Drama Bintang Mahaputera untuk Gatot Nurmantyo

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readNov 12, 2020

Pemberian gelar kehormatan oleh seorang presiden kepada tokoh tertentu mafhum dilakukan atas jasa yang telah diberikan kepada negara. Presiden Joko Widodo pun melakukannya. Pada tanggal 11 November, ada 71 tokoh yang akan dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa oleh Presiden Jokowi yang dilaksanakan di Istana Negara. Dari daftar tersebut tercantum beberapa nama menteri, tokoh politik, dan tokoh militer. Tercantum pula nama-nama pahlawan penanggulangan Covid-19 yang gugur dari saat bertugas. Semoga ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya.

Dari daftar itu, ada satu nama yang cukup menarik perhatian, yaitu Gatot Nurmantyo. Gatot Nurmantyo bukan orang sembarangan. Gatot adalah mantan Panglima TNI dengan pangkat jenderal bintang empat. Gatot pun menjadi satu dari 32 tokoh yang menerima Bintang Mahaputera Adipradana, tingkatan kedua tertinggi tepat di bawah Bintang Mahaputera Adipurna.

Apakah pemberian tanda kehormatan ini bisa diartikan sebagai rekognisi pemerintah terhadap jasa-jasa Gatot? Bisa jadi. Wawancara Tirto dengan Muhammad Hairpin bisa menjadi gambaran bagaimana prestasi Gatot ketika menjabat sebagai Panglima TNI. Gatot berjasa memenangi kompetisi menembak yang diikuti anak buahnya, meningkatkan kemampuan personel, dan penguatan alutsista (alat utama sistem senjata). Ada alasan yang cukup untuk membuat Gatot pantas menerima bintang itu. Orang Puan Maharani saja bisa dapat kok.

Yang membuatnya menarik adalah afiliasi politik Gatot sekarang. Gatot menjadi salah satu deklarator dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Ia kini menjabat sebagai salah satu dari tiga Presidium KAMI, selain Rochmat Wahab (Ketua Komite Khittah Nahdlatul Ulama 1926) dan Din Syamsuddin (Ketua Dewan Pertimbangan MUI). KAMI yang dideklarasikan tanggal 18 Agustus 2020 ini sedang berusaha menapakkan jejaknya di percaturan politik nasional dengan berada di kubu oposisi. Jadi, afiliasi politik Gatot kini bisa dikatakan berseberangan dengan pemerintah.

Sebenarnya banyak yang mengira jika Gatot akan terjun ke politik. Bahkan, ia sudah coba-coba berpolitik saat masih menjabat sebagai Panglima TNI. Pasca ia turut turun mendampingi Presiden Jokowi untuk menerima massa Aksi 212, 2 Desember 2016 silam, Gatot seakan mendekatkan diri ke kelompok Islam. Namun, jabatannya yang masih aktif sebagai anggota TNI harus membuatnya menahan diri jika tidak ingin menambah kontroversi. Baru ketika ia pensiun, afiliasi Gatot dengan kelompok Islam jadi terlihat lebih jelas dengan masuknya Gatot ke KAMI yang banyak diisi oleh tokoh-tokoh Islam nasional.

Nah, dengan masuknya Gatot ke KAMI, langkah politik Gatot akan selalu dihubungkan dengan KAMI. Penghargaan dari pemerintah yang diberikan kepada petinggi KAMI bisa berdampak pada arah politik KAMI ke depan. KAMI berpotensi kehilangan idealismenya untuk berada di pihak oposisi. Lebih pelik lagi ketika kita ingat bahwa ada 8 anggota KAMI yang ditangkap berkaitan dengan polemik UU Cipta Kerja. Gatot bisa-bisa dianggap sebagai orang yang lupa diri dan tidak memiliki jiwa solidaritas pada organisasi jika menerima tanda kehormatan dari Jokowi.

Dengan dasar itulah, pemberian tanda kehormatan kepada Gatot menjadi bermasalah. Jokowi seakan merangkul pihak-pihak oposan dengan tujuan agar tidak terlalu aktif bersuara. Contoh nyatanya adalah Prabowo yang dipinang Jokowi sebagai menteri pertahanan. Padahal, Prabowo dua kali bertarung melawan Jokowi di putaran Pilpres 2014 dan 2019, sekaligus ketua umum partai oposan Gerindra. Seharusnya, tidak ada orang yang lebih pantas menyandang gelar oposisi Jokowi kecuali Prabowo. Namun, Prabowo akhirnya masuk juga ke pemerintahan.

Hal yang sama terjadi juga kepada Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang kerap mengkritik pemerintah. Keduanya menjadi kurang trengginas pasca dianugerahi Bintang Mahaputera Nararya oleh Jokowi. Dengan ini kita bisa melihat bagaimana penganugerahann tanda kehormatan bisa memiliki unsur politis.

Tanggal 11 November tiba dan penyerahan tanda kehormatan dilaksanakan. Namun, Gatot tidak terlihat batang hidungnya. Ia diketahui tidak hadir dalam upacara penyerahan tanda kehormatan itu. Apakah itu artinya Gatot menolak menerima tanda kehormatan dari Presiden?

Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono sempat memberikan keterangan sebelum prosesi penganugerahan. Heru menyatakan bahwa ketidakhadiran Gatot berarti tanda kehormatan yang sudah menjadi haknya akan dikembalikan kepada negara. Artinya Gatot batal menerima Bintang Mahaputera Adipradana.

Menko Polhukam Mahfud M. D. dalam keterangan pers melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden membeberkan bahwa Gatot tidak dapat hadir, tapi menyatakan menerima pemberian bintang jasa tersebut. Sayang sekali Mahfud tidak menyebutkan apakah Bintang Mahaputera Adipradana untuk Gatot bisa dikirimkan ke kediaman Gatot, meskipun Gatot tidak datang dalam prosesi penyerahan.

Mahfud juga membeberkan alasan ketidakhadiran Gatot. Pertama, karena suasana Covid-19. Mahfud menerangkan bahwa karena suasana Covid-19, memang disengaja dipecah menjadi dua kali pemberian. Prosesi pemberian Covid-19 juga mengikuti pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat. Sepertinya saya juga harus mengingatkan bahwa saat deklarasi KAMI 18 Agustus 2020 lalu, di mana Gatot turut serta, protokol kesehatan tidak terlalu dijalankan dengan tertib. Hmm…

Depan tengah dengan peci dan jas hitam (sumber: liputan6.com)

Alasan kedua adalah karena waktunya tidak lazim diberikan di November, dari yang biasanya Agustus. Mahfud menjelaskan bahwa alasannya karena masih musim Covid-19 sehingga dipecah menjadi dua kali, tapi tidak lebih dari tahun 2020. Mahfud menambahkan bahwa pemberian harus rampung tahun 2020 karena tahun berikutnya sudah ada penerima lainnya.

Sikap malu-malu mau Gatot dalam menerima tanda kehormatan ini jelas memicu tanda tanya. Klarifikasi baru muncul keesokan harinya pada tanggal 12 November. Bukan dari Gatot sendiri, tapi dari kolega Gatot di KAMI, Refly Harun. Refly mengaku mendapat alasan ketidakhadiran Gatot via telepon langsung. Pertama, soal kesungkanan karena melihat prajurit TNI yang melawan Covid-19. Kedua, soal waktu yang seharusnya hanya untuk penganugerahan pahlawan saja. Ketiga, yang Refly sebut lebih substantif, karena tugas negara yang diperintahkan Jokowi yang belum diselesaikan oleh Gatot dan ini membuatnya merasa tidak enak. Tugas apa persisnya, Refly hanya mempersilakan menunggu hingga Gatot sendiri yang memberi penjelasan.

Pemantauan Media

Newstensity menangkap berita soal penganugerahan Bintang Mahaputera bagi Gatot Nurmantyo mulai muncul pada tanggal 3 November 2020. Hingga tanggal 12 November 2020 pukul 12.00, terdapat 1.554 berita yang mencatut isu ini. Puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 11 November yang bertepatan dengan tanggal prosesi pemberian tanda kehormatan di Istana Negara di mana Gatot tidak hadir.

Sentimen positif menjadi yang terbanyak di media daring, cetak, dan TV. Dominasi sentimen positif begitu kentara di media daring dengan proporsi 90% atau 1.279 berita, jauh lebih banyak daripada sentimen netral 5% dengan 77 berita dan sentimen negatif 5% dengan 67 berita.

Media cetak memperlihatkan tren yang sama dengan sentimen positif mencakup 94% dengan 83 berita, netral 3% dengan 3 berita, dan negatif 2% dengan 2 berita saja. Untuk TV ada sedikit deviasi presentase. Sentimen positif meraup 83% dengan 34 berita, negatif 10% dengan 4 berita, dan netral 7% dengan 3 berita.

Berita soal penganugerahan Bintang Mahaputera jelas berita bagus. Ini berarti negara masih mengakui adanya individu-individu dengan kapabilitas mumpuni yang berjasa bagi negara. Gatot pun demikian. Meskipun ia tidak jadi datang, media tetap mengulasnya sebagai salah individu spesial itu.

Tetap saja berita negatif muncul dari berita yang mengeksploitasi ketidakhadiran Gatot, terlebih menempatkannya di judul artikel. Contohnya seperti Tagar,id yang merilis artikel “Andai Ambil Bintang Mahaputera Gatot Nurmantyo Bisa Bunuh Diri” yang mengulik dampak negatif jika Gatot menerima Bintang Mahaputera. Rmol.id dengan artikelnya “Gak Etis! Gatot Nurmantyo Terima Bintang Mahaputera Tapi Pentolan KAMI Masih Dipenjara” pun mendapat sentimen negatif karena menghubungkannya dengan kasus penangkapan anggota KAMI.

Drama ini belum berakhir. Keterangan demi keterangan yang muncul bukan dari mulut Gatot sendiri. Padahal hanya Gatot yang memiliki kunci atas alur simpang-siur keperuntukkan Bintang Mahaputera Adipradana baginya. Jadi, kita tunggu saja Gatot Nurmantyo untuk memberikan pernyataan atas sikapnya.

--

--