photo credit: Luthfikh

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, walaupun jam masih menunjukan pukul sembilan pagi, tetapi seluruh tim sudah berkumpul di tempat yang mana akan kami gunakan untuk memamerkan produk yang sudah kami kerjakan selama 2,5 bulan ini.

Saya beserta product manager dari tim lain sedikit sibuk mempersiapkan materi yang akan kami presentasikan karena semuanya dikumpulkan di satu laptop. Bahkan wajah cemas dari kami, para product manager pun tidak bisa kami tutupi. Terlihat panik dan gugup walaupun sebenarnya tugas kami bersama anggota tim hanyalah memamerkan apa yang sudah kami kerjakan selama ini.

Tapi tetap saja rasanya sulit.

Bukan saya saja yang gugup di dalam ruangan Showcase karena bahkan beberapa master mengakui mereka juga gugup. Ini kali pertamanya Binar mengadakan Showcase yang melibatkan para partner Binar untuk melihat produk hasil dari kerja keras para siswa-siswa Binar sendiri.

Ruangan dengan temperatur yang entah sengaja atau tidak terasa lebih dingin dari ruangan dengan pendingin lainnya. Beberapa dari kami bahkan mengenakan jaket atau keluar masuk ruangan untuk menetralkan suhu tubuh.

Saya yakin sekali udara dingin ini bukan karena rasa gugup saya, melainkan murni dari pendingin ruangan.

Sembari menunggu giliran maju dari kelompok lain, saya sempat beberapa kali memastikan aplikasi, website, ataupun slide sudah benar benar siap tanpa ada masalah untuk dipresentasikan.

Saya juga berusaha menghapal kata-kata untuk bagian says sendiri karena saat Showcase masing-masing dari kami dituntut untuk bergantian mempresentasikan apa saja yang sudah kami kerjakan.

Kalau tanpa persiapan, mungkin kami sudah kebakaran jenggot dan panik bukan kepalang. Untungnya sehari sebelumnya kami sudah latihan.

Ketika giliran kami tiba, presentasi dibuka oleh saya sebagai product manager dan menjelaskan secara padat mengenai produk yang kami kerjakan.

Presentasi berjalan cukup lancar karena diluar dugaan, kami bisa memiliki waktu lebih untuk sempat melakukan demo aplikasi, website, dan CMS yang awalnya tidak kami rencanakan akan didemokan karena dugaan kami waktu yang tidak akan cukup.

Yap, semua terjadi di luar dugaan.

Kami semua merasa lega dan tenang setelah melakukan presentasi, wajah wajah sumringah dari para siswa Binar sudah terlihat ketika keluar meinggalkan ruangan.

Suasana menjadi ruangan berubah drastis dari semula yang tegang menjadi lenggang setelah presentasi.

Tampak masing-masing dari kami sibuk menikmati camilan yang sudah disiapkan dan bertegur sapa dengan teman-teman dari tim lain.

Sungguh lega rasanya.

Sesi Ummi bersama Mbak Ala

Taken from Mbak Ala’s Facebook

Rangkaian acara yang sebenarnya tidak ada dalam daftar acara adalah sesi Ummi yang mana Mbak Ala mengajak para siswa Binar duduk lesehan bersama dan saling berbagi keluh kesah selama mengikuti Binar.

Sesi yang dibawa dengan cukup santai membuat kami duduk terhenyuh mendengarkan cerita dari teman-teman di Binar serta kagum dengan cara Mbak Ala menanggapi keluh kesah kami.

Alamanda Shantika — Founder of Binar Academy

Saya sendiri tidak sempat mengajukan pertanyaan karena minat dari teman-teman lain untuk bertanya sangat besar yang membuat kami harus bergantian untuk saling bertanya.

Ya, mungkin lain kali bisa pakai moderator kali ya.

Secara keserluruhan acara, rasanya semua tambah lengkap dengan adanya Sesi Ummi yang berlangsung lumayan lama sekitar 2 jam.

Banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari Sesi Ummi yang salah satunya adalah manajemen emosi, mungkin bisa berguna buat orang dengan emosi yang masih labil seperti saya ini.

Graduation — Lulus dan Jadi Alumni

Graduation Binar Academy Batch 6. Photo credit: Luthfikh

Rasanya cepat sekali perjalanan kami di Binar Academy yang berlangsung selama 2,5 bulan ini.

Konflik ataupun perdebatan yang terjadi di dalam tim rasanya baru saja terjadi kemarin.

Wajah-wajah kami tidak lagi tegang seperti pada saat Showcase, tapi sebaliknya. Ceria dan penuh canda tawa satu sama lain.

Bagi saya sendiri, sangat banyak pelajaran yang bisa diambil selama 2,5 bulan yang bahkan tidak diajarkan di dalam kelas sekalipun.

Saya yakin, setelah lulus dari Binar akan banyak tantangan baru yang bisa saya hadapi dibekali ilmu yang sudah diberikan oleh para master dan mentor di Binar Academy.

“Don’t give to get back, give to inspire others to give and your love become a giant snowball. Abundance and wealth comes in many forms.” — Alamanda Shantika

Terima kasih untuk semuanya yang telah berbagi di Binar Academy Batch 6.

Terima kasih spesial dari saya untuk teman-teman dari Tim E yang sudah berjuang bersama dari awal hingga akhir Binar Academy Batch 6. Salute!

Binar Academy Batch 6 — Team E

Yogyakarta, 29 April 2018.

--

--

Arzy M
Binar Academy

Trying to learn Project and Product Management