Fatwa Golput Haram MUI, Masihkah Relevan?
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis menyatakan, hukum haram untuk golongan putih (golput) atau yang tidak memberikan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Status haram golput itu merujuk pada fatwa yang dikeluarkan pada tahun 2009, tepatnya pada saat Sidang Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III tentang Masail Asasiyyah Wathaniyyah (masalah strategis bangsa) yang diselenggarakan pada tanggal 27–29 April 2009 di Padang Panjang, Sumatera Barat.
Ada lima poin fatwa yang tercantum dalam bab menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum tersebut:
1. Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa
2. Memilih pemimpin (nashbu al imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama
3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib
5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram
Cholil mengatakan, masyarakat yang golput sama saja tidak bertanggung jawab terhadap berjalannya pemerintahan dan kehidupan berbangsa. Ia tetap mengimbau masyarakat untuk menentukan pilihannya pada satu dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung pada Pilpres 2024 kelak.
Pro dan Kontra
Dua organisasi Islam besar di Indonesia memberikan pernyataannya atas fatwa haram golput, sebagaimana dikeluarkan MUI. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrurrozi mengatakan PBNU mendukung fatwa tersebut. Adalah sebuah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan nasional. Sikap golput dinilai akan berdampak pada gagalnya pemilihan umum dan merusak tatanan sistem pemerintahan. Dengan demikian, PBNU menilai golput hukumnya haram
Di sisi lain, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menekankan golput tidak perlu difatwakan dengan hukum haram. Ia tetap setuju bahwa golput adalah sikap negatif terhadap proses demokrasi dan pengambilan kebijakan publik. Meskipun demikian, memilih dan dipilih adalah hak konstitusional warga negara. Atas hal itu, ia menilai bahwa golput lebih tepat jika diberi hukum makruh, tidak sampai haram.
Fatwa golput haram pun telah dikiritik jauh hari sejak kemunculannya di tahun 2009. Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menilai bahwa hak pilih seseorang tidak bisa dibatasi. Wakil Ketua Komnas HAM pada saat itu, Ridha Saleh mengemukakan bahwa masyarakat atau negara tidak dapat membatasi hak orang lain dengan melarang, mengkriminalisasi, atau menjatuhkan sanksi moral terhadap orang yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Tentang golput yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap proses demokrasi, pada tahun 2019 Direktur Eksekutif Lokataru saat itu, Haris Azhar menegaskan bahwa orang-orang golput adalah pihak yang netral dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan kekacauan pemilu. Haris menilai kekacauan timbul sebagai ekses dari adu argumentasi antara kubu pasangan calon yang membuat kegaduhan di ruang publik.
Realita Golput
Permasalahan golput memang selalu mewarnai proses demokrasi di Indonesia. Dari tiga kali pemilu terakhir yakni 2009, 2014, dan 2019, jumlah golput terus berfluktuasi. Pada pemilu 2014, jumlah golput sempat meningkat tajam hingga 30%, dan turun pada Pemilu 2019 menjadi hanya 18%. Jumlah tersebut tentu masih sangat signifikan dalam menentukan proses demokrasi di Indonesia.
Dari Statistik Politik 2019 rilisan Badan Pusat Statistik (BPS), 192.770.611 orang telah masuk daftar pemilih tetap yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pilpres 2019. Dari jumlah tersebut, 158.012.499 orang menggunakan hak pilihnya. 34.758.112 orang sisanya golput.%tase partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 sebesar 81,97% dan presentase golput sebesar 18,02%.
Partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 sebenarnya menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dua putaran Pilpres sebelumnya. Pada Pilpres 2009, jumlah suara golput mencapai 43.141.765 orang atau 25,19% dari total 171.068.667 pemilh yang terdaftar.
Persentase suara golput meningkat pada Pemilu 2014 jika dibandingkan dengan suara golput pada Pemilu 2009. Jumlah golput pada Pemilu 2014 mencapai 58.609.922 orang atau 30,2% dari total pemilh terdaftar sebanyak 193.944.150 orang.
Litbang Kompas pada tahun 2022 melakukan jajak pendapat untuk mengukur potensi golput pada Pilpres 2024. Litbang Kompas menyimulasikan Pilpes 2024 hanya ada dua pasang calon dan menemukan potensi golput yang tinggi.
Peneliti Litbang Kompas Bambang Setiawan mengungkapkan potensi golput ada di kisaran 8,9–14,9% jika Pilpres 2024 hanya diikuti Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Potensi golput naik menjadi 10,9–16,5% jika hanya Ganjar dan Anies saja yang menjadi kandidat presiden. Potensi golput terbesar terjadi pada pertarungan Prabowo dan Anies Baswedan dengan estimasi 12,2–17,8%. Sebagai informasi, survei Litbang Kompas tersebut dilakukan menggunakan metode wawancara langsung terhadap 1.200 responden di 34 provinsi.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) dalam surveinya menemukan adanya tren peningkatan terkait partisipasi politik pemilih muda. Survei opini publik CSIS itu dilakukan terhadap 1.200 responden berusia 17–39 tahun di 34 provinsi pada 8–13 Agustus 2022. Hasilnya, 85,9% mengaku turut memberikan suaranya pada Pemilu 2014. Angka tersebut naik menjadi 91,3% ketika ditanya tentang partisipasi dalam Pemilu 2019. Angka partisipasi politik lebih besar dibandingkan data suara yang terpakai KPU pada Pemilu 2014 dan 2019.
Tren naiknya%tase partisipasi pemilih di Pemilu 2019 dan beberapa hasil survei yang mengindikasikan peningkatan minat pemilih muda untuk menggunakan suaranya adalah hal positif yang berpotensi terbawa ke Pemilu 2024. Sebagai informasi, KPU menetapkan DPT Pemilu 2024 sebesar 204.807.222 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebagian besarnya adalah pemilih muda dengan rentang usia 17–40 tahun, yaitu mencapai 106.358.447 jiwa atau 52% dari total DPT.
Para pemilih muda ini akan menjadi kue yang paling diperebutkan oleh para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dengan metode kampanye yang kini sudah merambah sosial media, jangkauan kampanye akan dengan mudah sampai pada generasi yang sudah menjadi native dengan teknologi ini. Sehingga, dapat memicu para pemilih pemula, untuk menggunakan hak pilihnya.
Pemantauan Media
Tim Jangkara memantau topik Fatwa Golput Haram MUI menggunakan mesin pemantau media Newstensity. Pemantauan dilakukan terhadap keyword “golput” dan “haram” selama 14–20 Desember 2023. Hasilnya, Newstensity menangkap 235 berita yang sesuai dengan kriteria keyword tersebut.
Pemberitaan tentang golput haram awalnya muncul pada tanggal 13 Desember 2023 dari Koran Waspada yang memberitakan tentang hasil Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) MUI Sumatera Utara yang digelar pada 11–12 Desember 2023, di Grand Kanaya Hotel. Dari 10 rekomendasi yang dihasilkan, poin nomor sembilan mengharamkan golput bagi umat islam.
Puncak volume berita harian ada pada tanggal 18 dan 19 Desember 2023 ketika berita tentang Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis yang mengingatkan adanya fatwa golput haram semakin direplikasi media.
Top online media adalah asumsi.co dengan 9 publikasi. Untuk top print media ada koran lokal Serambi Indonesia dan Sriwijaya Post yang masing-masing merilis 2 berita.
Masih menggunakan mesin Newstensity, di media sosial X ada 279 cuitan dari 265 pengguna X yang berhasil terdata. Dari angka tersebut, sentimen negatif menjadi yang teratas dengan porsi 225 cuitan dibandingkan dengan sentimen netral 46 cuitan dan sentimen positif dengan 8 cuitan saja. Golput dinilai sebagai hal yang negatif karena masih dianggap sebagai masalah yang perlu diatasi dalam proses demokrasi Indonesia.
Grafik volume cuitan harian memuncak pada tanggal 19 Desember 2023. Hal ini dipengaruhi oleh akun X dari media seperti @liputan6dotcom, @VIVAcoid, dan @detikcom yang membuat cuitan disertai tautan berita tentang golput haram dan akhirnya diketahui publik X. Hal ini kemudian memicu kenaikan volume cuitan tentang golput haram pada keesokan harinya.
Top author keyword “golput haram” di X adalah akun-akun berita @VIVAcoid, @Officialinews_ dan @Suaradotcom yang masing-masing bercuit sebanyak tiga kali tentang topik terkait.
Sedangkan, cuitan @asumsico menjadi yang terbanyak di-mention oleh publik X dengan 24 penyebutan yang masih mengandung keyword “golput haram”. Cuitan @asumsico yang berbentuk utas tersebut cukup memancing perbincangan di kolom balasan dengan total 518 balasan, 976 reposts, dan 649 likes.
Top tweet dengan repost terbanyak adalah cuitan @netizen_soleh. Cuitan tersebut adalah quote dari cuitan @CNNIndonesia yang memberitakan pernyataan MUI yang mengharamkan golput. @netizen_soleh menuding bahwa petugas korup membisniskan suara golput dengan harga Rp500–800 ribu untuk suara seorang pemilih. Cuitan tersebut lantas memicu ajakan untuk menyabotase surat suara agar dapat tetap golput dan surat suara tidak diperjualbelikan, seperti mencoblos seluruh calon, mencoblos di luar nama calon, dan lainnya.
Fatwa Golput Haram Efektif?
Para pengamat politik di media sepertinya sepakat bahwa fatwa golput haram MUI tidak berhubungan langsung dalam meningkatkan partisipasi publik, khususnya pemilih beragama Islam, untuk memberikan suaranya saat Pemilu 2024.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menuturkan bahwa fatwa golput haram MUI adalah hal yang baik dalam konteks upaya untuk meningkatkan partisipasi publik. Meskipun demikian, ia tetap pesimistis ada hubungan langsung antara keluarnya fatwa tersebut dengan partisipasi pemilih.
Peneliti Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai sikap golput pemilih tidak perlu mengkhawatirkan. Fatwa MUI pun sejauh ini tidak berhasil menekan angka golput. Dedi menilai%tase golput ideologis yang golput secara sadar karena pilihan politiknya sendiri cenderung kecil. Di sisi lain, proses administratif yang buruk menjadi penyumbang golput terbesar, seperti pemilih yang tidak terdaftar di lokasi pemilihan, surat suara yang rusak, hingga pemilih yang tidak masuk DPT. Jelas hal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan fatwa saja.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan memprediksi angka golput akan ada di rentang 18–20%. Ia menyebut beberapa alasan orang akan golput pada Pemilu 2024 mendatang. Isu kecurangan pemilu, tidak ada capres-cawapres yang dapat mewakili suaranya, dan tim sukses capres-cawapres belum bergerak secara optimal untuk menarik suara para pemilih dinilai menjadi pemicu mengapa orang akan golput.
Devi menambahkan bahwa golput bisa menjadi sarana untuk menghukum institusi pemilu karena penyelanggaraan yang carut-marut. Devi mengidentifikasi orang-orang golput secara ideologis pada pemilu sebelumnya tetap datang ke lokasi pemilihan dan merusak surat suaranya atau melakukan cara lain agar dianggap tidak sah.
Penutup
Fatwa golput haram yang kembali diingatkan MUI tampaknya tidak akan berpengaruh signifikan pada Pemilu 2024 terhadap partisipasi pemilih, khususnya pemilih beragama Islam. Meskipun ada sinyal positif meningkatnya minat politik para pemilih muda, angka golput masih berpotensi tinggi pada Pemilu 2024. Upaya untuk meredam golput perlu dilakukan secara lebih serius. Bukan hanya dengan fatwa yang mengharamkan golput, tetapi juga dilengkapi dengan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu dan ekosistem politik secara keseluruhan. Hal itu demi menaikkan kepercayaan publik terhadap proses politik sehingga publik mau memberikan suaranya secara sadar.