Bergembiralah Pekerja Jogja, Kita Dapat Bantuan Rp 600 Ribu

Indra Buwana
Binokular
Published in
5 min readAug 7, 2020

Pandemi Covid-19 memang buruk. Kita diperlihatkan kegagapan pemerintah pada awal penanganan pandemi ini hingga drama obat Covid-19 yang katanya Anji dan Hadi Pranoto manjur itu.

Namun, pandemi Covid-19 ini tidak semuanya buruk. Ada juga hal baiknya. Seperti pemerintah yang merencanakan memberikan bantuan sebesar Rp 600 ribu bagi pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Apa tidak menyenangkan?

Penyaluran bantuan ini adalah bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program besutan Kementerian Keuangan pimpinan Sri Mulyani ini berupaya menggenjot pemulihan perekonomian yang sempat berjalan lambat karena pandemi Covid-19. Apesnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua 2020 malah terjun hingga minus 5,32%. Hal ini makin meningkatkan urgensi pemerintah untuk segera memulihkan perkonomian nasional.

Subsidi ini disalurkan kepada para pekerja karena perannya sebagai konsumen. Mengapa demikian? Karena salah satu pilar ekonomi Indonesia adalah kegiatan konsumsi. Niatnya, bantuan disalurkan untuk meningkatkan daya beli sehinigga mampu menggenjot konsumsi. Hal ini sekaligus bertujuan untuk mempercepat penyerapan anggaran PEN yang memiliki total anggaran sebesar Rp 695,2 triliun.

Eits, tentu ada syaratnya. Pertama, bantuan ini diperuntukkan kepada pekerja swasta. Jadi bagi PNS atau pegawai BUMN harap sabar terlebih dahulu.

Kemudian calon penerima bantuan harus terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Persyaratan ini diberikan karena program penyaluran bantuan ini berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendata calon penerima bantuan.

Calon penerima bantuan diharuskan memiliki status sebagai pekerja dengan keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan aktif. Serta, memiliki tarif iuran BPJS Ketenagakerjaan di bawah Rp 150.000 per bulan. Jumlah iuran tersebut adalah iuran bagi anggota BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan. Dari syarat tersebut, terhitung sudah ada 13,8 juta pekerja yang telah terdaftar untuk program tersebut.

Kemudian syarat terakhir, penerima bantuan harus masih bekerja atau belum di-PHK. Mohon bersabar bagi yang terkena PHK. Sekali lagi ini ujian.

Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan bantuan ini rencananya baru akan dicairkan September 2020. Pencairan akan dilakukan selama 4 bulan. Sedangkan metode pencairannya akan dilakukan per dua bulan sehingga nantinya akan ada dua kali pencairan.

Bantuan akan langsung disalurkan melalui rekening masing-masing penerima. Sehingga tidak perlu mengantre untuk mengambil bantuan. Lagi pula, hal ini juga bertujuan untuk meminimalisasi penyelewengan dana bantuan.

Kritik

Penyaluran bantuan ini bukannya tanpa kritikan. Salah satu masalahnya karena bantuan ini tidak menjangkau pekerja yang terkena PHK. Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengkritisi hal ini. Ia juga mengingatkan naiknya iuran BPJS, tarif listrik, dan lainnya yang menurunkan daya beli masyarakat.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad malah menyebutkan penyaluran bantuan ini dapat menyebabkan masalah baru. Ia menyoroti ketidakadilan penyaluran karena tidak semua mendapatkan bantuan. Ia juga menggarisbawahi banyaknya pekerja informal dan pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta yang sebenarnya adalah kelas menengah. Ia mengatakan pemberian bantuan kepada kelas menengah dapat berujung pada melebarnya kesenjangan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menekankan agar penyaluran bantuan tidak diskriminatif. Pada dasarnya Said Iqbal mendukung penyaluran bantuan tersebut. Ia juga meminta agar pekerja yang bergaji di bawah 5 juta, tapi tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, juga menerima bantuan.

Sentimen Pemberitaan

Kami menggunakan mesin Newstensity untuk memantau pemberitaan mengenai topik bantuan bagi pekerja di bawah 5 juta ini. Keyword yang kami gunakan untuk memilah berita adalah “bantuan”, “subsidi”, “5 juta”, “5.000.000”, “600 ribu”, “600.000”. Sedangkan jangka waktu penelusuran berita dimulai tanggal 6 Agustus 2020 hingga 7 Agustus 2020 pada pukul 12.00 karena pemberitaan topik ini masih muncul. Pemantauan dilakukan terhadap media daring, media cetak, dan televisi dalam lingkup nasional.

Hasil pemantauan sistem kami untuk media daring menunjukkan bahwa sentimen positif jauh mendominasi jumlah pemberitaan dengan 92% (701 artikel) dibanding sentimen negatif 7% (57 artikel) dan netral 0% (5 artikel). Dominasi sentimen positif karena program subsidi ini bersifat memberi bantuan bagi para pekerja yang membuatnya memiliki konotasi positif. Selain itu, ada banyak pihak yang memberikan dukungan terhadap program tersebut. Sedangkan sentimen negatif muncul dari kritik dan keraguan yang diungkapkan terhadap program ini.

Sentimen di media cetak menunjukkan tren yang sama seperti media daring. Dengan perbandingan 89% (65 artikel) untuk sentimen positif, 11 persen (8 artikel) sentimen negatif, dan tanpa adanya sentimen netral. Konten pemberitaan juga mirip media daring. Sentimen positif muncul dari program bantuan itu sendiri dan adanya dukungan. Sedangkan sentimen negatif karena adanya kritikan.

Sedangkan untuk media TV, seluruhnya mendapat sentimen positif dengan konten berita yang sama seperti berita di media daring dan cetak.

Melihat data ontologinya, ditemukan bahwa entitas orang yang paling banyak muncul di pemberitaan adalah para pejabat negara. Untuk entitas organisasi, kementerian yang berkaitan dengan para pejabat juga ikut muncul. BPS muncul sebagai pihak yang mengumumkan kondisi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua 2020 dan datanya digunakan sebagai rujukan. Sedangkan BPJS muncul karena program penyaluran tersebut bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk penyediaan data dan pemenuhan persyaratan.

Bagaimana dengan Pekerja Jogja?

Saya jadi ingin membawa topik ini ke dalam konteks daerah tempat saya bekerja yaitu Jogja. Mengapa demikian? Coba kita tengok UMP Jogja tahun 2020 yang jika dibicarakan bakal tidak ada habisnya itu. Standar upah paling tinggi adalah Kota Yogyakarta dengan Rp 2.004.000 dan paling rendah adalah Rp 1.705.000 di Gunungkidul. Menengok standar upah tersebut, bantuan sebesar Rp 600 ribu adalah jumlah yang cukup melegakan.

Melihat syarat-syarat yang diberikan, bukankah seluruh pekerja di Jogja yang bergaji UMK sudah seharusnya mendapat bantuan ini?

Tapi tidak semudah itu. Masalah utamanya terletak pada syarat keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan. Para pekerja Jogja yang memenuhi syarat dan sudah didaftarkan oleh perusahaannya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan boleh saja bergembira.

Namun, jika masih ada perusahaan nakal yang tidak mendaftarkan karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan, sudah pasti karyawan tersebut tidak akan mendapat bantuan. Dosamu berlipat wahai pemilik modal nakal.

Lagipula masih hangat di ingatan kita bahwa pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab banyaknya pekerja yang terkena PHK. Apalagi bagi pelaku industri pariwisata Jogja yang mengencangkan ikat pinggang karena terjunnya jumlah wisatawan. Belum lagi para pekerja sektor informal yang enggan mendaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Maka dari itu, alangkah baiknya jika pekerja yang mendapat bantuan tidak perlu bergembira berlebihan. Masih ada pekerja yang tidak mendapat bantuan. Tapi boleh juga jika ingin mentraktir temannya. Kan sama saja turut menggenjot konsumsi.

--

--