Bea Cukai Viral, Menkeu Turun Tangan

Kurnia Siti Mahaniyah
Binokular
Published in
7 min readMay 3, 2024
Ilustrator: Aan K. Riyadi

Pelayanan Bea Cukai sedang menjadi sorotan. Berbagai kasus berkaitan dengan layanan Bea Cukai viral di media sosial dan menjadi bahasan media massa. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya turun tangan mendatangi Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta pada Sabtu (27/4) malam untuk menggelar rapat koordinasi. Hal itu dilakukan setelah terdapat tiga kasus Bea Cukai yang viral. Lewat platform TikTok dan X atau Twitter, warganet mengunggah pengalaman tidak menyenangkan ketika harus berurusan dengan Ditjen Bea Cukai.

Berikut adalah tiga daftar kasus Bea Cukai yang menjadi viral di media sosial:

1. Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sebuah akun TikTok dengan nama pengguna @radhikaalthaf awalnya mengunggah sebuah video pada Minggu, 21 April 2024. Dalam keteranganya, ia mengeluhkan terkait besaran bea masuk yang ditagihkan pihak Bea Cukai.

Gambar 1. Akun @radhikaalthaf mengeluhkan besaran bea masuk yang ditagih Bea Cukai (Sumber: TikTok)

Menkeu mengklaim kasus ini muncul karena ada ketidaksesuaian nilai sepatu yang dikirim dari luar negeri. Menurut keterangan yang didapatnya dari Bea Cukai Soetta, nilai sepatu yang dikirimkan perusahaan jasa titipan DHL lebih rendah dari harga aslinya.

“Bea Cukai melakukan koreksi untuk penghitungan bea masuknya. Ini mengakibatkan pembayaran denda dan itu dilakukan oleh perusahaan DHL. Jadi, (denda) bukan (dibayar) oleh Radhika Althaf. Saat ini, masalah ini sudah selesai, sepatu tersebut telah diterima oleh penerima barang dan kewajiban kepabeanan telah diselesaikan,” ungkap Sri Mulyani melalui Instagram pribadinya (27/4)

2. Alat Belajar SLB

Kasus alat belajar SLB diawali ketika seorang pengguna media sosial X @ijalzaid pada 24 April 2024 mengeluhkan barang bantuan berupa alat pembelajaran tunanetra dari Korea Selatan belum bisa keluar dari Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) sejak tahun 2022.

Ia bahkan diminta membayar biaya penyimpanan barang senilai Rp361 juta serta biaya Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) seharga Rp116 juta.

Gambar 2. Akun @ijalzaid mengeluhkan alat pembelajaran tunanetra dari Korea Selatan belum bisa keluar dari Bea Cukai sejak 2022 (Sumber: Media Sosial X)

Yustinus Prastowo, staf khusus Menteri Keuangan menjelaskan, kasus hibah alat belajar untuk SLB itu sudah diberikan pembebasan setelah dibantu pengurusan dokumen.

Sri Mulyani mengatakan, barang itu dikenakan tagihan ratusan juta karena sebelumnya diberitahukan sebagai barang kiriman oleh PJT pada 18 Desember 2022. Kemudian proses pengurusan disebut tidak dilanjutkan sehingga barang itu ditetapkan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD).

“Belakangan (di medsos Twitter/X) baru diketahui bahwa ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah sehingga Bea Cukai akan membantu dengan mekanisme fasilitas pembebasan fiskal atas nama dinas pendidikan terkait,” jelas Sri Mulyani melalui Instagram (27/4)

3. Mainan Megatron Tertahan

Seorang konten creator pemiliki akun @medyrenaldy_ melalui media sosial Twitter atau X pada 26 April 2024 mengeluhkan mainan Megatron miliknya sempat tertahan di Bea Cukai.

Medy Renaldy menjelaskan, Megatron kiriman Robosen itu seharusnya sudah ada di tangannya pada tanggal 25 April 2024. Namun demikian, ia justru diminta membayar sebesar $ 1.699 dari harga barang senilai $899. Kemudian, Setelah viral di media sosial, Medy Renaldy akhirnya mendapatkan barangnya. Akan tetapi, Megatron tersebut justru diterima dalam kondisi rusak.

Gambar 3. Akun @medyrenaldy mengeluhkan mainan Megatron miliknya sempat tertahan di Bea Cukai (Sumber: Media Sosial X)

Menanggapi kasus ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya merespons melalui akun Instagram pribadi. Menurutnya, “ditemukan indikasi bahwa harga yang diberitahukan oleh perusahaan jasa titipan (PJT) lebih rendah dari yang sebenarnya (under invoicing),”.

Momentum Pembenahan

Munculnya keluhan-keluhan dari masyarakat yang sampai menjadi viral di media sosial tentu harus dijadikan momen pembenahan bagi Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Menurut Analis Senior Indonesia Stategic and Economics Action Institutions Ronny P Sasmita, Kemenkeu harus mendalami sebab-sebab terjadinya kelalaian semacam itu. Harus diidentifikasi akar persoalan kesalahan dalam menginput nilai pengenaan Bea Cukai yang kurang tepat atau terlalu berlebihan. Apakah dalam hal ini terjadi karena human error, kesengajaan, atau karena memang aparat bea cukai yang kerja secara asal-asalan.

Bagaimanapun, Bea Cukai adalah salah satu ujung tombak Indonesia dalam hal perdagangan dan pergerakan barang lintas batas. Ketidakberesan pelayanan Bea Cukai bisa berimbas kepada ekonomi dari sisi perdagangan. Layanan Bea Cukai yang buruk, dikhawatirkan bisa menjadi salah satu sebab memburuknya eksposur perdagangan internasional atau ekspor-impor Indonesia.

Sementara, Research Manager Center for Indonesia taxation Analysis Fajry Akbar berpendapat pekerjaan utama Kemenkeu adalah membangun kembali kepercayaan publik. Menurut dia, ini pekerjaan yang berat, butuh komitmen mendalam. Kendati Kemenkeu sebenarnya punya pengalaman dalam mengembalikan kepercayaan publik, yakni mengembalikan kepercayaan publik pada otoritas pajak pasca-kasus gayus tambunan.

Kedua, Kemenkeu juga perlu melakukan pengawasan internal. Kasus AP dan ED malah diketahui lebih dahulu oleh publik. Jangan sampai publik tahu lebih dahulu dibandingkan pengawasan internal.

Ketiga, dari regulasi dan administrasi, sekiranya DJBC perlu melakukan benchmarking untuk menetapkan best practice kebijakan BC. Jadi, DJBC dapat mencontoh praktik di negara lain terkait administrasi dan regulasi kepabeanan. Terutama, regulasi dan administrasi terkait penumpang, barang bawaan misalnya.

Banyaknya kasus viral yang berkaitan dengan Bea Cukai membuat media massa ramai memberitakan hal tersebut. Topik ini juga menjadi pembahasan yang hangat di media sosial.

Ramainya Pemberitaan di Media

Kasus viral Bea Cukai menjadi bahasan media massa. Menggunakan mesin big data Newstensity milik PT Nestara Teknologi Teradata, Jangkara memantau pemberitaan kasus viral tersebut pada periode 21–30 April 2024. Pemilihan periode yang dimulai 21 April mengikuti munculnya kasus viral pertama di TikTok yakni mengenai sepatu harga Rp10 juta yang dikenai bea masuk Rp31 juta.

Grafik 1. Linimasa Pemberitaan Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Newstensity)

Kata kunci yang digunakan dalam pantauan media massa adalah “Bea Cukai”, terdapat 3.321 berita. Adapun puncak keramaian berita terjadi pada 29 April 2024, dipicu pemberitaan mengenai pihak Bea Cukai yang membantah hanya ambil tindakan setelah kasus menjadi viral.

Grafik 2. Sentimen Pemberitaan Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Newstensity)

Pemberitaan tentang kasus viral Bea Cukai didominasi oleh sentimen positif sebesar 50%, negatif 42% dan netral sekitar 7%. Sentimen positif banyak membahas tentang Menteri Keuangan Sri Mulyani yang turun langsung menuntaskan 3 kasus viral di media sosial yang berkaitan dengan Bea Cukai dan pihak Bea Cukai akhirnya menyerahkan alat bantu SLB ke pihak sekolah yang tertahan sejak 2022. Sementara, sentimen negatif didominasi oleh pemberitaan keluhan masyarakat atas pelayanan yang tidak menyenangkan serta himbauan agar Bea Cukai dapat berbenah, ada pula berita tentang Bea Cukai yang membantah hanya ambil tindakan setelah kasus menjadi viral.

Grafik 3. Persebaran Media Pemberitaan Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Newstensity)

Detik.com menjadi media massa paling banyak menerbitkan berita tentang kasus viral yang melibatkan Bea Cukai, jumlahnya mencapai 95. Disusul oleh kompas.com dengan 61 berita dan antaranews.com sekitar 47 berita diterbitkan. Ramainya pemberitaan dimuat oleh media nasional sebanyak 1.795 dan daerah 1.515.

Percakapan di Media Sosial ‘X’

Tiga kasus viral di media sosial yang berkaitan dengan Bea Cukai mendapat atensi warganet di platform X. Jangkara memantau keramaian tersebut melalui mesin big data Socindex milik PT Nestara Teknologi Teradata, dengan kata kunci “Bea Cukai” pada periode 21–30 April 2024.

Grafik 4. Statistik Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Socindex)

Selama periode pemantauan, perbincangan tentang kasus viral yang melibatkan Bea Cukai telah mendapatkan total engagement sebanyak 641.631 dengan pembicaraan mencapai 17.550 talk, perolehan applause mencapai 487.347 likes, dan jumlah audiens yang tidak sedikit, yaitu 2,7 juta audience. Buzz reach isu kasus viral Bea Cukai berpotensi untuk lewat di linimasa 144,3 juta di media sosial X.

Grafik 5. Linimasa Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Socindex)

Berbeda dengan media massa, puncak perbincangan di media sosial perihal kasus viral Bea Cukai justru terjadi pada tanggal 27 April 2024. Hal ini dipicu oleh kekesalan warganet terhadap banyaknya kasus viral dan pelayanan Bea Cukai yang dinilai tidak menyenangkan masyarakat. Jumlah interaksi pada media sosial X mencapai 3.163 percakapan dengan 161.057 likes dan virality sekitar 30 ribu.

Grafik 6. Sentimen Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Socindex)

Di media sosial, sentimen negatif mendominasi. Sentimen negatif ini didorong oleh cuitan warganet kesal terhadap pihak Bea Cukai yang tidak memberikan pelayanan dengan baik ke masyarakat, ada pula kritik tentang kinerja petugas Bea Cukai yang harus dibenahi.

Grafik 6. Bot Scroe Kasus Viral Bea Cukai Periode 21–30 April 2024 (Sumber: Socindex)

Menurut penilaian bot score milik Socindex, aktivitas di media sosial X terkait kasus viral Bea Cukai terjadi secara organik. Grafik unggahan akun asli atau human lebih banyak dari akun terindikasi cyborg dan robot. Hal ini mengisyaratkan keluhan-keluhan masyarakat terhadap pelayanan Bea Cukai di platform X nyata adanya.

Epilog

Banyaknya keluhan atas pelayanan kurang menyenangkan dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai patut menjadi catatan. Kementerian Keuangan yang menaungi Bea Cukai diharapkan dapat mendalami sebab-sebab terjadinya kasus semacam ini. Pengawasan kinerja harus diperbaiki, standar etika juga ditingkatkan, dan partisipasi publik dalam mengawasi kinerja Bea Cukai harus dipermudah. Dengan demikian Bea Cukai tidak perlu menunggu viral di media sosial terlebih dahulu untuk mendapatkan feedback.

--

--