Khoirul Rifai
Binokular
Published in
9 min readMar 8, 2024

--

Gelembung Suara PSI

Proses rekapitulasi suara Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih belum selesai. Namun, perhitungan suara ini kembali memunculkan kontroversi. Sebelumnya, beberapa jam setelah pencoblosan publik mengeluhkan temuan perbedaan suara hasil Sirekap dengan C1 yang diunggah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sehingga memunculkan kontroversi. Kali ini anomali kembali terjadi dengan raihan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang melonjak signifikan dalam beberapa hari terakhir.

Media mencatat ada lonjakan suara PSI di hitungan real count KPU pada sepekan terakhir. Tanggal 26 Februari, suara PSI tercatat hanya 2,68 persen lalu pada Selasa 05 Maret suara PSI sudah melonjak bertambah 0,45 persen menjadi 3,13 persen suara nasional atau 2.404.933 suara berdasarkan data teranyar real count KPU per pukul 16.00 WIB. Perolehan suara itu didapat dari 65,90 persen atau 542.508 TPS dari 823.236 TPS. Lonjakan ini dianggap janggal, di tengah ancaman gagalnya PSI melaju ke Senayan karena tidak memenuhi ambang batas suara.

Sejumlah lembaga survei yang tergabung dalam Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia menganggap raihan suara PSI belakangan ini tidak wajar. Direktur Eksekutif Populi Center Afrimadona mengatakan dengan margin of error (MoE) 1 persen, hasil quick count atau hitung cepat dengan perolehan suara yang masuk sebesar 99,30 persen, partai yang dinakhodai putra bungsu Presiden Joko Widodo itu hanya memperoleh 2,62 persen suara. “Hasil quick count hampir semua sama. Karena itu, kalau terjadi perbedaan yang signifikan dengan hasil final nanti, ada kemungkinan memang electoral fraud itu terjadi,” kata Afri kepada cnnindonesia.com.

Lembaga survei lain, Parameter Politik juga mengomentari lonjakan suara PSI. Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai lonjakan suara PSI yang terjadi belakangan ini di luar batas kewajaran. Adi menerangkan, saat data suara sudah masuk di atas 50 persen, umumnya tren naik dam turun suara berlangsung landai. Sedangkan saat lonjakan suara PSI terjadi, suara yang masuk sudah di atas 65 persen. Anomali ini memunculkan pertanyaan bagi Adi, apakah quick count yang salah, PSI yang memang hebat, atau KPU yang perlu diinvestigasi.

Suara PSI yang tidak sampai tiga persen dalam sejumlah quick count ini konsisten ditemukan oleh beberapa lembaga survei. Selain Populi Center dan Parameter Politik, lembaga survey lain seperti Voxpol mencatatkan PSI memperoleh 2,93 persen, Lembaga Survey Indonesia (LSI) dengan 2,79 persen suara, Poltracking Indonesia dengan 2,74 persen suara, Cyrus Network dan CSIS seragam dengan 2,67 persen suara, terakhir lembaga survei Indikator mencatat PSI hanya mendapat 2,65 persen suara. Konsistensi ini menunjukkan suara PSI seharusnya tidak melewati angka 3 persen suara nasional.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago membandingkan perolehan suara di pilpres dan pileg. Hingga saat ini dengan 78,10 persen suara pilpres yang masuk, perubahan suara tidak terjadi secara signifikan. Sebaliknya, pileg dengan 65 persen data masih belum stabil. Hal inilah yang menurut Pangi harus mendapat perhatian khusus.

Simalakama PSI

Pendapat berbeda disampaikan Peneliti Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus yang menilai perubahan suara PSI masih normal. Karus menilai lonjakan suara dan perbedaan suara yang signifikan antara real count KPU dan quick count lembaga survei juga terjadi di partai lain. Misalnya PKB, dalam quick count Indikator hanya mendapatkan 10,49 persen, sedangkan dalam real count KPU sementara sudah mengantongi 11,54 persen.

Lucius juga menyoroti lonjakan suara yang dialami Partai Gelora. Dalam hitung cepat Indikator, Partai Gelora hanya mendapatkan 0,93 persen. Jumlah tersebut berbeda dengan versi hasil hitung cepat KPU yang menyatakan partai muda ini mendapatkan jumlah suara 1,49 persen. Karus berpendapat kegaduhan pascakenaikan signifikan suara PSI lebih disebabkan faktor lain seperti status PSI yang dikaitkan sebagai “partai Jokowi” dan kedudukan Kaesang Pangarep, anak ketiga Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Umum PSI. Publik menganggap, ada campur tangan Istana dalam lonjakan suara PSI.

Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie seperti yang dilansir kompas.tv menyebut naik turunnya suara dalam proses rekapitulasi adalah hal yang wajar, apalagi masih ada 70 juta suara yang belum dihitung saat isu ini mencuat. Grace menambahkan, kenapa publik hanya mempersoalkan fluktuasi suara PSI meskipun naik turunnya suara juga ditemukan di partai lain. Ketua DPP PSI Cheryl Tanzil juga menganggap lonjakan perolehan suara berdasarkan penghitungan KPU wajar. Dia yakin, dalam Pemilu 2024 ini, PSI akan lolos ambang batas parlemen dan bisa mengirimkan kadernya ke DPR RI dengan suara hingga 4 persen menurut survei internal partai.

Mencuatnya raihan suara PSI disebut Cheryl datang dari kantong-kantong suara PSI dari Pemilu 2019 yang belum terhitung. Di sisi lain, Cheryl juga menambahkan faktor mendominasinya generasi muda sebagai pemilih pada Pemilu 2024 juga menguntungkan PSI. KPU mencatat dari 204.807.222 pemilih, sebanyak 55 persen atau 114 juta diantaranya adalah pemilih muda dari kalangan Gen Z dan millenial. Meski dirinya tidak menampik ada efek dari masuknya Kaesang dan Jokowi ke tubuh PSI yang mampu meningkatkan elektoral partai. Kedua figur itu disebut punya loyalis di kalangan akar rumput yang setia mengawal Jokowi beserta keluarganya.

Faktor kedekatan dengan Istana memang menjadi buah simalakama bagi partai besutan Grace Natalie ini. Secara elektoral, PSI ketiban durian runtuh dengan mendapat suplai suara dari grassroot pendukung Jokowi dan Kaesang yang baru diangkat menjadi ketua umum. Di sisi lain, lonjakan suara PSI dituding berkat campur tangan Istana sebagai “penolong” PSI untuk meloloskan mereka ke parlemen.

Sirekap dan Segenap Masalahnya

Sirekap dengan segala keterbatasannya menjadi wadah bagi publik untuk memantau hasil pemungutan suara secara real time. Website https://pemilu2024.kpu.go.id milik KPU menjadi sarana untuk melihat perkembangan tabulasi suara sementara hasil pilpres dan pileg, termasuk lonjakan suara PSI yang terpantau dari situs ini. Sayangnya, saat ini akses Sirekap tidak lagi menampilkan diagram real count perhitungan suara baik untuk pilpres, pemilihan anggota legislatif di semua tingkat, dan pemilihan anggota DPD. Sirekap saat ini hanya akan menampilkan lembar Formulir Model C Hasil dan Model D Hasil di TPS-TPS yang ada di daerah-daerah pemilihan sehingga perubahan suara tidak lagi ditampilkan. Hilangnya diagram ini sudah terjadi sejak Selasa (05/3) malam, yang menurut KPU sengaja dilakukan untuk menghindari konflik.

Perbedaan hasil suara Sirekap dengan plano C1 yang diunggah KPPS memang memunculkan polemik. Kendala itu muncul dari hasil pembacaan optical character recognition (OCR) milik KPU yang mengekstraksi teks dari gambar hasil jepretan petugas KPPS. Pembacaan OCR ini beberapa kali mengalami galat sehingga perbedaan suara yang muncul justru menimbulkan prasangka bahwa kesalahan itu disengaja. Sebab, petugas KPPS sendiri tidak diberi otoritas untuk mengedit hasil ekstraksi di Sirekap.

KPU sudah menegaskan, Sirekap bukan bukan dasar penetapan hasil Pemilu Serentak 2024. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menyebut hasil pemilu akan ditetapkan berdasarkan rekapitulasi suara manual berjenjang. Sayangnya, proses rekapitulasi suara manual berjenjang juga rawan kecurangan. Pangi menilai proses ini rawan jual beli suara oleh partai atau caleg yang dipastikan gagal lolos ambang batas parlemen, atau manipulasi juga bisa dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan dalam pemerintahan.

Terkait hilangnya diagram real count, Idham menjelaskan “Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti autentik perolehan suara peserta pemilu,” katanya kepada media. Ringkasnya, KPU menyembunyikan diagram real count untuk mencegah publik berprasangka. Dengan sejumlah masalah yang muncul belakangan ini, apakah langkah KPU tepat dengan menyembunyikan diagram hasil real count? Apalagi, kinerja KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sedang dikritik habis-habisan setelah dianggap sebagai lembaga yang tidak independen.

Lonjakan signifikan suara PSI, di sisi lain bisa memperumit masalah Sirekap. Sebab, penghilangan diagram real count oleh KPU bisa dinarasikan sebagai upaya untuk menutupi kecurangan ini. Publik akan kehilangan akses untuk mengawasi raihan suara secara real time. Artinya, potensi kecurangan akan semakin besar karena publik tidak bisa memantau adanya anomali dalam pemilu. Meski demikian, Idham mengklaim, pihaknya masih transparan. Hanya saja dengan cara yang berbeda, yaitu dengan mengunggahnya secara terpisah berdasarkan masing-masing tingkatan KPU kota/kabupaten.

Pantauan Media

Lonjakan suara PSI dalam Pemilu 2024 yang ditengarai tidak wajar menyita perhatian publik dalam sepekan terakhir. Hasil pemantauan alat big data Newstensity dengan kata kunci “PSI” dan “Partai Solidaritas Indonesia” di media massa menghasilkan 9.029 berita. Seperti yang ditampilkan linimasa berikut, ledakan berita mengenai PSI terjadi seiringan dengan lonjakan suara yang diumumkan KPU pada Minggu (03/03).

Gambar 1. Grafik linimasa pemberitaan PSI periode 26 Februari-06 Maret 2024 (Sumber: Newstensity)

Awalnya, pemberitaan PSI masih landai-landai saja sebelum KPU mengumumkan hasil real count terbaru. Dalam rilis itu, diketahui PSI mengalami lonjakan suara signifikan sehingga raihan suaranya mencapai 3,13 persen suara nasional. Pengumuman itu memantik trafik pemberitaan hingga di atas 1.000 berita per hari. Saat hari pengumuman, tendensi media masih cukup netral. Belakangan, lonjakan suara ini memicu diskusi publik dan tuduhan bahwa PSI melakukan kecurangan untuk mendongkrak suara.

Tampak dari linimasa milik Newstensity, gelombang berita negatif mendera pemberitaan PSI satu hari pascapengumuman KPU. Jumlahnya bahkan mendominasi pemberitaan sehari-hari PSI pascapengumuman real count KPU hingga Rabu (06/03). Beberapa pihak mulai dari lawan politik, lembaga survei, dan media menyebut ada kejanggalan dalam perolehan suara PSI belakangan ini.

Gambar 2. Diagram sentimen berita PSI (Sumber: Newstensity)

Dari seluruh pemberitaan, berita-berita negatif mendominasi hingga 43 persen, diikuti sentimen netral dengan 38 persen, dan sentimen negatif dengan 19 persen. Beberapa berita negatif antara lain menyebutkan keraguan lonjakan suara PSI sebagai suara yang sah karena hasilnya terpaut cukup jauh dengan quick count mayoritas lembaga survei. Muncul juga pernyataan dari Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, dari laporan yang dia terima dan temuan warganet di media sosial, ada pergerakan atau pergeseran dari suara tidak sah masuk ke dalam perolehan suara partai.

Kasus seperti itu, kata Titi, terjadi di sejumlah TPS di mana suara partai yang tadinya 24, begitu dipindai dokumen C Hasil berubah menjadi 32 atau ada penambahan delapan suara. Selain disebabkan oleh kesalahan mengonversi angka oleh Sirekap, potensi penggelembungan suara partai politik juga bisa terjadi di tahap rekapitulasi di tingkat kecamatan. Di tahap ini, ujarnya, potensi kecurangan cukup besar lantaran proses rekapitulasi berlangsung di ruang tertutup.

Grafik 3. Sebaran media (Sumber: Newstensity)

Isu ini sempat menarik media internasional. Dari monitoring Newstensity, 5.160 berita datang dari media nasional dan 3.852 berita dari media daerah. Sisanya, sebanyak 17 berita lahir dari media internasional. Salah satunya adalah media yang berbasis di Amerika Serikat dan terafiliasi dengan Radio Free Asia (RFA), BenarNews. Media ini menyebut ledakan suara PSI meningkatkan kecurigaan terhadap kecurangan pemilu yang mungkin dilakukan penguasa sekaligus alarm situasi politik Indonesia saat ini.

Sementara itu di X (Twitter), berdasarkan pantauan Socindex dengan kata kunci dan periode yang sama, isu ini menghasilkan 815.169 engagement dengan 40.499 talk (komen dan retweet), dan 560 ribu likes. Secara umum, isu ini berpotensi mampir ke linimasa 149,9 juta akun.

Grafik 4. Statistik di X (Sumber: Socindex)

Sedikit berbeda dengan trafik media massa, puncak kegaduhan di X terjadi pada 02 Maret 2024 meski sudah ada peningkatan intensitas engagament sejak dua hari sebelumnya. Puncaknya pada hari itu terdapat 285.995 engagement tentang PSI yang bersumber dari ledakan suara tidak wajar. Setelah itu trafik percakapan terus menurun tajam di angka 45 ribu engagement pada 05 Maret dan tersisa 358 engagement saja pada 06 Maret.

Grafik 5. Linimasa engagement di X (Sumber: Socindex)

Jika melihat linimasa dengan kenaikan dan penurunan secara ekstrem, secara sekilas percakapan tentang PSI tidak wajar. Namun, hasil analisis botscore menunjukkan mayoritas percakapan dilakukan oleh manusia dengan potensi sebanyak 7.335 unggahan. Sebaliknya, potensi unggahan dari bot hanya sebesar 3.790 unggahan.

Grafik 6. Total unggahan berdasarkan kategori (Sumber: Socindex)

Di tengah perdebatan sumber lonjakan suara PSI, akun X Dewan Pimpinan Pusat PSI (DPP PSI), @psi_id mengunggah video glorifikasi yang menyebut PSI akan lolos ke Senayan berdasarkan survei SPIN dengan tingkat elektabilitas 4,4 persen. PSI menyebut keraguan akan lonjakan suara PSI belakangan ini adalah upaya untuk menggembosi PSI. Sebaliknya, publik beropini pembelaan yang dikeluarkan PSI adalah upaya untuk meredam sejumlah kecurigaan atas lonjakan suara PSI. Unggahan ini sekaligus menjadi cuitan di X yang paling banyak mendapat komentar menurut pantauan Socindex.

Gambar 1. Unggahan PSI di X

Epilog

Lonjakan suara PSI secara signifikan di tengah segenap masalah yang muncul dari Sirekap memang menimbulkan kontroversi. Publik berasumsi ada campur tangan penguasa dalam kenaikan suara itu. Sebaliknya, PSI menganggap naik turun suara mereka masih dalam batas normal meski mengakui ada efek dari masuknya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum mereka. Lembaga survei masih yakin, hasil real count tidak akan jauh dengan quick count yang menyebut suara PSI di kisaran 2,6–2,9 persen saja. Klaim lolos atau tidaknya PSI ke Senayan masih membutuhkan waktu sembari menunggu hasil perhitungan berjenjang KPU. Satu hal yang pasti, kegaduhan ini berhasil menarik sedikit perhatian publik dari isu hak angket yang sempat mencuat belakangan ini.

--

--