BLT Minyak Goreng: Setelah Beragam Kebijakan Tak Mampu Meredam Harga

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular
Published in
7 min readApr 5, 2022

Pada Jumat, 1 April 2022, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada keluarga penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan gorengan.

Bantuan akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar BPNT dan PKH serta 2,5 juta PKL gorengan. Besarnya BLT sebesar Rp100.000 per bulan. Pemerintah akan memberikannya langsung untuk tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2022, yang dibayarkan di muka atau pada bulan April.

“Saya minta Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, TNI, dan Polri berkoordinasi agar penyaluran bantuan ini berjalan baik dan lancar,” ujar Presiden Jokowi.

Pemerintah menyiapkan dana hingga Rp6,9 triliun yang terdiri dari Rp6,15 triliun untuk keluarga penerima manfaat (KPM) dan Rp75 miliar untuk PKL. Untuk BLT minyak goreng ke KPM, dananya berasal dari Kementerian Sosial. Sementara untuk PKL, dananya berasal dari cadangan bendahara umum negara, dan kuasa pemegang anggarannya adalah TNI/Polri.

“Ini akan masuk ke dalam tentunya fleksibilitas dari APBN,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

Keputusan itu diambil setelah harga minyak goreng tak kunjung turun meski berbagai kebijakan mulai dari domestic market obligation (DMO), harga eceran tertinggi (HET), dan lainnya tak kunjung membuahkan hasil.

Dalam sebulan terakhir, harga minyak goreng bahkan melonjak lebih tinggi. Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng curah sebesar Rp18.400 per liter atau naik 16,46% dibandingkan harga per 1 Maret sebesar Rp15.800. Minyak goreng sederhana naik 40,85% atau dari Rp16.400 pada 1 Maret menjadi Rp23.100 per 1 April. Minyak goreng kemasan premium mengalami lonjakan harga tertinggi hingga 50% dari Rp17.200 menjadi Rp25.800 per liter.

Pemicu Lonjakan Harga Minyak Goreng

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan menyebut, ada tiga faktor penyebab kenaikan harga minyak goreng. Pertama, turunnya produksi. CPO dari negara-negara produsen utama seperti Indonesia, Malaysia, dan Kanada.

Kedua, krisis energi di beberapa negara seperti China, India dan beberapa negara di Eropa. Ketiga, produsen minyak goreng di Indonesia kebanyakan belum terafiliasi dengan kebun sawit penghasil CPO, sehingga tergantung pada harga CPO global. Entitas produksi minyak goreng di Indonesia mencapai 435 entitas di mana sebagian besar belum terintegrasi dengan kebun sawit.

Kenaikan harga minyak goreng beriringan dengan kenaikan harga CPO global. Mengutip Tradingeconomics, harga CPO berjangka pada 17 Maret 2022 melandai ke level 5.924 Ringgit Malaysia (MYR)/metrik ton (MT) setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di 7.268 MYR/MT pada perdagangan awal Maret 2022.

Sepanjang tahun ini, harga CPO sudah melonjak hingga 38%. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan merupakan faktor penyebab lonjakan harga. Perang di Ukraina semakin memicu kenaikan harga CPO. Menurut analis dari James Fry, seperti dilansir dari Reuters, sekitar 60% ekspor minyak bunga matahari Black Sea atau setara dengan 8 juta ton akan tertunda akibat invasi Rusia ke Ukraina. Sebelum invasi, ekspor minyak bunga matahari Black Sea diperkirakan tumbuh di atas 2 juta ton menjadi 13,5 juta ton pada 2021/2022.

Faktor lain yang memicu kenaikan harga adalah penurunan bea impor CPO oleh India dari 7,5% menjadi 5%. Hal itu dikhawatirkan akan memicu kenaikan permintaan CPO.

Bongkar Pasang Kebijakan

Menghadapi harga minyak yang terus melonjak, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan.

Pada 10 Desember 2021, pemerintah mencabut kebijakan kewajiban minyak goreng dalam kemasan yang sedianya akan berlaku mulai 1 Januari 2022, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Dalam Kemasan. Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha harus memperdagangkan minyak goreng dalam kemasan dan melarang peredaran minyak goreng curah. Tujuan aturan ini adalah untuk untuk perlindungan konsumen yakni demi tujuan kesehatan.

Pada 18 Januari 2022, pemerintah menetapkan kebijakan minyak goreng satu harga mulai 19 Januari 2022 pukul 00.01. Melalui kebijakan ini, seluruh minyak goreng baik kemasan premium maupun sederhana akan dijual setara dengan Rp14.000 per liter untuk kebutuhan rumah tangga dan UMKM.

Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyiapkan dana Rp7,6 triliun untuk membiayai penyediaan minyak goreng bagi masyarakat sebesar 250 juta liter per bulan atan 1,5 liter selama enam bulan.

Pada 27 Januari 2022, Kemendag menerapkan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) serta HET. Tujuannya untuk menjaga dan memenuhi ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau. Seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20% dari volume ekspor masing-masing.

Berdasarkan Permendag No 6 Tahun 2022, HET minyak goreng ditetapkan minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.

Kebijakan ini langsung memicu kelangkaan minyak goreng di peritel modern. Ini karena sesuai Permendag №6 tahun 2022, pasal 6 menetapkan sanksi pada penjual yang menjual di atas HET.

Di tengah kelangkaan pasokan minyak goreng, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan bahwa HET tidak akan dicabut. Mendag melihat pasokan minya goreng cukup sehingga masyarakat mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau. Mendag pun menyatakan stok berlimpah dan melebihi kebutuhan nasional. Per 8 Maret 2022, tersedia 415.787 ton minyak goreng dari skema DMO yang didistribusikan ke pasar. Volume ini setara dengan 72,4% dari total DMO yang terkumpul sejak 14 Februari 2022. Mendag juga berencana menaikkan DMO dari 20% menjadi 30%.

Pada 17 Maret 2022, Mendag mencabut aturan DMO bahan baku minyak goreng dan DPO, setelah HET tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya dikeluarkan aturan intensifikasi pungutan ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK) bagi eksportir bahan baku.

Harga minyak goreng curah ditetapkan Rp14.000 per liter, dan akan mendapatkan subsidi. Sementara minyak goreng kemasan sederhana dan premium, harganya akan diserahkan kepada mekanisme pasar.

Pungutan ekspor CPO akan menggunakan tarif progresif. Tarif pungutan ekspor CPO yang tadinya US$375 per ton, ditambah US$200 menjadi US$575 per ton atau berarti naik 53%. Pemerintah juga menerapkan tarif progresif. Jika harga CPO naik setiap US$50, pungutan ekspor akan ditambah US$20 per ton.

Dana hasil pungutan ekspor sawit itu selanjutnya akan digunakan BPDPKS untuk mensubsidi minyak goreng curah dan biodiesel. Dengan pencabutan DMO, perusahaan sawit atau minyak goreng tak perlu lagi mengajukan persetujuan ekspor ke Kemendag, tapi hanya membayar pungutan ekspor.

Setelah HET dicabut, minyak goreng yang sempat menghilang tiba-tiba dengan mudah ditemukan. Rak-rak peritel yang sempat kosong, langsung terisi penuh. Hanya saja, harganya sangat mahal. Mendag bahkan mengaku kaget melihat minyak goreng kembali berlimpah saat mengunjungi peritel modern. Dengan harga yang tak kunjung turun di tengah suplai yang berlimpah, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberikan BLT minyak goreng.

Pemberitaan Masif

Pemberitaan tentang minyak goreng tak pernah absen di media massa dalam beberapa bulan terakhir. Khusus untuk sepekan terakhir, pemberitaan kembali marak setelah Presiden Jokowi mengumumkan pemberian BLT minyak goreng.

Berdasarkan pantauan alat big data Newstensity milik PT Nestara Teknologi Teradata, sepanjang 30 Maret hingga 3 April 2022, terdapat 714 berita dengan kata kunci “BLT Minyak Goreng” dan “BLT Migor”.

Pemberitaan muncul pertama kali pada tanggal 30 Maret 2022 saat Kemendag memberi sinyal pemerintah akan mengelontorkan BLT minyak goreng. Pemberitaan mulai menanjak pada tanggal 1 April 2022 saat Presiden Joko Widodo mengumumkan pemberitan BLT minyak goreng mulai April. Puncak pemberitaan ini terjadi pada tanggal 2 April 2022 mencapai 342 berita dalam sehari.

Grafik 1. Linimasa Pemberitaan tentang BLT Minyak Goreng (Sumber: Newstensity)

Pemberitaan didominasi pemberitaan positif mencapai 89% atau 632 berita. Pemberitaan positif terutama berkaitan dengan apresiasi atas BLT yang dianggap dapat meringankan beban masyarakat di tengah ekonomi yang sedang dalam pemulihan. Pemberian BLT juga dianggap lebih tepat ketimbang memberikan subsidi minyak goreng curah yang rawan bocor.

Terdapat 8% atau 59 berita dengan sentimen negatif, yang mayoritas merupakan kritik atas pemberian BLT saat pemerintah dianggap kalah melawan mafia. Kritikan juga berkaitan dengan BLT yang dianggap sebagai angin segar sementara. Kebijakan ini dianggap tidak dapat menjawab pangkal masalah.

Grafik 2. Sentiment Pemberitaan (Sumber: Newstensity)

Grafik 3. Analisis Word Cloud (Sumber: Newstensity)

Dari analisis word cloud pemberitaan, “blt”, “minyak”, dan “goreng”, muncul sebagai kata yang paling sering muncul. Keyword “Jokowi” Presiden Indonesia muncul sebagai aktor individu yang kerap disebut, mewakili Pemerintah dalam penyampaian kebijakan BLT minyak goreng. Selain itu, kata-kata yang merujuk pada menerima bantuan BLT seperti “pkl” dan “pedagang” cukup banyak muncul.

Pemberitaan terkait BLT minyak goreng ini cukup masif dengan sabaran yang hampir merata di seluruh penjuru Tanah Air, meski konsentrasi terbesar masih di Pulau Jawa dan Sumatera.

Grafik 4. Sebaran Berita berdasarkan Provinsi (Sumber: Newstensity)

Masih menggunakan Newstensity untuk pantauan di Twitter, terdapat 4.300 pembicaraan terkait BLT minyak goreng dengan 825 sentimen positif (24%), 462 netral (13%), dan 2.171 negatif (63%). Sementara di Facebook terdapat 54 unggahan dengan 607 total talk yang terdiri dari 67% negatif, 26% netral, dan 7% positif. Di Instagram, terdapat 16 postingan dengan 849 total talk yang terdiri dari 64% negatif, 32% netral, dan 4% positif.

Epilog

Lonjakan harga minyak goreng telah memicu inflasi Maret ke angka 0,66%. Beragam kebijakan yang dirilis pemerintah tetap tak mampu menurunkan harga minyak goreng. Sebuah ironi karena Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia.

Di tengah harga yang belum juga terkendali, pemerintah akhirnya memberikan BLT yang diharapkan bisa membantu meringankan beban masyarakat tidak mampu. Sayangnya, pemerintah tidak merilis langkah-langkah tegas untuk mencegah agar masalah permainan stok dan harga minyak goreng tidak berulang dan menyusahkan rakyat.

--

--

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular

A writer with 22 years of experience as an economic journalist